{"title":"穆斯林对经济活动的影响及潜在的感知障碍","authors":"Kholiq Budi Santoso","doi":"10.61088/dinar.v6i1.475","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Sebagai makhluk sosial, manusia tidak luput dari interaksi dengan yang lain dengan berbagi latar belakang kepentingan yang mendasarinya. Satu diantara aspek kepentingan manusia adalah memenuhi kebutuhannya yang tidak mungkin tanpa peran serta pihak lain dan sebaliknya. Relasi demikian menjadikan manusia disebut juga sebagai makhluk ekonomi. Hal demikian berlaku tanpa pandang latar belakang agama, suku, ras dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini adalah kedua jenis manusia pria dan wanita, muslim maupun non muslim. Walaupun demikian, dalam perannya sebagai makhluk ekonomi, seorang muslim memiliki pedoman dengan karakteristik ilahiyyah berdasar dogma al-Qur’an dan sunnah. Karakteristik tersebut menyangkut jenis barang dan jasa, jenis transaksi maupun etika dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasar kaidah bahwa asal mula segala hal adalah boleh, namun terdapat beberap hal yang diharamkan, demikian pula menyangkut jasa. Dalam perspektif etika, dalam berinteraksi ekonomi, adab interaksi meliputi tutup aurat, adab memandang dan sentuhan tetap berlaku, sesuai dengan tingkat kepentingan. \nKhusus mengenai adab interaksi antar lawan jenis, Islam memberi tuntunan yang menjamin kehormatan masing-masing pihak. Namun di balik itu, terdapat beberapa pandangan ulama terkait dengan muslimah yang potensial menjadi kendala bagi muslimah untuk menjalani haknya dalam kegiatan ekonomi. Pendapat tersebut memang berdasar pada dalil, namun memerlukan penempatan sesuai dengan proporsi yang tepat. Pemahaman yang kurang proporsional potensial berdampak besar terhadap kontribusi yang semestinya terjadi dari setengah jumlah manusia dalam kurun kehidupan. Perkara khilafiyah memang tidak akan putus, namun seiring dengan perkembangan realitas yang tidak mungkin ditolak, serta kajian obyektif yang semakin komprehensif dapat menemukan solusi yang memadahi, yang dalam hal ini terkait dengan potensi persepsi kendala syar’i. \nAtas dasar latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini, penulis merumuskan dua masalah:Pertama, apa hukum kepesertaan muslimah dalam aspek ekonomi? Kedua, apa ketentuan syar’i yang potensial dipersepsi menjadi kendala kesertaan muslimah dalam aspek ekonomi? Jawaban atas dua rumusan masalah tersebut diharapkan memberikan tambahan wawasan dan solusi tepat atas problematika muslimah kontemporer. Setelah dilakukan penelitian pustaka dengan metode deskriptif kualitatif disimpulkan bahwa, pertama kepesertaan muslimah dalam kegiatan ekonomi pada dasarnya adalah mubah, dengan memenuhi adab syar’i yang semestinya. Kedua, ada beberapa hal yang potensial dipersepsi menjadi kendala syar’i dalam kepesertaan muslimah pada kegiatan ekonomi diantaranya adalah (a) Larangan memandang lawan jenis yang bukan suami atau mahram (b) Larangan bepergian tanpa suami atau mahram. \nSetelah dilakukan pembahasan mendalam tentang dua aspek tersebut tidak terbukti bahwa keduanya dapat menghalangi keikutsertaan muslimah dalam kegiatan ekonomi dengan alasan (a) Larangan memandang lawan jenis tidak bersifat mutlak, dan dibenarkan menurut semua madzhab dalam kondisi dibutuhkan atau darurat, contohnya adalah kegiatan ekonomi. (b) Larangan muslimah bepergian tanpa mahram atau suami juga tidak bersifat mutlak, melainkan berdasar ‘illat hukum yaitu ketiadaan jaminan keamanan baik menyangkut fisik maupun kehormatan. Dengan demikian jika ada kegiatan ekonomi yang menghendaki adanya bepergian dapat dibenarkan semasa ada jaminan keamanan serta adab syar’i lain yang terkait dipenuhi.","PeriodicalId":292175,"journal":{"name":"Dinar : Jurnal Prodi Ekonomi Syariah","volume":"51 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-09-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"HUKUM KEPESERTAAN MUSLIMAH DALAM KEGIATAN EKONOMI DAN