{"title":"KONSEP BID’AH MENURUT IMAM NAWAWI DAN SYEKH ABDUL AZIZ BIN BAZ","authors":"Zaiyad Zubaidi Mohamad Shafawi Bin Md Isa","doi":"10.22373/dusturiyah.v9i1.4757","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Definisi bid’ah berbeda-beda sehingga menimbulkan konflik. Pertanyaan penelitian dalam artikal ini adalah apakah makna sunnah dan bid’ah menurut Imam Nawawi dan Syekh Abdul Aziz Bin Baz dan apa dalil yang digunakan dan metode dalam memahaminya seta contoh bid’ah menurut keduanya. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library reseach) meneliti data-data dan bahan-bahan yang tertulis berkaitan dengan tema permasalah yang dikaji, dengan menggunakan bahan primer dan skunder. Hasil penelitian ditemukan bahwa, Imam Nawawi memaknai bid’ah adalah mencipta suatu amalan yang tidak pernah ada pada zaman Rasulullah, dan ia membagikan bid’ah kepada dua macam, yaitu bid’ah ḥasanaḥ seperti membaca talqin setelah dikebumikan mayat dan qabihaḥ seperti shalat raghaib. Imam Nawawi mengtakhsis hadis dengan hadis, yaitu hadis yang bersifat umum ditakhsis dengan hadis yang khusus, sedangkan Bin Baz mengartikan bid’ah adalah tiap-tiap perbuatan ibadah yang dilakukan yang tidak dipraktekkan oleh Rasul seta tidak ada asal dari Al-Qur’an, sunnah dan dari perbuatan khulafa ar-Rasyiddin, dan ia tidak membagikan bid’ah, semua bid’ah adalah ḍhalalah, ia juga menggunakan istilah “mungkar” untuk bid’ah dhalalah. Bin Baz berdalilkan ayat Al-Qur’an dan dikuatkan dengan hadis. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa, Bin Baz hanya mengkhususkan bid’ah dalam masalah ibadah saja, tetapi ia tidak menerangkan batasan ibadah dan yang bukan ibadah, seperti menghukumi sambutan maulid nabi itu sebagai bid’ah, sehingga definisinya sukar untuk diterapkan.","PeriodicalId":415658,"journal":{"name":"Dusturiyah: Jurnal Hukum Islam, Perundang-undangan dan Pranata Sosial","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"2","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Dusturiyah: Jurnal Hukum Islam, Perundang-undangan dan Pranata Sosial","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22373/dusturiyah.v9i1.4757","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 2
摘要
异端的定义因地而异,引起冲突。这篇文章提出的研究问题是根据神父纳瓦伊和酋长阿卜杜勒·阿齐兹·本·巴兹(Abdul Aziz Bin Baz)的说法,关于逊尼派和异端究竟是什么意思,以及他在这两种情况下所使用和理解的方法是什么。使用文献研究方法(rereseach library)研究与所研究的主题相关的数据和材料,使用主要材料和次要材料。研究结果发现,祭司Nawawi定义异端邪说'ah时代是创造了一种称为什么从来没有上帝的使者,他分享了异端邪说对两种,即异端邪说'ah 'ahḥasanaḥ如阅读后talqin埋葬尸体和qabihaḥ像raghaib祈祷。祭司Nawawi mengtakhsis圣训的圣训,就是圣训普遍和特殊的圣训,而本ditakhsis巴兹指的是异端邪说'ah是每个使徒所不实行的宗教行为刚毛没有伊斯兰教的起源'an khulafa行为的,逊尼派ar-Rasyiddin,他也分享了异端邪说'ah,所有的异端邪说'ah是ḍhalalah,他也用“mungkar异端邪说'ah dhalalah。本巴兹根据古兰经的经文改编,并由圣训加以巩固。从上述资料我们可以看出,宾巴兹只把异端分子专治在崇拜上,但他没有指明崇拜的限制和非宗教,比如用异端的方式惩罚先知
KONSEP BID’AH MENURUT IMAM NAWAWI DAN SYEKH ABDUL AZIZ BIN BAZ
Definisi bid’ah berbeda-beda sehingga menimbulkan konflik. Pertanyaan penelitian dalam artikal ini adalah apakah makna sunnah dan bid’ah menurut Imam Nawawi dan Syekh Abdul Aziz Bin Baz dan apa dalil yang digunakan dan metode dalam memahaminya seta contoh bid’ah menurut keduanya. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library reseach) meneliti data-data dan bahan-bahan yang tertulis berkaitan dengan tema permasalah yang dikaji, dengan menggunakan bahan primer dan skunder. Hasil penelitian ditemukan bahwa, Imam Nawawi memaknai bid’ah adalah mencipta suatu amalan yang tidak pernah ada pada zaman Rasulullah, dan ia membagikan bid’ah kepada dua macam, yaitu bid’ah ḥasanaḥ seperti membaca talqin setelah dikebumikan mayat dan qabihaḥ seperti shalat raghaib. Imam Nawawi mengtakhsis hadis dengan hadis, yaitu hadis yang bersifat umum ditakhsis dengan hadis yang khusus, sedangkan Bin Baz mengartikan bid’ah adalah tiap-tiap perbuatan ibadah yang dilakukan yang tidak dipraktekkan oleh Rasul seta tidak ada asal dari Al-Qur’an, sunnah dan dari perbuatan khulafa ar-Rasyiddin, dan ia tidak membagikan bid’ah, semua bid’ah adalah ḍhalalah, ia juga menggunakan istilah “mungkar” untuk bid’ah dhalalah. Bin Baz berdalilkan ayat Al-Qur’an dan dikuatkan dengan hadis. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa, Bin Baz hanya mengkhususkan bid’ah dalam masalah ibadah saja, tetapi ia tidak menerangkan batasan ibadah dan yang bukan ibadah, seperti menghukumi sambutan maulid nabi itu sebagai bid’ah, sehingga definisinya sukar untuk diterapkan.