{"title":"Inovasi Pemanfaatan Minyak Jelantah menjadi Sabun Cair Antibakteri","authors":"Chetta Aradhitya Sufi, Desi Erlita, Erna Maria","doi":"10.56211/blendsains.v2i1.299","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Minyak goreng bekas atau disebut minyak jelantah merupakan salah satu limbah yang sering dijumpai disekitar tempat tinggal kita. Pemanfaatan yang belum maksimal dapat mencemari lingkungan bahkan berpotensi menjadi limbah B3, sehingga peluang pemanfaatan minyak jelantah terbuka lebar. Salah satu pemanfaatan minyak jelantah adalah menjadikan produk sabun. Sabun umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun padat dan sabun cair. Perbedaannya adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Pada pandemic covid 19 yang lalu, sabun digunakan pencegahan tertularnya penyakit karena sabun dapat membunuh kuman dan bakteri.\nTujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan produk baru dari minyak jelantah menjadi sabun cair pencuci tangan antibakteri dan untuk mengetahui kemampuan daun pare (Momordica charantia) sebagai antibakteri dalam sabun pencuci tangan. Daun pare mengandung senyawa kimia seperti, tannin, flavonioid, saponin, triterpenoid dan alkaloid yang memiliki sifat antibakteri. Penelitian ini dilakukan dengan eksperimental laboratorium melalui 4 tahap yaitu tahap maserasi, tahap pemurnian minyak jelantah, tahap saponifikasi dan tahap uji kualitas sabun. Variasi penambahan ekstrak daun pare yaitu 0%, 25%, dan 50%.\nHasil penelitian yang terbaik adalah dengan variasi penambahan ekstrak daun 50% diperoleh hasil nilai pH 10, kandungan alkali bebas 0,26665. Ekstrak daun pare juga mempunyai kemampuan antibakteri ditunjukkan dengan uji saponin menggunakan metode KLT diperoleh hasil positif yang ditandai dengan munculnya bercak berwarna ungu saat diamati pada sinar uv 365 nm. Selain itu pada uji saponin menggunakan metode spektrofotometri Uv-VIS juga menunjukan kadar saponin sebanyak 0,17% b/v. Agar produk sabun cair pencucui tangan antibakteri ini dapat dikembangkan maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi sabun pada telapak tangan dan perhitungan angka kuman yang terbentuk saat sebelum dan sesudah menggunakan sabun ini.","PeriodicalId":246534,"journal":{"name":"Blend Sains Jurnal Teknik","volume":"60 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Blend Sains Jurnal Teknik","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.56211/blendsains.v2i1.299","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Minyak goreng bekas atau disebut minyak jelantah merupakan salah satu limbah yang sering dijumpai disekitar tempat tinggal kita. Pemanfaatan yang belum maksimal dapat mencemari lingkungan bahkan berpotensi menjadi limbah B3, sehingga peluang pemanfaatan minyak jelantah terbuka lebar. Salah satu pemanfaatan minyak jelantah adalah menjadikan produk sabun. Sabun umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun padat dan sabun cair. Perbedaannya adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Pada pandemic covid 19 yang lalu, sabun digunakan pencegahan tertularnya penyakit karena sabun dapat membunuh kuman dan bakteri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan produk baru dari minyak jelantah menjadi sabun cair pencuci tangan antibakteri dan untuk mengetahui kemampuan daun pare (Momordica charantia) sebagai antibakteri dalam sabun pencuci tangan. Daun pare mengandung senyawa kimia seperti, tannin, flavonioid, saponin, triterpenoid dan alkaloid yang memiliki sifat antibakteri. Penelitian ini dilakukan dengan eksperimental laboratorium melalui 4 tahap yaitu tahap maserasi, tahap pemurnian minyak jelantah, tahap saponifikasi dan tahap uji kualitas sabun. Variasi penambahan ekstrak daun pare yaitu 0%, 25%, dan 50%.
Hasil penelitian yang terbaik adalah dengan variasi penambahan ekstrak daun 50% diperoleh hasil nilai pH 10, kandungan alkali bebas 0,26665. Ekstrak daun pare juga mempunyai kemampuan antibakteri ditunjukkan dengan uji saponin menggunakan metode KLT diperoleh hasil positif yang ditandai dengan munculnya bercak berwarna ungu saat diamati pada sinar uv 365 nm. Selain itu pada uji saponin menggunakan metode spektrofotometri Uv-VIS juga menunjukan kadar saponin sebanyak 0,17% b/v. Agar produk sabun cair pencucui tangan antibakteri ini dapat dikembangkan maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi sabun pada telapak tangan dan perhitungan angka kuman yang terbentuk saat sebelum dan sesudah menggunakan sabun ini.