{"title":"Persepsi Angela Merkel dan Open Door Policy dalam Krisis Pengungsi Eropa 2015","authors":"Annisa Khaira, Muhammad Yusra, Rifki Dermawan","doi":"10.26593/jihi.v18i1.4603.1-13","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Saat Eropa dilanda oleh krisis pengungsi tahun 2015, Jerman sebagai pemimpin Uni Eropa memberlakukan kebijakan yang kontras berbeda dengan negara anggota lainnya. Melaui Open Door Policy, di bawah komando Angela Merkel, Jerman secara sukarela membuka perbatasannya agar para pengungsi dapat memasuki teritorialnya. Sayangnya, kebijakan ini banyak menuai protes dan penolakan dari berbagai kalangan. Diantaranya adalah masyarakat, partai oposisi, partai naungan Merkel, kelompok kepentingan hingga Uni Eropa sebagai payung regional bagi Jerman. Penetapan kebijakan ini juga tidak melibatkan partisipasi Bundestag (parlemen tingkat I) secara demokatis. Terlepas dari banyaknya penolakan yang ada, Merkel tetap bersikeras mempertahankan kebijakannya. Sikap tersebut merefleksikan adanya suatu cara pandang atau persepsi tersendiri yang dimiliki oleh Merkel dalam melihat krisis pengungsi sehingga ia menetapkan Open Door Policy. Dalam artikel ini, penulis akan menjelaskan bagaimana persepsi pribadi Angela Merkel dapat menuntunnya untuk memilih memberikan perlindungan pada pengungsi meski harus menghadapi berbagai bentuk resistensi. Dengan menggunakan kerangka berpikir hubungan persepsi dengan pengambilan keputusan menurut Ole R. Holsti, ditemukan bahwa sistem keyakinan dan citra mempengaruhi persepsi Angela Merkel yang melihat bahwa Jerman harus menjadi pemeran utama dalam merespon krisis pengungsi yang terjadi di regional Uni Eropa dan juga dunia","PeriodicalId":53014,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional","volume":"62 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-06-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.26593/jihi.v18i1.4603.1-13","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Saat Eropa dilanda oleh krisis pengungsi tahun 2015, Jerman sebagai pemimpin Uni Eropa memberlakukan kebijakan yang kontras berbeda dengan negara anggota lainnya. Melaui Open Door Policy, di bawah komando Angela Merkel, Jerman secara sukarela membuka perbatasannya agar para pengungsi dapat memasuki teritorialnya. Sayangnya, kebijakan ini banyak menuai protes dan penolakan dari berbagai kalangan. Diantaranya adalah masyarakat, partai oposisi, partai naungan Merkel, kelompok kepentingan hingga Uni Eropa sebagai payung regional bagi Jerman. Penetapan kebijakan ini juga tidak melibatkan partisipasi Bundestag (parlemen tingkat I) secara demokatis. Terlepas dari banyaknya penolakan yang ada, Merkel tetap bersikeras mempertahankan kebijakannya. Sikap tersebut merefleksikan adanya suatu cara pandang atau persepsi tersendiri yang dimiliki oleh Merkel dalam melihat krisis pengungsi sehingga ia menetapkan Open Door Policy. Dalam artikel ini, penulis akan menjelaskan bagaimana persepsi pribadi Angela Merkel dapat menuntunnya untuk memilih memberikan perlindungan pada pengungsi meski harus menghadapi berbagai bentuk resistensi. Dengan menggunakan kerangka berpikir hubungan persepsi dengan pengambilan keputusan menurut Ole R. Holsti, ditemukan bahwa sistem keyakinan dan citra mempengaruhi persepsi Angela Merkel yang melihat bahwa Jerman harus menjadi pemeran utama dalam merespon krisis pengungsi yang terjadi di regional Uni Eropa dan juga dunia