{"title":"Ihdad Wanita Karir (Tenaga Pendidik Pegawai Negeri Sipil) Perspektif Ulama Kontemporer Kota Lhokseumawe","authors":"A. Abdullah","doi":"10.47766/syarah.v10i2.217","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Keberadaan wanita karir (tenaga pendidik Pegawai Negeri Sipil) di kota Lhokseumawe yang ditinggal mati suami tidak mendapatkan dispensasi waktu untuk ber ihdad dari pemerintah sejumlah ketentuan syari’at bahkan kalau ia melaksanakan iddah dalam waktu relatif lama tersebut maka atasan akan mengeluarkan Surat Peringatan Pertama (SP.1) dan (SP.2) seterusnya pemecatan, oleh sebab itu maka ia terpaksa keluar rumah untuk bekerja tidak melaksanakan ibadah ihdad. hal ini sangat dilematis bagi wanita karir sehingga perlu solusi bagaimana idialnya ihdad bagi wanita karir, untuk menjawab persoalan tersebut penulis merumuskan dua persoalan pokok. Pertama: Bagaimana konsep ihdad menurut fiqih munakahat, Kedua: Bagaimana pandangan Ulama kontemporer Kota Lhokseumawe terkait ihdad wanita karir. Adapun Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Ihdad Menurut fiqh munakahat adalah halangan atau larangan memakai wewangian dan perhiasan dan tidak boleh keluar rumah bagi wanita secara mutlaq selama empat bulan sepuluh hari. Kedua: Pandangan Ulama kontemporer Kota Lhokseumawe terhadap wanita karir dalam menjalankan ibadah Ihdad, hukum melaksanakan ihdad adalah wajib namun dibolehkan tidak menjalankan secara sempurna karena berhadapan dengan karir yang digelutinya, kebolehan tersebut apabila suami tidak meninggalkan harta warisan yang mencukupi dan terjadi kemudharatan terhadap dirinya dan keluarganya apabila tidak bekerja","PeriodicalId":242993,"journal":{"name":"Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-12-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.47766/syarah.v10i2.217","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Keberadaan wanita karir (tenaga pendidik Pegawai Negeri Sipil) di kota Lhokseumawe yang ditinggal mati suami tidak mendapatkan dispensasi waktu untuk ber ihdad dari pemerintah sejumlah ketentuan syari’at bahkan kalau ia melaksanakan iddah dalam waktu relatif lama tersebut maka atasan akan mengeluarkan Surat Peringatan Pertama (SP.1) dan (SP.2) seterusnya pemecatan, oleh sebab itu maka ia terpaksa keluar rumah untuk bekerja tidak melaksanakan ibadah ihdad. hal ini sangat dilematis bagi wanita karir sehingga perlu solusi bagaimana idialnya ihdad bagi wanita karir, untuk menjawab persoalan tersebut penulis merumuskan dua persoalan pokok. Pertama: Bagaimana konsep ihdad menurut fiqih munakahat, Kedua: Bagaimana pandangan Ulama kontemporer Kota Lhokseumawe terkait ihdad wanita karir. Adapun Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Ihdad Menurut fiqh munakahat adalah halangan atau larangan memakai wewangian dan perhiasan dan tidak boleh keluar rumah bagi wanita secara mutlaq selama empat bulan sepuluh hari. Kedua: Pandangan Ulama kontemporer Kota Lhokseumawe terhadap wanita karir dalam menjalankan ibadah Ihdad, hukum melaksanakan ihdad adalah wajib namun dibolehkan tidak menjalankan secara sempurna karena berhadapan dengan karir yang digelutinya, kebolehan tersebut apabila suami tidak meninggalkan harta warisan yang mencukupi dan terjadi kemudharatan terhadap dirinya dan keluarganya apabila tidak bekerja