POTENSI PERSEPSI KENDALA SYAR’I\",\"authors\":\"Kholiq Budi Santoso\",\"doi\":\"10.61088/dinar.v6i1.475\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Sebagai makhluk sosial, manusia tidak luput dari interaksi dengan yang lain dengan berbagi latar belakang kepentingan yang mendasarinya. Satu diantara aspek kepentingan manusia adalah memenuhi kebutuhannya yang tidak mungkin tanpa peran serta pihak lain dan sebaliknya. Relasi demikian menjadikan manusia disebut juga sebagai makhluk ekonomi. Hal demikian berlaku tanpa pandang latar belakang agama, suku, ras dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini adalah kedua jenis manusia pria dan wanita, muslim maupun non muslim. Walaupun demikian, dalam perannya sebagai makhluk ekonomi, seorang muslim memiliki pedoman dengan karakteristik ilahiyyah berdasar dogma al-Qur’an dan sunnah. Karakteristik tersebut menyangkut jenis barang dan jasa, jenis transaksi maupun etika dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasar kaidah bahwa asal mula segala hal adalah boleh, namun terdapat beberap hal yang diharamkan, demikian pula menyangkut jasa. Dalam perspektif etika, dalam berinteraksi ekonomi, adab interaksi meliputi tutup aurat, adab memandang dan sentuhan tetap berlaku, sesuai dengan tingkat kepentingan. \\nKhusus mengenai adab interaksi antar lawan jenis, Islam memberi tuntunan yang menjamin kehormatan masing-masing pihak. Namun di balik itu, terdapat beberapa pandangan ulama terkait dengan muslimah yang potensial menjadi kendala bagi muslimah untuk menjalani haknya dalam kegiatan ekonomi. Pendapat tersebut memang berdasar pada dalil, namun memerlukan penempatan sesuai dengan proporsi yang tepat. Pemahaman yang kurang proporsional potensial berdampak besar terhadap kontribusi yang semestinya terjadi dari setengah jumlah manusia dalam kurun kehidupan. Perkara khilafiyah memang tidak akan putus, namun seiring dengan perkembangan realitas yang tidak mungkin ditolak, serta kajian obyektif yang semakin komprehensif dapat menemukan solusi yang memadahi, yang dalam hal ini terkait dengan potensi persepsi kendala syar’i. \\nAtas dasar latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini, penulis merumuskan dua masalah:Pertama, apa hukum kepesertaan muslimah dalam aspek ekonomi? Kedua, apa ketentuan syar’i yang potensial dipersepsi menjadi kendala kesertaan muslimah dalam aspek ekonomi? Jawaban atas dua rumusan masalah tersebut diharapkan memberikan tambahan wawasan dan solusi tepat atas problematika muslimah kontemporer. Setelah dilakukan penelitian pustaka dengan metode deskriptif kualitatif disimpulkan bahwa, pertama kepesertaan muslimah dalam kegiatan ekonomi pada dasarnya adalah mubah, dengan memenuhi adab syar’i yang semestinya. Kedua, ada beberapa hal yang potensial dipersepsi menjadi kendala syar’i dalam kepesertaan muslimah pada kegiatan ekonomi diantaranya adalah (a) Larangan memandang lawan jenis yang bukan suami atau mahram (b) Larangan bepergian tanpa suami atau mahram. \\nSetelah dilakukan pembahasan mendalam tentang dua aspek tersebut tidak terbukti bahwa keduanya dapat menghalangi keikutsertaan muslimah dalam kegiatan ekonomi dengan alasan (a) Larangan memandang lawan jenis tidak bersifat mutlak, dan dibenarkan menurut semua madzhab dalam kondisi dibutuhkan atau darurat, contohnya adalah kegiatan ekonomi. (b) Larangan muslimah bepergian tanpa mahram atau suami juga tidak bersifat mutlak, melainkan berdasar ‘illat hukum yaitu ketiadaan jaminan keamanan baik menyangkut fisik maupun kehormatan. Dengan demikian jika ada kegiatan ekonomi yang menghendaki adanya bepergian dapat dibenarkan semasa ada jaminan keamanan serta adab syar’i lain yang terkait dipenuhi.\",\"PeriodicalId\":292175,\"journal\":{\"name\":\"Dinar : Jurnal Prodi Ekonomi Syariah\",\"volume\":\"51 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2022-09-05\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Dinar : Jurnal Prodi Ekonomi Syariah\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.61088/dinar.v6i1.475\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Dinar : Jurnal Prodi Ekonomi Syariah","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.61088/dinar.v6i1.475","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
