{"title":"背景音乐作为SRATEGI营销和分类的社会阶层访友BOYOLALI","authors":"Erna Nurhayati, Bondet Wrahatnala Bondet, Aris Setiawan","doi":"10.30997/jsh.v13i1.5112","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Dalam pengelompokan musik, sering dihubungkan pada beberapa kepentingan di dalam masyarakat. Seperti halnya muzak yang menjadi musik latar untuk diputar di tempat tertentu yang kemudian pemutarannya menjadi program melalui tingkat suara, musik, dan temanya. Hal ini juga diterapkan pada Departement Store Boyolali sebagai strategi marketing untuk menarik pengunjung. Penelitian bertujuan untuk mengungkap adanya fenomena pengelompokan musik. Musik diidentikan sebagai kelas sosial, sesuai pendapat Pierre Bourdieu yang digunakan dalam landasan pemikiran penelitian ini. Hal ini untuk mengelompokkan kelas ekonomis dalam pemutaran musik di Departement Store tersebut. Peneliti menggunakan metode kualitatif untuk memahami suatu fenomena yang terjadi di Departement Store Boyolali, dengan menggunakan prosedur observasi, tinjauan dokumen, perekaman, wawancara dan analisis secara mendalam dengan menggunakan thick description. Dengan membedah persoalan ini, menggunakan pendekatan dan perspektif fenomenologi yang dilihat dari berbagi aspek inderawi dan konseptual dengan melihat berbagai fenomena yang ada. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa musik yang diputar dikelompokkan menjadi dua, yaitu musik kelas bawah dan kelas atas. Masyarakat kalangan atas sering mendengarkan jenis musik yang berganre jazz, pop atau sering disebut selera budaya barat. Sedangkan masyarakat kalangan menengah ke bawah cenderung menyukai musik dangdut. Departement Store Boyolali mempunyai konsep penjualan untuk kalangan menengah ke atas, sehingga eksistensi musik dangdut tidak termasuk dalam play list musik. Akan tetapi setelah melihat fakta dan banyaknya fenomena yang ada saat ini dari berbagai musisi dangdut mulai digandrungi semua kalangan, dapat membuktikan bahwa dangdut bukan lagi sebagai musiknya kaum marginal, melainkan menjadi musik semua kalangan.","PeriodicalId":53374,"journal":{"name":"Jurnal Sosial Humaniora","volume":"50 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-04-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"MUSIK BACKGROUND SEBAGAI SRATEGI PEMASARAN DAN KLASIFIKASI KELAS SOSIAL PENGUNJUNG AMIGO BOYOLALI\",\"authors\":\"Erna Nurhayati, Bondet Wrahatnala Bondet, Aris Setiawan\",\"doi\":\"10.30997/jsh.v13i1.5112\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Dalam pengelompokan musik, sering dihubungkan pada beberapa kepentingan di dalam masyarakat. Seperti halnya muzak yang menjadi musik latar untuk diputar di tempat tertentu yang kemudian pemutarannya menjadi program melalui tingkat suara, musik, dan temanya. Hal ini juga diterapkan pada Departement Store Boyolali sebagai strategi marketing untuk menarik pengunjung. Penelitian bertujuan untuk mengungkap adanya fenomena pengelompokan musik. Musik diidentikan sebagai kelas sosial, sesuai pendapat Pierre Bourdieu yang digunakan dalam landasan pemikiran penelitian ini. Hal ini untuk mengelompokkan kelas ekonomis dalam pemutaran musik di Departement Store tersebut. Peneliti menggunakan metode kualitatif untuk memahami suatu fenomena yang terjadi di Departement Store Boyolali, dengan menggunakan prosedur observasi, tinjauan dokumen, perekaman, wawancara dan analisis secara mendalam dengan menggunakan thick description. Dengan membedah persoalan ini, menggunakan pendekatan dan perspektif fenomenologi yang dilihat dari berbagi aspek inderawi dan konseptual dengan melihat berbagai fenomena yang ada. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa musik yang diputar dikelompokkan menjadi dua, yaitu musik kelas bawah dan kelas atas. Masyarakat kalangan atas sering mendengarkan jenis musik yang berganre jazz, pop atau sering disebut selera budaya barat. Sedangkan masyarakat kalangan menengah ke bawah cenderung menyukai musik dangdut. Departement Store Boyolali mempunyai konsep penjualan untuk kalangan menengah ke atas, sehingga eksistensi musik dangdut tidak termasuk dalam play list musik. Akan tetapi setelah melihat fakta dan banyaknya fenomena yang ada saat ini dari berbagai musisi dangdut mulai digandrungi semua kalangan, dapat membuktikan bahwa dangdut bukan lagi sebagai musiknya kaum marginal, melainkan menjadi musik semua kalangan.\",\"PeriodicalId\":53374,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Sosial Humaniora\",\"volume\":\"50 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2022-04-23\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Sosial Humaniora\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.30997/jsh.v13i1.5112\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Sosial Humaniora","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.30997/jsh.v13i1.5112","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
MUSIK BACKGROUND SEBAGAI SRATEGI PEMASARAN DAN KLASIFIKASI KELAS SOSIAL PENGUNJUNG AMIGO BOYOLALI
Dalam pengelompokan musik, sering dihubungkan pada beberapa kepentingan di dalam masyarakat. Seperti halnya muzak yang menjadi musik latar untuk diputar di tempat tertentu yang kemudian pemutarannya menjadi program melalui tingkat suara, musik, dan temanya. Hal ini juga diterapkan pada Departement Store Boyolali sebagai strategi marketing untuk menarik pengunjung. Penelitian bertujuan untuk mengungkap adanya fenomena pengelompokan musik. Musik diidentikan sebagai kelas sosial, sesuai pendapat Pierre Bourdieu yang digunakan dalam landasan pemikiran penelitian ini. Hal ini untuk mengelompokkan kelas ekonomis dalam pemutaran musik di Departement Store tersebut. Peneliti menggunakan metode kualitatif untuk memahami suatu fenomena yang terjadi di Departement Store Boyolali, dengan menggunakan prosedur observasi, tinjauan dokumen, perekaman, wawancara dan analisis secara mendalam dengan menggunakan thick description. Dengan membedah persoalan ini, menggunakan pendekatan dan perspektif fenomenologi yang dilihat dari berbagi aspek inderawi dan konseptual dengan melihat berbagai fenomena yang ada. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa musik yang diputar dikelompokkan menjadi dua, yaitu musik kelas bawah dan kelas atas. Masyarakat kalangan atas sering mendengarkan jenis musik yang berganre jazz, pop atau sering disebut selera budaya barat. Sedangkan masyarakat kalangan menengah ke bawah cenderung menyukai musik dangdut. Departement Store Boyolali mempunyai konsep penjualan untuk kalangan menengah ke atas, sehingga eksistensi musik dangdut tidak termasuk dalam play list musik. Akan tetapi setelah melihat fakta dan banyaknya fenomena yang ada saat ini dari berbagai musisi dangdut mulai digandrungi semua kalangan, dapat membuktikan bahwa dangdut bukan lagi sebagai musiknya kaum marginal, melainkan menjadi musik semua kalangan.