{"title":"Perbandingan Penegakan Demokrasi di Indonesia Pasca-Rezim Suharto dan Filipina Pasca-Rezim Marcos","authors":"Kisno Hadi","doi":"10.20884/1.INS.2019.6.1.1246","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstrak \nTulisan ini mendeskripsikan dan menganalisis perjalanan memperoleh demokrasi di dua negara yang pernah sama-sama mengalami rezim anti demokrasi yaitu Indonesia di bawah Suharto dan Filipina di bawah Marcos. Dua negara ini sama-sama mengalami rezim militeristik, namun setelah demokrasi berhasil diraih dan ditegakkan tetap saja terjadi kecenderungan-kecenderungan tindakan aktor politik hendak mengembalikan ke keadaan anti demokrasi seperti praktik pemerintahan yang tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi yaitu korupsi, politik oligarki, lemahnya penegakan hukum di berbagai bidang, hingga separatisme. Ada 3 hal penting yang disampaikan dalam tulisan ini, yaitu pertama, keadaan rezim militeristik yang menguasai kedua negara; kedua, latar belakang kejatuhan rezim militeristik dan diperolehnya sistem demokrasi dalam pengelolaan negara; dan ketiga, tantangan penegakan dan pelaksanaan demokrasi bagi kedua negara dalam politik masa kini. Tulisan ini merupakan hasil studi pustaka dengan metode deskriptif explanatory dan teknik analisis data kualitatif interpretatif. Temuan studi ini ialah Pertama, praktik demokrasi menunjukkan banyak hal baik seperti implementasi good governance dan pembangunan ekonomi melalui infrastruktur dan pajak, namun disertai munculnya masalah baru seperti menguatnya oligarki di pusat dan daerah di bidang politik dan ekonomi hingga membesarnya praktik korupsi pejabat negara. Kedua, ada perbedaan sikap politik kedua negara dalam rekonsiliasi dengan rezim masa lalu, Filipina dapat melupakan trauma politik masa lalu yakni aktor politik masa kini yang merupakan warisan rezim politik masa lalu bisa bekerjasama dan berkonsentrasi membangun bangsa dan negara ke depan tanpa saling fitnah dan kecurigaan. Sedangkan di Indonesia, terjadi sikap politik berbeda, di mana saling curiga dan fitnah yang sering dikaitkan dengan warisan politik masa lalu; Ketiga, kedua negara terus bekerja keras mencari model demokrasi yang cocok; dan Keempat, kedua negara mempunyai tugas besar dalam menegakkan demokrasi dengan bekerja keras menciptakan kesejahteraan bagi warga negara, penegakan hukum termasuk pemberantasan korupsi, pemberantasan narkoba, kerjasama luar negeri dan membina hubungan politik pusat dan daerah. \nKata kunci: Demokrasi, Militeristik, Negara, Perbandingan Politik, Politik Kontemporer \n \nAbstract \nThis article describes and analyzes the journey of enforcement of democracy between Indonesia and Philipines which is occur after the end of regimes that tore both countries, i.e. by regime of Suharto in Indonesia and Marcos in Phillipines. But, the facts these countries still struggling to resolve tendencies that weaken democratization such as corruptions, oligarkhi of politics, weakness of law enforcement, separatism etc. For those reasons, author underlines three important things in this article to analyze problems, i.e., firstly, situation of regimes that control both countries; secondly, background of situation that overthrown the regimes and thirdly, the challenges of enforcement and implementation of democration for both countries in political situation today. This article is a library research that using descriptive explanatory method with qualitative interpretative data analitys. Finally, author find four results of the research, i.e. firstly, in practical of democracy, both countries display a good progress as a implementation of good governance and economic development e.g. in infrastructure and tax