Alfrid Sentosa, Fauzi A Rahman, Betty Karya, Tutik Haryani
{"title":"EKONOMI HIJAU PENDEKATAN SOSIAL DAN BUDAYA","authors":"Alfrid Sentosa, Fauzi A Rahman, Betty Karya, Tutik Haryani","doi":"10.54683/puppr.v1i0.28","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Beberapa elemen sosial dan budaya dapat digunakan untuk mendukung pembangunan, sebaliknya pembangunan harus memperkuat modal sosial. termasuk budaya di dalamnya. Diakui atau tidak, perkembangan kita selama ini merupakan perkembangan yang mengerikan bagi banyak orang. Tidak hanya sering merusak lingkungan, tetapi juga merusak ikatan sosial dan budaya masyarakat. Negara sama sekali tidak berdaya ketika tanah tempat mereka tinggal dan mencari makan sebagian dari hutan rakyatnya digunduli karena kayunya ditebang. Perkembangan di Indonesia jarang memperhatikan faktor sosial budaya. Bahkan perkembangan biasa tanpa subjek. Kelayakan dinyatakan dengan angka saja. Perencanaan pembangunan seolah menjadi monopoli para ekonom atau politisi. Sosiolog atau antropolog jarang terlibat dalam perencanaan pembangunan. Memang benar bahwa mengintegrasikan modal sosial dan budaya ke dalam diskusi pembangunan membuat lebih sulit untuk menemukan strategi dan desain yang tepat. Di sisi lain, kebijakan yang mengabaikan modal sosiokultural juga memiliki keterbatasan yang sangat serius. Pentingan peninjauan kembali dalam menjalankan program ekonomi hijau dengan melibatkan sosiolog dan antropolog dengan memperhatihan dari berbagai sudut pandang sangat penting agar program ini dapat berjalan dengan baik dan memberi manfaat yang besar bagi masyarakat menuju pembangunan berkelanjutan.","PeriodicalId":338040,"journal":{"name":"PROSIDING SEMINAR NASIONAL UNIVERSITAS PGRI PALANGKA RAYA","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-09-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"PROSIDING SEMINAR NASIONAL UNIVERSITAS PGRI PALANGKA RAYA","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.54683/puppr.v1i0.28","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Beberapa elemen sosial dan budaya dapat digunakan untuk mendukung pembangunan, sebaliknya pembangunan harus memperkuat modal sosial. termasuk budaya di dalamnya. Diakui atau tidak, perkembangan kita selama ini merupakan perkembangan yang mengerikan bagi banyak orang. Tidak hanya sering merusak lingkungan, tetapi juga merusak ikatan sosial dan budaya masyarakat. Negara sama sekali tidak berdaya ketika tanah tempat mereka tinggal dan mencari makan sebagian dari hutan rakyatnya digunduli karena kayunya ditebang. Perkembangan di Indonesia jarang memperhatikan faktor sosial budaya. Bahkan perkembangan biasa tanpa subjek. Kelayakan dinyatakan dengan angka saja. Perencanaan pembangunan seolah menjadi monopoli para ekonom atau politisi. Sosiolog atau antropolog jarang terlibat dalam perencanaan pembangunan. Memang benar bahwa mengintegrasikan modal sosial dan budaya ke dalam diskusi pembangunan membuat lebih sulit untuk menemukan strategi dan desain yang tepat. Di sisi lain, kebijakan yang mengabaikan modal sosiokultural juga memiliki keterbatasan yang sangat serius. Pentingan peninjauan kembali dalam menjalankan program ekonomi hijau dengan melibatkan sosiolog dan antropolog dengan memperhatihan dari berbagai sudut pandang sangat penting agar program ini dapat berjalan dengan baik dan memberi manfaat yang besar bagi masyarakat menuju pembangunan berkelanjutan.