{"title":"PENYIDIKAN TINDAK PIDANA POLRI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 130/ PUU-XIII/2015 DIKATIKAN DENGAN SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA","authors":"S. Syahrizal","doi":"10.30652/rlj.v3i1.6390","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"ABSTRACKSYAHRIZAL, NIM 1510248457, Penyidikan Tindak Pidana Polri Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/ PUU-XIII/ 2015 Dikaitkan Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, dibimbing oleh Dr. Firdaus, SH.,MH. dan Dr. Evi Deliana HZ,SH, LL.MPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan meneliti penyidikan tindak pidana Polri pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 dikaitkan dengan Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia serta menemukan konsep ideal penyidikan tindak pidana polri pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif, dengan sumber data adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Data yang diperoleh, baik dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier merupakan analisis data yang dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statue aproach).Hasil penelitian yang diperoleh terhadap Penyidikan Tindak Pidana Polri Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/ PUU-XIII/ 2015 Dikaitkan Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia bahwa Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan. Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia begitu ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), maka Jaksa Penuntut Umum sudah mulai mengkoordinasikan perkembangan kasus dan mulai memberikan masukan-masukan ke penyidik.Konsep ideal yang diperoleh dalam penelitian ini adalah karena tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemberian sanksi dan akibat hukum yang timbul akibat kelalaian penyidik atau kesengajaan penyidik untuk tidak menyerahkan Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada penuntut umum, terlapor dan korban/pelapor sehingga diharapkan kepada pemerintah melalui legislator untuk membuat suatu rumusan hukum terhadap pemberian sanksi dan akibat hukum yang ditimbulkan pihak penyidik.","PeriodicalId":138193,"journal":{"name":"Riau Law Journal","volume":"177 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-05-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Riau Law Journal","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.30652/rlj.v3i1.6390","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
ABSTRACKSYAHRIZAL, NIM 1510248457, Penyidikan Tindak Pidana Polri Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/ PUU-XIII/ 2015 Dikaitkan Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, dibimbing oleh Dr. Firdaus, SH.,MH. dan Dr. Evi Deliana HZ,SH, LL.MPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan meneliti penyidikan tindak pidana Polri pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 dikaitkan dengan Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia serta menemukan konsep ideal penyidikan tindak pidana polri pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif, dengan sumber data adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Data yang diperoleh, baik dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier merupakan analisis data yang dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statue aproach).Hasil penelitian yang diperoleh terhadap Penyidikan Tindak Pidana Polri Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/ PUU-XIII/ 2015 Dikaitkan Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia bahwa Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan. Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia begitu ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), maka Jaksa Penuntut Umum sudah mulai mengkoordinasikan perkembangan kasus dan mulai memberikan masukan-masukan ke penyidik.Konsep ideal yang diperoleh dalam penelitian ini adalah karena tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemberian sanksi dan akibat hukum yang timbul akibat kelalaian penyidik atau kesengajaan penyidik untuk tidak menyerahkan Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada penuntut umum, terlapor dan korban/pelapor sehingga diharapkan kepada pemerintah melalui legislator untuk membuat suatu rumusan hukum terhadap pemberian sanksi dan akibat hukum yang ditimbulkan pihak penyidik.