{"title":"通过雅加达的建筑设计利用粮食损失解决粮食危机","authors":"Audrey Octaviani, Samsu Hendra Siwi","doi":"10.24912/stupa.v5i2.24301","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Food is one of the main basic needs and must be fulfilled by humans at all times. However, over time, food that has been stored for too long experiences a decrease in quality and eventually becomes food waste. It should be noted that 40% of the total waste in Indonesia is food waste (SIPSN, 2022). Based on data obtained from the databox in 2022, the City of DKI Jakarta is one of the highest producers of food waste in Indonesia, of which 2/3 comes from food loss. While food loss itself is food that is discarded before it reaches the consumer due to a decrease in quality and is still suitable for consumption. This continuous increase in the prevalence of food waste then triggers global warming that is happening in the world, where food waste contributes around 8-10% of carbon emissions. On the other hand, there is still a food crisis experienced by the number of people who tend to belong to the lower middle-class economy, which then exacerbates the problem of nutrition (stunting) in DKI Jakarta (FAO, 2021). This research examines the use of food loss to deal with food crises that occurred in Indonesia, especially in DKI Jakarta. The phenomenological method was used in this study as a solution to the problem, namely by capturing the phenomenon of increased food waste due to food loss, which was then linked to the phenomenon of nutritional problems in the form of stunting due to the food crisis that occurred in Jakarta. Thus, the main objective of this study is to propose an architectural solution. The results of this research are expected to be a solution to environmental and humanitarian problems, as well as to raise public awareness in the city of Jakarta. Keywords: decline in food quality; food crisis; food loss; food waste; stunting Abstrak Pangan merupakan salah satu kebutuhan utama yang mendasar dan harus dipenuhi oleh manusia di setiap saat. Namun seiring berjalannya waktu, pangan yang telah disimpan terlalu lama mengalami penurunan kualitas hingga akhirnya menjadi sampah makanan. Perlu diketahui bahwa 40% dari total sampah yang terdapat di Indonesia merupakan sampah makanan (SIPSN, 2022). Berdasarkan data yang diperoleh dari databoks pada tahun 2022, Kota DKI Jakarta menajadi salah satu penghasil sampah makanan tertinggi di Indonesia, yang 2/3 nya berasal dari food loss. Sementara food loss sendiri merupakan makanan yang dibuang sebelum mencapai konsumen akibat penurunan kualitas, dan sebenarnya masih layak untuk dikonsumsi. Peningkatan prevalensi sampah makanan secara terus menerus ini kemudian memicu pemanasan global yang terjadi di dunia, dimana limbah makanan menyumbang sekitar 8-10% emisi karbon. Pada sisi lain, masih terdapat krisis pangan yang dialami oleh sejumlah masyarakat yang cenderung tergolong pada ekonomi kelas menengah ke bawah, yang kemudian memperburuk permasalahan gizi (stunting) di DKI Jakarta (FAO, 2021). Penelitian ini mengangkat pemanfaatan food loss untuk menangani krisis pangan yang terjadi di Indonesia, khususnya pada DKI Jakarta. Metode fenomenologi digunakan pada penelitian ini sebagai penyelesaian masalah, yaitu dengan menangkap fenomena peningkatan sampah makanan akibat food loss, yang kemudian dihubungkan dengan fenomena permasalahan gizi berupa stunting akibat krisis pangan yang terjadi di Jakarta. Maka, tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mengusulkan penyelesaian secara arsitektural. Hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi penyelesaian dari permasalahan lingkungan dan kemanusiaan, serta menjadi penyadaran masyarakat di Kota Jakarta.","PeriodicalId":129877,"journal":{"name":"Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa)","volume":"229 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-10-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"PEMANFAATAN FOOD LOSS UNTUK MENANGANI KRISIS PANGAN MELALUI ASPEK ARSITEKTURAL DI JAKARTA\",\"authors\":\"Audrey Octaviani, Samsu Hendra Siwi\",\"doi\":\"10.24912/stupa.v5i2.24301\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Food is one of the main basic needs and must be fulfilled by humans at all times. However, over time, food that has been stored for too long experiences a decrease in quality and eventually becomes food waste. It should be noted that 40% of the total waste in Indonesia is food waste (SIPSN, 2022). Based on data obtained from the databox in 2022, the City of DKI Jakarta is one of the highest producers of food waste in Indonesia, of which 2/3 comes from food loss. While food loss itself is food that is discarded before it reaches the consumer due to a decrease in quality and is still suitable for consumption. This continuous increase in the prevalence of food waste then triggers global warming that is happening in the world, where food waste contributes around 8-10% of carbon emissions. On the other hand, there is still a food crisis experienced by the number of people who tend to belong to the lower middle-class economy, which then exacerbates the problem of nutrition (stunting) in DKI Jakarta (FAO, 2021). This research examines the use of food loss to deal with food crises that occurred in Indonesia, especially in DKI Jakarta. The phenomenological method was used in this study as a solution to the problem, namely by capturing the phenomenon of increased food waste due to food loss, which was then linked to the phenomenon of nutritional problems in the form of stunting due to the food crisis that occurred in Jakarta. Thus, the main objective of this study is to propose an architectural solution. The results of this research are expected to be a solution to environmental and humanitarian problems, as well as to raise public awareness in the city of Jakarta. Keywords: decline in food quality; food