{"title":"Pendidikan Kemandirian Di Pondok Pesantren","authors":"Syarif Maulidin","doi":"10.58561/jkpi.v3i2.128","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Penelitian ini memiliki beberapa latar belakang. Pertama, kemandirian merupakan salah satu rumusan dalam tujuan pendidikan nasional. Kedua, kemandirian merupakan karakter bangsa yang harus dibangun. Ketiga, krisis kemandirian muncul dalam pendidikan formal. Keempat, pendidikan sekolah tidak menjadi jaminan dalam membangun kemandirian sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Kelima, pondok pesantren dianggap sebagai pondasi yang dapat menciptakan kemandirian bagi para santri.Rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana kemandirian pada santri di pondok pesantren dipraktekkan, bagaimana pondok pesantren menciptakan kebiasaan kemandirian pada santri, apa faktor pendukung dalam menciptakan kemandirian santri, apa faktor penghambat dalam menciptakan kemandirian santri, dan bagaimana model pengembangan kemandirian santri. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitik. Lokus penelitian difokuskan di Pondok Pesantren Darul Falah Bandar Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi dan wawancara mendalam terhadap objek penelitian. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, siswa yang diteliti di sekolah tersebut menunjukkan tingkat kemandirian yang baik. Indikator-indikator yang baik tercermin dari rasa percaya diri, kepercayaan diri, pengendalian diri, pemecah masalah, bertanggung jawab, membantu orang lain, mengharapkan keberhasilan, berpikir kreatif dan inovatif, kesadaran dalam belajar, dan kemampuan dalam mengatur kehidupan mereka. Kedua, upaya sekolah dalam menciptakan kemandirian siswa adalah; (a) siswa yang sudah matang dan yang belum matang berada dalam satu tempat; (b) peer teaching; (c) fasilitas yang baik; (d) membuat organisasi; dan (e) berwirausaha dengan bidang pertanian. Ketiga, faktor pendukung adalah; (a) sekolah menggunakan sarana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan siswa; (b) keinginan yang kuat untuk sukses dengan hidup mandiri; (c) bimbingan dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah; (d) pengajaran yang memotivasi siswa untuk hidup mandiri. Keempat, faktor penghambatnya adalah; (a) sebagian kecil santri tidak tahan dengan kondisi Pondok Pesantren (b) mereka (santri) tidak suka dengan peraturan pondok; (c) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi; dan (d) pola asuh orang tua yang terlalu memanjakan santri baru. Kelima, model pengembangan kemandirian dimulai dari internalisasi nilai-nilai yang dilakukan dengan proses dinamis pada saat pertama kali masuk sekolah, peer teaching, penugasan kegiatan kepengurusan, dan pemberian life skill dalam membangun karakter kemandirian dan kewirausahaan.","PeriodicalId":518399,"journal":{"name":"Jurnal Kajian Pendidikan Islam","volume":" 73","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2024-07-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Kajian Pendidikan Islam","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.58561/jkpi.v3i2.128","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Penelitian ini memiliki beberapa latar belakang. Pertama, kemandirian merupakan salah satu rumusan dalam tujuan pendidikan nasional. Kedua, kemandirian merupakan karakter bangsa yang harus dibangun. Ketiga, krisis kemandirian muncul dalam pendidikan formal. Keempat, pendidikan sekolah tidak menjadi jaminan dalam membangun kemandirian sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Kelima, pondok pesantren dianggap sebagai pondasi yang dapat menciptakan kemandirian bagi para santri.Rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana kemandirian pada santri di pondok pesantren dipraktekkan, bagaimana pondok pesantren menciptakan kebiasaan kemandirian pada santri, apa faktor pendukung dalam menciptakan kemandirian santri, apa faktor penghambat dalam menciptakan kemandirian santri, dan bagaimana model pengembangan kemandirian santri. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitik. Lokus penelitian difokuskan di Pondok Pesantren Darul Falah Bandar Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi dan wawancara mendalam terhadap objek penelitian. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, siswa yang diteliti di sekolah tersebut menunjukkan tingkat kemandirian yang baik. Indikator-indikator yang baik tercermin dari rasa percaya diri, kepercayaan diri, pengendalian diri, pemecah masalah, bertanggung jawab, membantu orang lain, mengharapkan keberhasilan, berpikir kreatif dan inovatif, kesadaran dalam belajar, dan kemampuan dalam mengatur kehidupan mereka. Kedua, upaya sekolah dalam menciptakan kemandirian siswa adalah; (a) siswa yang sudah matang dan yang belum matang berada dalam satu tempat; (b) peer teaching; (c) fasilitas yang baik; (d) membuat organisasi; dan (e) berwirausaha dengan bidang pertanian. Ketiga, faktor pendukung adalah; (a) sekolah menggunakan sarana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan siswa; (b) keinginan yang kuat untuk sukses dengan hidup mandiri; (c) bimbingan dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah; (d) pengajaran yang memotivasi siswa untuk hidup mandiri. Keempat, faktor penghambatnya adalah; (a) sebagian kecil santri tidak tahan dengan kondisi Pondok Pesantren (b) mereka (santri) tidak suka dengan peraturan pondok; (c) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi; dan (d) pola asuh orang tua yang terlalu memanjakan santri baru. Kelima, model pengembangan kemandirian dimulai dari internalisasi nilai-nilai yang dilakukan dengan proses dinamis pada saat pertama kali masuk sekolah, peer teaching, penugasan kegiatan kepengurusan, dan pemberian life skill dalam membangun karakter kemandirian dan kewirausahaan.