policy. But this situation raising new problems such as oligarchy strengthened in politics and economics sector both in national level and local regions level that result increase numbers of corruption of the rulers of government. Secondly, on political will between Indonesia and Philipines concerning of the reconciliation with the regime: Philipines decided to still involving actors of last regime to develop the country; but Indonesia still in trauma with the regime, suspicious, hatred are dominated as a result of political tension. Thirdly, both contries are still on going process to find the appropriate of democracy model. And fourthly, Indonesia and Philipines are strive to create prosperity and welfare for their people on law enforcement including eradication of corruption, fighting drugs abuse, build cooperation with foreign country and harmonizing of political relation between national and regional level. \nKeywords: Comparative Politics, Contemporary Politic, Democracy, Militeristic, State","PeriodicalId":365464,"journal":{"name":"Insignia: Journal of International Relations","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-03-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"2","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Insignia: Journal of International Relations","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.20884/1.INS.2019.6.1.1246","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 2
Abstract
Abstrak
Tulisan ini mendeskripsikan dan menganalisis perjalanan memperoleh demokrasi di dua negara yang pernah sama-sama mengalami rezim anti demokrasi yaitu Indonesia di bawah Suharto dan Filipina di bawah Marcos. Dua negara ini sama-sama mengalami rezim militeristik, namun setelah demokrasi berhasil diraih dan ditegakkan tetap saja terjadi kecenderungan-kecenderungan tindakan aktor politik hendak mengembalikan ke keadaan anti demokrasi seperti praktik pemerintahan yang tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi yaitu korupsi, politik oligarki, lemahnya penegakan hukum di berbagai bidang, hingga separatisme. Ada 3 hal penting yang disampaikan dalam tulisan ini, yaitu pertama, keadaan rezim militeristik yang menguasai kedua negara; kedua, latar belakang kejatuhan rezim militeristik dan diperolehnya sistem demokrasi dalam pengelolaan negara; dan ketiga, tantangan penegakan dan pelaksanaan demokrasi bagi kedua negara dalam politik masa kini. Tulisan ini merupakan hasil studi pustaka dengan metode deskriptif explanatory dan teknik analisis data kualitatif interpretatif. Temuan studi ini ialah Pertama, praktik demokrasi menunjukkan banyak hal baik seperti implementasi good governance dan pembangunan ekonomi melalui infrastruktur dan pajak, namun disertai munculnya masalah baru seperti menguatnya oligarki di pusat dan daerah di bidang politik dan ekonomi hingga membesarnya praktik korupsi pejabat negara. Kedua, ada perbedaan sikap politik kedua negara dalam rekonsiliasi dengan rezim masa lalu, Filipina dapat melupakan trauma politik masa lalu yakni aktor politik masa kini yang merupakan warisan rezim politik masa lalu bisa bekerjasama dan berkonsentrasi membangun bangsa dan negara ke depan tanpa saling fitnah dan kecurigaan. Sedangkan di Indonesia, terjadi sikap politik berbeda, di mana saling curiga dan fitnah yang sering dikaitkan dengan warisan politik masa lalu; Ketiga, kedua negara terus bekerja keras mencari model demokrasi yang cocok; dan Keempat, kedua negara mempunyai tugas besar dalam menegakkan demokrasi dengan bekerja keras menciptakan kesejahteraan bagi warga negara, penegakan hukum termasuk pemberantasan korupsi, pemberantasan narkoba, kerjasama luar negeri dan membina hubungan politik pusat dan daerah.