crisis; food loss; food waste; stunting Abstrak Pangan merupakan salah satu kebutuhan utama yang mendasar dan harus dipenuhi oleh manusia di setiap saat. Namun seiring berjalannya waktu, pangan yang telah disimpan terlalu lama mengalami penurunan kualitas hingga akhirnya menjadi sampah makanan. Perlu diketahui bahwa 40% dari total sampah yang terdapat di Indonesia merupakan sampah makanan (SIPSN, 2022). Berdasarkan data yang diperoleh dari databoks pada tahun 2022, Kota DKI Jakarta menajadi salah satu penghasil sampah makanan tertinggi di Indonesia, yang 2/3 nya berasal dari food loss. Sementara food loss sendiri merupakan makanan yang dibuang sebelum mencapai konsumen akibat penurunan kualitas, dan sebenarnya masih layak untuk dikonsumsi. Peningkatan prevalensi sampah makanan secara terus menerus ini kemudian memicu pemanasan global yang terjadi di dunia, dimana limbah makanan menyumbang sekitar 8-10% emisi karbon. Pada sisi lain, masih terdapat krisis pangan yang dialami oleh sejumlah masyarakat yang cenderung tergolong pada ekonomi kelas menengah ke bawah, yang kemudian memperburuk permasalahan gizi (stunting) di DKI Jakarta (FAO, 2021). Penelitian ini mengangkat pemanfaatan food loss untuk menangani krisis pangan yang terjadi di Indonesia, khususnya pada DKI Jakarta. Metode fenomenologi digunakan pada penelitian ini sebagai penyelesaian masalah, yaitu dengan menangkap fenomena peningkatan sampah makanan akibat food loss, yang kemudian dihubungkan dengan fenomena permasalahan gizi berupa stunting akibat krisis pangan yang terjadi di Jakarta. Maka, tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mengusulkan penyelesaian secara arsitektural. Hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi penyelesaian dari permasalahan lingkungan dan kemanusiaan, serta menjadi penyadaran masyarakat di Kota Jakarta.\",\"PeriodicalId\":129877,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa)\",\"volume\":\"229 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-10-31\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa)\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.24912/stupa.v5i2.24301\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24912/stupa.v5i2.24301","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
PEMANFAATAN FOOD LOSS UNTUK MENANGANI KRISIS PANGAN MELALUI ASPEK ARSITEKTURAL DI JAKARTA
Food is one of the main basic needs and must be fulfilled by humans at all times. However, over time, food that has been stored for too long experiences a decrease in quality and eventually becomes food waste. It should be noted that 40% of the total waste in Indonesia is food waste (SIPSN, 2022). Based on data obtained from the databox in 2022, the City of DKI Jakarta is one of the highest producers of food waste in Indonesia, of which 2/3 comes from food loss. While food loss itself is food that is discarded before it reaches the consumer due to a decrease in quality and is still suitable for consumption. This continuous increase in the prevalence of food waste then triggers global warming that is happening in the world, where food waste contributes around 8-10% of carbon emissions. On the other hand, there is still a food crisis experienced by the number of people who tend to belong to the lower middle-class economy, which then exacerbates the problem of nutrition (stunting) in DKI Jakarta (FAO, 2021). This research examines the use of food loss to deal with food crises that occurred in Indonesia, especially in DKI Jakarta. The phenomenological method was used in this study as a solution to the problem, namely by capturing the phenomenon of increased food waste due to food loss, which was then linked to the phenomenon of nutritional problems in the form of stunting due to the food crisis that occurred in Jakarta. Thus, the main objective of this study is to propose an architectural solution. The results of this research are expected to be a solution to environmental and humanitarian problems, as well as to raise public awareness in the city of Jakarta. Keywords: decline in food quality; food crisis; food loss; food waste; stunting Abstrak Pangan merupakan salah satu kebutuhan utama yang mendasar dan harus dipenuhi oleh manusia di setiap saat. Namun seiring berjalannya waktu, pangan yang telah disimpan terlalu lama mengalami penurunan kualitas hingga akhirnya menjadi sampah makanan. Perlu diketahui bahwa 40% dari total sampah yang terdapat di Indonesia merupakan sampah makanan (SIPSN, 2022). Berdasarkan data yang diperoleh dari databoks pada tahun 2022, Kota DKI Jakarta menajadi salah satu penghasil sampah makanan tertinggi di Indonesia, yang 2/3 nya berasal dari food loss. Sementara food loss sendiri merupakan makanan yang dibuang sebelum mencapai konsumen akibat penurunan kualitas, dan sebenarnya masih layak untuk dikonsumsi. Peningkatan prevalensi sampah makanan secara terus menerus ini kemudian memicu pemanasan global yang terjadi di dunia, dimana limbah makanan menyumbang sekitar 8-10% emisi karbon. Pada sisi lain, masih terdapat krisis pangan yang dialami oleh sejumlah masyarakat yang cenderung tergolong pada ekonomi kelas menengah ke bawah, yang kemudian memperburuk permasalahan gizi (stunting) di DKI Jakarta (FAO, 2021). Penelitian ini mengangkat pemanfaatan food loss untuk menangani krisis pangan yang terjadi di Indonesia, khususnya pada DKI Jakarta. Metode fenomenologi digunakan pada penelitian ini sebagai penyelesaian masalah, yaitu dengan menangkap fenomena peningkatan sampah makanan akibat food loss, yang kemudian dihubungkan dengan fenomena permasalahan gizi berupa stunting akibat krisis pangan yang terjadi di Jakarta. Maka, tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mengusulkan penyelesaian secara arsitektural. Hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi penyelesaian dari permasalahan lingkungan dan kemanusiaan, serta menjadi penyadaran masyarakat di Kota Jakarta.