{"title":"Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih Bidang Tanah Masyarakat dengan Tanah Kasultanan di Kabupaten Bantul","authors":"Rizqullah Abimanyu","doi":"10.53686/jp.v12i1.155","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"ABSTRAKPelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) diinisiasikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mempercepat pelaksanaan pendaftaran tanah demi mewujudkan target 126 (seratus dua puluh enam) juta tanah bersertipikat di Indonesia. Kabupaten Bantul sebagai salah satu daerah yang melaksanakan kegiatan PTSL memiliki problematika permasalahan yang unik dibandingkan daerah lainnya. Permasalahan tersebut adalah adanya tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Permasalahan tersebut timbul karena adanya pluralisme hukum pertanahan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pola penyelesaian terbaik dari permasalahan tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Tulisan ini menggunakan metode penelitian normatif-empiris dengan pendekatan perundang-undangan, historis, dan sosiologis. Kesimpulan dari tulisan ini adalah terdapat alternatif-alternatif pola penyelesaian berkaitan dengan permasalahan tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Pertama, terhadap bidang tanah dimana masyarakat dapat membuktikan secara kuat kepemilikan bidang tanah tersebut, pelaksanaan PTSL dapat dilanjutkan kepada masyarakat. Kedua, terhadap bidang tanah dimana masyarakat tidak dapat membuktikan kepemilikan bidang tanah tersebut, bidang tanah tersebut menjadi milik Kasultanan dan didaftarkan menjadi sultan ground. Ketiga, masyarakat masih dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan tanah yang telah didaftarkan menjadi sultan ground dengan melakukan permohononan pengelolaan dan pemanfaatan sultan ground (serat kekancingan). kata kunci: pendaftaran tanah, sultan ground, hukum agraria\nABSTRACTThe Implementation of Complete Systematic Land Registration (PTSL) was initiated by the government to accelerate land registration in order to realize the target of 126 (one hundred and twenty six) million certified lands in Indonesia. Compared to other regions that implement PTSL, Bantul Regency has a unique problem. The problem is the overlapping of land parcels between the Bantul Regency’s residents and the Yogyakarta Sultanate. This problem arises because of the pluralism of land law in the Special Region of Yogyakarta (DIY). This paper aims to find out the best pattern for solving the problem of overlapping land parcels between the residents and the Yogyakarta Sultanate. This paper uses a normative-empirical research method with a statutory, historical, and sociological approach. The conclusion of this paper is that there are alternative settlement patterns to cope with this problem. First, for parcels of land where the resident can strongly prove ownership of the land parcels, the implementation of PTSL can be continued to the resident. Second, for plots of land where the resident cannot prove ownership of the plots of land, the land parcels become the property of the Sultanate and then registered as sultan grounds. Third, the residents can still manage and use land that has been registered as the sultan ground by applying for the right to manage and use the sultan ground (Serat Kekancingan).keyword: land registration, sultan ground, agrarian law","PeriodicalId":32710,"journal":{"name":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","volume":"17 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-07-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"BHUMI Jurnal Agraria dan Pertanahan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.53686/jp.v12i1.155","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
ABSTRAKPelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) diinisiasikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mempercepat pelaksanaan pendaftaran tanah demi mewujudkan target 126 (seratus dua puluh enam) juta tanah bersertipikat di Indonesia. Kabupaten Bantul sebagai salah satu daerah yang melaksanakan kegiatan PTSL memiliki problematika permasalahan yang unik dibandingkan daerah lainnya. Permasalahan tersebut adalah adanya tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Permasalahan tersebut timbul karena adanya pluralisme hukum pertanahan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pola penyelesaian terbaik dari permasalahan tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Tulisan ini menggunakan metode penelitian normatif-empiris dengan pendekatan perundang-undangan, historis, dan sosiologis. Kesimpulan dari tulisan ini adalah terdapat alternatif-alternatif pola penyelesaian berkaitan dengan permasalahan tumpang tindih bidang lahan antara masyarakat dengan Kasultanan Yogyakarta. Pertama, terhadap bidang tanah dimana masyarakat dapat membuktikan secara kuat kepemilikan bidang tanah tersebut, pelaksanaan PTSL dapat dilanjutkan kepada masyarakat. Kedua, terhadap bidang tanah dimana masyarakat tidak dapat membuktikan kepemilikan bidang tanah tersebut, bidang tanah tersebut menjadi milik Kasultanan dan didaftarkan menjadi sultan ground. Ketiga, masyarakat masih dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan tanah yang telah didaftarkan menjadi sultan ground dengan melakukan permohononan pengelolaan dan pemanfaatan sultan ground (serat kekancingan). kata kunci: pendaftaran tanah, sultan ground, hukum agraria
ABSTRACTThe Implementation of Complete Systematic Land Registration (PTSL) was initiated by the government to accelerate land registration in order to realize the target of 126 (one hundred and twenty six) million certified lands in Indonesia. Compared to other regions that implement PTSL, Bantul Regency has a unique problem. The problem is the overlapping of land parcels between the Bantul Regency’s residents and the Yogyakarta Sultanate. This problem arises because of the pluralism of land law in the Special Region of Yogyakarta (DIY). This paper aims to find out the best pattern for solving the problem of overlapping land parcels between the residents and the Yogyakarta Sultanate. This paper uses a normative-empirical research method with a statutory, historical, and sociological approach. The conclusion of this paper is that there are alternative settlement patterns to cope with this problem. First, for parcels of land where the resident can strongly prove ownership of the land parcels, the implementation of PTSL can be continued to the resident. Second, for plots of land where the resident cannot prove ownership of the plots of land, the land parcels become the property of the Sultanate and then registered as sultan grounds. Third, the residents can still manage and use land that has been registered as the sultan ground by applying for the right to manage and use the sultan ground (Serat Kekancingan).keyword: land registration, sultan ground, agrarian law