{"title":"AL-GHAZALI : REKONSILIASI SYARIAT DAN TASAWUF","authors":"Irwan Supriadin J","doi":"10.47625/fitua.v3i1.378","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tulisan ini merupakan studi literatur dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang bertujuan menguraikan gagasan al-Ghazali dalam merekonsiliasi antara syariat dan tasawuf. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun al-Ghazali percaya kepada Rasa (Dzawq) namun tidak menyebabkan ia meragukan akal sebagai alat dalam mencapai kepada kebenaran. Akal dituntut untuk menganalisa dan memahami soal-soal agama, sedangkan konsep ma’rifat yang menjadi ciri khas dari al-Ghazali merupakan pengembangan dari konsep-konsep yang telah ada sebelumnya.. Dalam upayanya mendamaikan Syari’ah dan sufisme, al-Ghazali mampu memberikan penjelasan tentang hubungan erat antara syari’ah dengan tasawuf, namun di balik itu, al-Ghazali belum sepenuhnya mampu mendudukkan keduanya pada derajat yang sama. Hal tersebut terlihat dari stratifikasi –awam dan khawas- bagi kaum muslim yang melakukan amal shalih, sehingga secara tidak sadar ia kembali terjebak pada kecenderungan superioritas kaum sufi.","PeriodicalId":113968,"journal":{"name":"FiTUA: Jurnal Studi Islam","volume":"33 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-07-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"FiTUA: Jurnal Studi Islam","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.47625/fitua.v3i1.378","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Tulisan ini merupakan studi literatur dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang bertujuan menguraikan gagasan al-Ghazali dalam merekonsiliasi antara syariat dan tasawuf. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun al-Ghazali percaya kepada Rasa (Dzawq) namun tidak menyebabkan ia meragukan akal sebagai alat dalam mencapai kepada kebenaran. Akal dituntut untuk menganalisa dan memahami soal-soal agama, sedangkan konsep ma’rifat yang menjadi ciri khas dari al-Ghazali merupakan pengembangan dari konsep-konsep yang telah ada sebelumnya.. Dalam upayanya mendamaikan Syari’ah dan sufisme, al-Ghazali mampu memberikan penjelasan tentang hubungan erat antara syari’ah dengan tasawuf, namun di balik itu, al-Ghazali belum sepenuhnya mampu mendudukkan keduanya pada derajat yang sama. Hal tersebut terlihat dari stratifikasi –awam dan khawas- bagi kaum muslim yang melakukan amal shalih, sehingga secara tidak sadar ia kembali terjebak pada kecenderungan superioritas kaum sufi.