{"title":"PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK TERHADAP TIKTOKER SERTA HAMBATANNYA DI INDONESIA","authors":"Kevin Hoo Kurniawan, Adeline Melanie","doi":"10.25170/paradigma.v7i2.3546","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"TikTok merupakan aplikasi video sharing yang berasal dari China dengan induk perusahaan bernama ByteDance dan banyak digunakan untuk berbagi video pendek kepada seluruh pengguna aplikasi. Pengguna TikTok yang membuat video biasa disebut Content Creator atau yang lebih dikenal dengan sebutan TikToker. Penghasilan yang diperoleh Tiktoker sebagian besar diperoleh dari endorsement dan Pay Out Coins menjadi perhatian pemerintah dalam bidang perpajakan karena nominal uang yang diterima oleh Tiktoker sangat besar, ditambah pemerintah saat ini sedang memaksimalkan penerimaan pajak di bidang digital. Permasalahan yang timbul adalah Tiktoker yang memilih menggunakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Para petugas perpajakan menggolongkan Tiktoker sebagai kegiatan pekerja seni yang termasuk dalam Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) nomor 90002 sebagaimana diatur dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Namun, dalam ruang lingkup pekerja seni, tidak secara spesifik menyebutkan Tiktoker atau pekerjaan sejenisnya. Selain itu hal yang dikaji lainnya adalah perlawanan pajak oleh Tiktoker dan hambatan dalam pelaksanaan pemungutan pajak terhadap Tiktoker di lapangan. Sebagai kesimpulan, Tiktoker tergolong dalam KLU 90002 sebagai kegiatan pekerja seni karena pekerja seni memiliki karakteristik yang sama dengan Tiktoker. Tiktoker yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya belum tentu langsung dikatakan melakukan perlawanan pajak karena pada prakteknya para petugas perpajakan masih menggunakan cara-cara yang persuasif dan sanksi diberikan sebagai upaya terakhir. Hambatan dalam pelaksanaan pemungutan pajak terhadap Tiktoker di lapangan yakni kesulitan mengidentifikasi subjek dan objek dari Tiktoker, keterbatasan memperoleh data yang dapat menggambarkan kondisi dan potensi yang harus direalisasikan dalam penerimaan pajak, penerapan KLU di lapangan yang belum seragam, dan kurangnya kesadaran dan pemahaman oleh Tiktoker terkait kewajiban perpajakannya. \n ","PeriodicalId":445925,"journal":{"name":"Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan","volume":"191 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-08-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.25170/paradigma.v7i2.3546","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
TikTok merupakan aplikasi video sharing yang berasal dari China dengan induk perusahaan bernama ByteDance dan banyak digunakan untuk berbagi video pendek kepada seluruh pengguna aplikasi. Pengguna TikTok yang membuat video biasa disebut Content Creator atau yang lebih dikenal dengan sebutan TikToker. Penghasilan yang diperoleh Tiktoker sebagian besar diperoleh dari endorsement dan Pay Out Coins menjadi perhatian pemerintah dalam bidang perpajakan karena nominal uang yang diterima oleh Tiktoker sangat besar, ditambah pemerintah saat ini sedang memaksimalkan penerimaan pajak di bidang digital. Permasalahan yang timbul adalah Tiktoker yang memilih menggunakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Para petugas perpajakan menggolongkan Tiktoker sebagai kegiatan pekerja seni yang termasuk dalam Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) nomor 90002 sebagaimana diatur dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Namun, dalam ruang lingkup pekerja seni, tidak secara spesifik menyebutkan Tiktoker atau pekerjaan sejenisnya. Selain itu hal yang dikaji lainnya adalah perlawanan pajak oleh Tiktoker dan hambatan dalam pelaksanaan pemungutan pajak terhadap Tiktoker di lapangan. Sebagai kesimpulan, Tiktoker tergolong dalam KLU 90002 sebagai kegiatan pekerja seni karena pekerja seni memiliki karakteristik yang sama dengan Tiktoker. Tiktoker yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya belum tentu langsung dikatakan melakukan perlawanan pajak karena pada prakteknya para petugas perpajakan masih menggunakan cara-cara yang persuasif dan sanksi diberikan sebagai upaya terakhir. Hambatan dalam pelaksanaan pemungutan pajak terhadap Tiktoker di lapangan yakni kesulitan mengidentifikasi subjek dan objek dari Tiktoker, keterbatasan memperoleh data yang dapat menggambarkan kondisi dan potensi yang harus direalisasikan dalam penerimaan pajak, penerapan KLU di lapangan yang belum seragam, dan kurangnya kesadaran dan pemahaman oleh Tiktoker terkait kewajiban perpajakannya.