{"title":"Inovasi Daun Lontar Untuk Meningkatkan Produktivitas Masyarakat Desa Lawanganagung","authors":"An’im Fattach, M. Syairozi, Sabilar Rosyad","doi":"10.55338/jpkmn.v3i1.299","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Inovasi adalah sesuatu hal yang baru yang mengangkat dari ilmu pengetahuan, serta dapat memberikan manfaat dalam kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan untu pengembangan inovasi. Tanpa adanya ilmu pengetahuan, inovasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan bisa saja salah sasaran, tidak bertahan lama dan hanya menjadi angan-angan. Inovasi sangan berguna di segala bidang kehidupan, oleh karena itu, memahami beberapa hal terkait inovasi memang diperlukan. Daun lontar adalah daun siwalan atau bisa juga disebut daun ental(tal) yang di keringkan dan dipakai sebagai bahan kerajinan. Daun lontar juga digunakan sebagai media untuk menulis dan menggambar. Selain daun lontar buah siwalan atau ental juga bermanfaat bagi kesehatan. Banyak masyarakat yang menyebutnya sebagai pohon al-hayat atau pohon kehidupan. Meski lontar (siwalan) popular di kawasan nusa tenggara, pohon siwalan ternyata bukan flora endemic indonesia. Tanaman ini tumbuh di india dan srilanka, lalu menyebar ke arab Saudi hingga asia tenggara. Di tengah era modern kerajinan kepek (tas ayam aduan) dari daun lontar di desa Lawanganagun masih bertahan. Kerajinan kepek yang merupakan tas anyam aduan itu tetap banyak peminat meski banyak saingan produksi pabrik. Di sejumlah rumah warga dusun Sidowayah, desa Lawanganagung, kecamatan Sugio, kabupaten Lamongan inilah kepek daun lontar diproduksi. Sebagai daerah pegunungan kapur, bahan baku utama berupa daun lontar banyak ditemui di ladang mereka, sehingga pengrajin tidak perlu membeli bahan baku. Dalam sehari, pengrajin bisa menuntaskan 30 kepek, sedangkan harga jualnya berkisar Rp 1.500 per biji.","PeriodicalId":224180,"journal":{"name":"Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-08-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"2","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.55338/jpkmn.v3i1.299","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 2
Abstract
Inovasi adalah sesuatu hal yang baru yang mengangkat dari ilmu pengetahuan, serta dapat memberikan manfaat dalam kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan untu pengembangan inovasi. Tanpa adanya ilmu pengetahuan, inovasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan bisa saja salah sasaran, tidak bertahan lama dan hanya menjadi angan-angan. Inovasi sangan berguna di segala bidang kehidupan, oleh karena itu, memahami beberapa hal terkait inovasi memang diperlukan. Daun lontar adalah daun siwalan atau bisa juga disebut daun ental(tal) yang di keringkan dan dipakai sebagai bahan kerajinan. Daun lontar juga digunakan sebagai media untuk menulis dan menggambar. Selain daun lontar buah siwalan atau ental juga bermanfaat bagi kesehatan. Banyak masyarakat yang menyebutnya sebagai pohon al-hayat atau pohon kehidupan. Meski lontar (siwalan) popular di kawasan nusa tenggara, pohon siwalan ternyata bukan flora endemic indonesia. Tanaman ini tumbuh di india dan srilanka, lalu menyebar ke arab Saudi hingga asia tenggara. Di tengah era modern kerajinan kepek (tas ayam aduan) dari daun lontar di desa Lawanganagun masih bertahan. Kerajinan kepek yang merupakan tas anyam aduan itu tetap banyak peminat meski banyak saingan produksi pabrik. Di sejumlah rumah warga dusun Sidowayah, desa Lawanganagung, kecamatan Sugio, kabupaten Lamongan inilah kepek daun lontar diproduksi. Sebagai daerah pegunungan kapur, bahan baku utama berupa daun lontar banyak ditemui di ladang mereka, sehingga pengrajin tidak perlu membeli bahan baku. Dalam sehari, pengrajin bisa menuntaskan 30 kepek, sedangkan harga jualnya berkisar Rp 1.500 per biji.