Kata kunci: Demokrasi, Militeristik, Negara, Perbandingan Politik, Politik Kontemporer
Abstract
This article describes and analyzes the journey of enforcement of democracy between Indonesia and Philipines which is occur after the end of regimes that tore both countries, i.e. by regime of Suharto in Indonesia and Marcos in Phillipines. But, the facts these countries still struggling to resolve tendencies that weaken democratization such as corruptions, oligarkhi of politics, weakness of law enforcement, separatism etc. For those reasons, author underlines three important things in this article to analyze problems, i.e., firstly, situation of regimes that control both countries; secondly, background of situation that overthrown the regimes and thirdly, the challenges of enforcement and implementation of democration for both countries in political situation today. This article is a library research that using descriptive explanatory method with qualitative interpretative data analitys. Finally, author find four results of the research, i.e. firstly, in practical of democracy, both countries display a good progress as a implementation of good governance and economic development e.g. in infrastructure and tax policy. But this situation raising new problems such as oligarchy strengthened in politics and economics sector both in national level and local regions level that result increase numbers of corruption of the rulers of government. Secondly, on political will between Indonesia and Philipines concerning of the reconciliation with the regime: Philipines decided to still involving actors of last regime to develop the country; but Indonesia still in trauma with the regime, suspicious, hatred are dominated as a result of political tension. Thirdly, both contries are still on going process to find the appropriate of democracy model. And fourthly, Indonesia and Philipines are strive to create prosperity and welfare for their people on law enforcement including eradication of corruption, fighting drugs abuse, build cooperation with foreign country and harmonizing of political relation between national and regional level.
Keywords: Comparative Politics, Contemporary Politic, Democracy, Militeristic, State
它描述和分析了在苏哈托统治下的两个经历过反民主政权印度尼西亚和马科斯统治下的菲律宾的民主之旅。我们有militeristik政权,但这两个国家都成功实现民主和建立后仍然发生趋势行动政治演员要恢复到反民主的状态像实践不反映民主价值观就是腐败的政府,也是政治寡头,在各个领域,直到separatisme执法薄弱。在这篇文章中,有三件重要的事情要说:第一,统治这两个国家的军事化政权;其次,国有化政权垮台的背景,民主制度得到了国家管理;第三,在当今政治中,对这两个国家来说,建立和实施民主的挑战。这篇文章是通过描述性explanatory方法和解释性数据分析技术对库的研究。第一项研究发现,民主实践揭示了许多好的方面,如通过基础设施和税收实现和经济发展,但也带来了新的问题,如加强政治和经济中政治和经济领域的寡头政治等问题,进一步助长政府官员的腐败行为。其次,两国与前政权和解的政治立场是不同的,菲律宾可以忘记过去的政治创伤,也就是过去政治政权遗留下来的现任政治演员可以共同努力,专注于建立一个国家和国家,而不会产生诽谤和怀疑。然而,在印度尼西亚,存在着不同的政治立场,其中相互怀疑和诽谤往往与过去的政治遗产有关;第三,这两个国家继续努力寻找一个合适的民主模式;第四,这两个国家在通过努力为公民创造福利来维护民主方面负有巨大的责任,包括消除腐败、消除毒品、外国合作以及建立中央和地区政治关系等执法法律。关键词:民主、军事化、国家、政治比较和当代政治分析这篇文章的描述和分析但是,这些国家的事实仍然在努力解决这种腐败、政治寡头、法律制裁和分离性等问题。对于这些原因,author在这篇文章中概述了三个重要的事情,首先要分析控制双方的地区情况;第二,过度使用区域和thirdly的情况的背景,这是当今政治局势对双方民主实施的挑战。这篇文章是一个图书馆研究,它使用了具有解释性分析数据质量的解释性方法。最后,author发现了研究的四种结果,其中最重要的是,在现实生活中,在开发基础设施和税收政策方面,双方都表现出了良好的进展。但这种情况导致了国家和地方选区政治和经济紧张程度的新问题,而国家和地方选区的问题不断增加其次,印尼和菲律宾之间关于与该地区重新协商的政治意愿:菲律宾决定仍要动员最后一个地区的参与者进行其改进;但印尼仍然in with the regime创伤,疑心,仇恨是控制美国政治张力的论点。目前,双方仍在努力寻找对民主模式的损害。第四,印度尼西亚和菲律宾正在努力为他们的人民创造财富和福利次要政治,当代政治,民主,军事主义,国家