{"title":"Korelasi Peribahasa Neka Behas Neho Kena, Neka Koas Neho Kota Pada Masyarakat Manggarai Dengan Sila Ketiga Pancasila","authors":"Bonifasius Jagom, Sefrianus Juhani","doi":"10.26618/equilibrium.v11i1.9224","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Penelitian ini bermaksud menguraikan makna peribahasa lisan atau ungkapan (go’et) “neka behas neho kena, neka koas neho kota” dalam budaya Manggarai dan kaitannya dengan sila Persatuan Indonesia. Tulisan ini bertujuan menggali keterkaitan antara peribahasa lokal Manggarai dengan upaya penghayatan nilai-nilai persatuan, yang dalam situasi tertentu kerap kali terancam oleh upaya-upaya perpecahan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu dengan mewawancara beberapa informan kunci untuk mengetahui secara mendalam mengenai makna go’et-go’et dalam budaya Manggarai. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah adanya korelasi antara peribahasa dalam budaya Manggarai dengan nilai persatuan yang termaktub dalam sila ketiga Pancasaila. Korelasinya adalah bahwa sama seperti Sila Persatuan Indonesia dalam Pancasila yang lahir dari kesadaran bangsa, peribahasa yang menyuarakan tentang persatuan dalam budaya Manggarai juga sesungguhnya lahir dari kesadaran akan pentingnya semangat persatuan dalam realitas konkret orang Manggarai. Nilai persatuan yang termuat dalam ungkapan tersebut merupakan bagian dari mutiara bangsa yang mengejawantah dalam sila ketiga Pancasila, yakni “Persatuan Indonesia”. Ungkapan atau Go’et tersebut memiliki fungsi mengikat tali persaudaraan yang putus, memperkuat rasa persaudaraan dan sebagai upaya menjaga persatua dalam menghadapi persoalan yang dapat memecah-belah kesatuan. Fondasi nilai persatuan yang dihayati oleh bangsa Indonesia saat ini, bukan serta merta lahir sejak dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara. Semanga persatuan telah dihayati jauh sebelum dirumuskannya Pancasila. Dengan kata lain, sila persatuan dalam sila ketiga pancasila merupakan buah refleksi dari kebijaksanaan lokal yang telah dihayati dalam berbagai budaya lokal di Indonesia. Sila Persatuan dalam perspektif ungkapan “neka behas neho kena, neka koas neho kota” merupakan pagar (‘kena’/ ‘kota’) untuk melindungi dan menjaga bangsa Indonesia dari segala upaya dan tindakan yang dapat memecah-belah bangsa.","PeriodicalId":281054,"journal":{"name":"Equilibrium: Jurnal Pendidikan","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-01-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Equilibrium: Jurnal Pendidikan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.26618/equilibrium.v11i1.9224","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Penelitian ini bermaksud menguraikan makna peribahasa lisan atau ungkapan (go’et) “neka behas neho kena, neka koas neho kota” dalam budaya Manggarai dan kaitannya dengan sila Persatuan Indonesia. Tulisan ini bertujuan menggali keterkaitan antara peribahasa lokal Manggarai dengan upaya penghayatan nilai-nilai persatuan, yang dalam situasi tertentu kerap kali terancam oleh upaya-upaya perpecahan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu dengan mewawancara beberapa informan kunci untuk mengetahui secara mendalam mengenai makna go’et-go’et dalam budaya Manggarai. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah adanya korelasi antara peribahasa dalam budaya Manggarai dengan nilai persatuan yang termaktub dalam sila ketiga Pancasaila. Korelasinya adalah bahwa sama seperti Sila Persatuan Indonesia dalam Pancasila yang lahir dari kesadaran bangsa, peribahasa yang menyuarakan tentang persatuan dalam budaya Manggarai juga sesungguhnya lahir dari kesadaran akan pentingnya semangat persatuan dalam realitas konkret orang Manggarai. Nilai persatuan yang termuat dalam ungkapan tersebut merupakan bagian dari mutiara bangsa yang mengejawantah dalam sila ketiga Pancasila, yakni “Persatuan Indonesia”. Ungkapan atau Go’et tersebut memiliki fungsi mengikat tali persaudaraan yang putus, memperkuat rasa persaudaraan dan sebagai upaya menjaga persatua dalam menghadapi persoalan yang dapat memecah-belah kesatuan. Fondasi nilai persatuan yang dihayati oleh bangsa Indonesia saat ini, bukan serta merta lahir sejak dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara. Semanga persatuan telah dihayati jauh sebelum dirumuskannya Pancasila. Dengan kata lain, sila persatuan dalam sila ketiga pancasila merupakan buah refleksi dari kebijaksanaan lokal yang telah dihayati dalam berbagai budaya lokal di Indonesia. Sila Persatuan dalam perspektif ungkapan “neka behas neho kena, neka koas neho kota” merupakan pagar (‘kena’/ ‘kota’) untuk melindungi dan menjaga bangsa Indonesia dari segala upaya dan tindakan yang dapat memecah-belah bangsa.
Neka Behas nai nai, Neka Koas Neho城市的Manggarai社区与第三个Pancasila
该研究旨在阐明口头谚语或短语的意义(go 'et)“neka behas neho tau, neka koas neho city”在manggari文化和它与印尼联邦戒律的关系中。这篇文章旨在探讨当地的曼加雷谚语与统一价值观的融合之间的联系,这些价值观在某些情况下往往受到不团结努力的威胁。该研究采用了一种定性的方法,采访了几个关键的告密者,以深入了解Manggarai文化中的重要性。这项研究的结果是,曼格加拉文化中具有统一价值的谚语与第三道潘卡萨伊拉的价值观之间的关系。其相互关联的是,就像印尼潘卡西拉(Pancasila)的统一戒律是由民族意识产生的一样,曼加雷文化中关于统一的庄严格言实际上也是由意识到团结精神在曼加雷人具体现实中的重要性而产生的。这句话所包含的团结的价值是潘卡西拉第三条戒律的一部分,即“印尼统一”。“Go et”这个短语有以下功能:捆绑断了的兄弟情谊,加强了兄弟情谊的纽带,并在可能会分裂团结的问题上保持旧的联盟。今天,印度尼西亚民族实现统一价值的基础,也不是因为潘卡西拉被认为是国家的基础而诞生的。一碗工会在美化潘卡西拉之前就已经被接受了。换句话说,潘卡西拉的第三条戒律的统一反映了在印度尼西亚不同的地方文化中被剥夺的地方智慧。请从“neka behas neho harus, neka koas neho city”的观点来看,这是一个栅栏(neka / neas neho city)来保护和保护印尼人民不受任何可能分裂国家的努力和行动的伤害。