HUKUM KEPESERTAAN MUSLIMAH DALAM KEGIATAN EKONOMI DAN POTENSI PERSEPSI KENDALA SYAR’I
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak luput dari interaksi dengan yang lain dengan berbagi latar belakang kepentingan yang mendasarinya. Satu diantara aspek kepentingan manusia adalah memenuhi kebutuhannya yang tidak mungkin tanpa peran serta pihak lain dan sebaliknya. Relasi demikian menjadikan manusia disebut juga sebagai makhluk ekonomi. Hal demikian berlaku tanpa pandang latar belakang agama, suku, ras dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini adalah kedua jenis manusia pria dan wanita, muslim maupun non muslim. Walaupun demikian, dalam perannya sebagai makhluk ekonomi, seorang muslim memiliki pedoman dengan karakteristik ilahiyyah berdasar dogma al-Qur’an dan sunnah. Karakteristik tersebut menyangkut jenis barang dan jasa, jenis transaksi maupun etika dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasar kaidah bahwa asal mula segala hal adalah boleh, namun terdapat beberap hal yang diharamkan, demikian pula menyangkut jasa. Dalam perspektif etika, dalam berinteraksi ekonomi, adab interaksi meliputi tutup aurat, adab memandang dan sentuhan tetap berlaku, sesuai dengan tingkat kepentingan.
Khusus mengenai adab interaksi antar lawan jenis, Islam memberi tuntunan yang menjamin kehormatan masing-masing pihak. Namun di balik itu, terdapat beberapa pandangan ulama terkait dengan muslimah yang potensial menjadi kendala bagi muslimah untuk menjalani haknya dalam kegiatan ekonomi. Pendapat tersebut memang berdasar pada dalil, namun memerlukan penempatan sesuai dengan proporsi yang tepat. Pemahaman yang kurang proporsional potensial berdampak besar terhadap kontribusi yang semestinya terjadi dari setengah jumlah manusia dalam kurun kehidupan. Perkara khilafiyah memang tidak akan putus, namun seiring dengan perkembangan realitas yang tidak mungkin ditolak, serta kajian obyektif yang semakin komprehensif dapat menemukan solusi yang memadahi, yang dalam hal ini terkait dengan potensi persepsi kendala syar’i.
Atas dasar latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini, penulis merumuskan dua masalah:Pertama, apa hukum kepesertaan muslimah dalam aspek ekonomi? Kedua, apa ketentuan syar’i yang potensial dipersepsi menjadi kendala kesertaan muslimah dalam aspek ekonomi? Jawaban atas dua rumusan masalah tersebut diharapkan memberikan tambahan wawasan dan solusi tepat atas problematika muslimah kontemporer. Setelah dilakukan penelitian pustaka dengan metode deskriptif kualitatif disimpulkan bahwa, pertama kepesertaan muslimah dalam kegiatan ekonomi pada dasarnya adalah mubah, dengan memenuhi adab syar’i yang semestinya. Kedua, ada beberapa hal yang potensial dipersepsi menjadi kendala syar’i dalam kepesertaan muslimah pada kegiatan ekonomi diantaranya adalah (a) Larangan memandang lawan jenis yang bukan suami atau mahram (b) Larangan bepergian tanpa suami atau mahram.
Setelah dilakukan pembahasan mendalam tentang dua aspek tersebut tidak terbukti bahwa keduanya dapat menghalangi keikutsertaan muslimah dalam kegiatan ekonomi dengan alasan (a) Larangan memandang lawan jenis tidak bersifat mutlak, dan dibenarkan menurut semua madzhab dalam kondisi dibutuhkan atau darurat, contohnya adalah kegiatan ekonomi. (b) Larangan muslimah bepergian tanpa mahram atau suami juga tidak bersifat mutlak, melainkan berdasar ‘illat hukum yaitu ketiadaan jaminan keamanan baik menyangkut fisik maupun kehormatan. Dengan demikian jika ada kegiatan ekonomi yang menghendaki adanya bepergian dapat dibenarkan semasa ada jaminan keamanan serta adab syar’i lain yang terkait dipenuhi.