{"title":"Analisis Literasi Sains Siswa SMP Berakreditasi A di Banjarmasin","authors":"S. Sauqina, Maya Istyadji","doi":"10.20527/jmscedu.v2i1.5220","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Laporan dari PISA menunjukkan bahwa literasi sains Indonesia masih berada di 10 besar terendah di seluruh negara peserta PISA sejak tahun 2006 hingga 2018. Namun kurangnya informasi sehubungan dengan ruang sampling penelitian PISA yang digunakan dalam tes PISA yang dilakukan oleh OECD dan belum tersedianya alat tes standar yang dapat diakses dengan mudah untuk menilai literasi sains membuat sebagian besar praktisi pendidikan di Indonesia tidak memiliki gambaran yang jelas tentang kondisi literasi sains siswanya. Dengan menggunakan instrumen yang telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis kondisi literasi sains siswa di salah satu SMP Negeri Terakreditasi A di Banjarmasin. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang pengumpulan datanya menggunakan alat tes literasi sains kontekstual lahan basah Kalimantan Selatan. Peserta tes terdiri dari 106 siswa kelas 8 dan kelas 9 di SMP Negeri Banjarmasin. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum nilai literasi sains siswa secara keseluruhan masih rendah dengan ketuntasan 40,56%. Menjelaskan fenomena secara ilmiah menempati urutan kedua dengan ketuntasan 42%. Mengevaluasi dan merancang investigasi ilmiah menempati urutan ketiga dengan penyelesaian 32%, sedangkan untuk menginterpretasikan data dan bukti ilmiah menempati urutan pertama dengan penyelesaian 48%. Uji Mann Whitney menunjukkan bahwa hanya sejumlah kecil korelasi antar kompetensi. Penulis mempertimbangkan kemungkinan bahwa penguasaan kompetensi literasi sains tidak harus dikembangkan secara bertahap seperti yang disarankan oleh taksonomi kognitif Bloom. Pendidik harus mempertimbangkan pendekatan alternatif dalam mengajar literasi sains tanpa hanya mengandalkan pengajaran yang didasarkan pada struktur hierarki kognitif Taksonomi Bloom. The report from PISA shows that Indonesia's science literacy is still in the top 10 lowest in all PISA participating countries from 2006 to 2018. However, the lack of information in connection with the PISA research sampling room used in the PISA test conducted by the OECD and the unavailability of accessible, standardized test kits for assessing scientific literacy resulted in most education practitioners in Indonesia not having a clear picture of the condition of their students' science literacy. Using instruments that previous researchers have developed, this study was conducted to find out and analyze students' condition of science literacy in one of the A Accredited State Junior High Schools in Banjarmasin. This study is a quantitative study whose data collection uses the South Kalimantan Wetlands-Contextual Science Literacy test tool. The test participants comprised 106 students from grades 8 and 9 at an SMP Negeri in Banjarmasin. The analysis showed that, in general, the overall science literacy score of students was still low, with completion of 40.56%. Explaining phenomena scientifically is at the second rank with a 42% completion. Evaluating and designing scientific investigations is at the third rank with a completion of 32%, while interpreting data and scientific evidence is of the first rank with a completion of 48%. Mann Whitney's test showed only a very small correlation between competencies. Authors considered that mastery of science literacy competence was not developed gradually as suggested by Bloom's cognitive taxonomy. Educators should consider an alternative approach to teaching scientific literacy without relying solely on teaching tactics based on Bloom's Taxonomy's cognitive hierarchy structure. ","PeriodicalId":164547,"journal":{"name":"Journal of Mathematics Science and Computer Education","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-07-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Journal of Mathematics Science and Computer Education","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.20527/jmscedu.v2i1.5220","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Laporan dari PISA menunjukkan bahwa literasi sains Indonesia masih berada di 10 besar terendah di seluruh negara peserta PISA sejak tahun 2006 hingga 2018. Namun kurangnya informasi sehubungan dengan ruang sampling penelitian PISA yang digunakan dalam tes PISA yang dilakukan oleh OECD dan belum tersedianya alat tes standar yang dapat diakses dengan mudah untuk menilai literasi sains membuat sebagian besar praktisi pendidikan di Indonesia tidak memiliki gambaran yang jelas tentang kondisi literasi sains siswanya. Dengan menggunakan instrumen yang telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis kondisi literasi sains siswa di salah satu SMP Negeri Terakreditasi A di Banjarmasin. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang pengumpulan datanya menggunakan alat tes literasi sains kontekstual lahan basah Kalimantan Selatan. Peserta tes terdiri dari 106 siswa kelas 8 dan kelas 9 di SMP Negeri Banjarmasin. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum nilai literasi sains siswa secara keseluruhan masih rendah dengan ketuntasan 40,56%. Menjelaskan fenomena secara ilmiah menempati urutan kedua dengan ketuntasan 42%. Mengevaluasi dan merancang investigasi ilmiah menempati urutan ketiga dengan penyelesaian 32%, sedangkan untuk menginterpretasikan data dan bukti ilmiah menempati urutan pertama dengan penyelesaian 48%. Uji Mann Whitney menunjukkan bahwa hanya sejumlah kecil korelasi antar kompetensi. Penulis mempertimbangkan kemungkinan bahwa penguasaan kompetensi literasi sains tidak harus dikembangkan secara bertahap seperti yang disarankan oleh taksonomi kognitif Bloom. Pendidik harus mempertimbangkan pendekatan alternatif dalam mengajar literasi sains tanpa hanya mengandalkan pengajaran yang didasarkan pada struktur hierarki kognitif Taksonomi Bloom. The report from PISA shows that Indonesia's science literacy is still in the top 10 lowest in all PISA participating countries from 2006 to 2018. However, the lack of information in connection with the PISA research sampling room used in the PISA test conducted by the OECD and the unavailability of accessible, standardized test kits for assessing scientific literacy resulted in most education practitioners in Indonesia not having a clear picture of the condition of their students' science literacy. Using instruments that previous researchers have developed, this study was conducted to find out and analyze students' condition of science literacy in one of the A Accredited State Junior High Schools in Banjarmasin. This study is a quantitative study whose data collection uses the South Kalimantan Wetlands-Contextual Science Literacy test tool. The test participants comprised 106 students from grades 8 and 9 at an SMP Negeri in Banjarmasin. The analysis showed that, in general, the overall science literacy score of students was still low, with completion of 40.56%. Explaining phenomena scientifically is at the second rank with a 42% completion. Evaluating and designing scientific investigations is at the third rank with a completion of 32%, while interpreting data and scientific evidence is of the first rank with a completion of 48%. Mann Whitney's test showed only a very small correlation between competencies. Authors considered that mastery of science literacy competence was not developed gradually as suggested by Bloom's cognitive taxonomy. Educators should consider an alternative approach to teaching scientific literacy without relying solely on teaching tactics based on Bloom's Taxonomy's cognitive hierarchy structure.
来自比萨的报告显示,自2006年至2018年以来,印尼科学素量仍然是全国参加比萨的10名选手中最低的10名。但是,经贸易局(OECD)在比萨测试中使用的研究样本室缺乏信息,而且可以轻易获得的标准工具对科学素量进行评估,这使得印尼的大多数教育工作者对学生的科学素量状况没有清晰的了解。本研究采用前一名研究人员开发的工具,以了解和分析巴雅尔马辛一所国家公立中学的学生科学素权状况。这项研究是一项定量研究,它利用加里曼丹南部湿地语境科学素养测试收集数据。在班雅尔马辛,共有106名8年级和9年级的学生。分析结果表明,总的来说,学生的科学素分仍然很低,最高可达40.56%。科学上解释了现象的排名第二,占42%。评估和设计科学调查的排名第三,解决32%,而解释数据和科学证据的排名第一,解决48%。曼•惠特尼(Mann Whitney)的测试表明,这种能力之间只有一小部分关联。作者考虑了一种可能性,即科学能力的掌握不应像布鲁姆的认知分类学所建议的那样,是逐渐发展起来的。教育工作者应该考虑不同的科学素权教学方法,而不仅仅是基于布鲁姆的认知分类学结构的教学。来自PISA的报告显示,印尼科学文学仍然是自2006年至2018年以来排名前10的比萨地区。多么缺乏》,资讯网的连接和比萨抽样研究室过去》《经合组织和比萨测试conducted by accessible, standardized测试之unavailability kits for scientific literacy罚款大多数resulted in education practitioners在印尼不是玩得a clear of the condition of照片的学生对科学literacy。利用之前的研究工具,这项研究被委托在Banjarmasin一个公认的初中高中生身上发现并分析科学素有的情况。这一研究是一项量化研究,其数据收集了南加里曼丹西部神经科学科学学考试工具的uses。来自班雅尔马辛的106名学生参加了8级和9级的考试。分析表明,总的来说,过度科学文学的学生成绩仍然很低,完成了44.56%。Explaining phenomena科学在第二等级的42%完成。评估和设计科学调查在第三个等级与32%的完整,而解析数据和科学证据是第一个等级的完整的48%。曼•惠特尼(Mann Whitney)的测试只是竞争之间的小关系。当局认为,布鲁姆的认知出租车(Bloom cognitive taxonomy)所建议的科学扫盲项目并不像布鲁姆的认知税那样发展。教育家应该意识到,有一种替代的方法,可以教科学文学,而不用担心在布鲁姆的礼貌礼貌礼貌的教学方法。