{"title":"KRITERIA TINDAK PIDANA YANG DIANCAM HUKUMAN TA‘ZIR","authors":"M. Misran","doi":"10.22373/legitimasi.v10i1.10515","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"AbstrakTindak pidana dalam hukum pidana Islam disebut jarimah, yaitu segala perbuatan yang dilarang oleh Allah swt. dan diancam dengan hukuman had dan ta’zir. Had adalah tindak pidana dan sanksi pidananya sudah diatur sedemikian rupa dalam nash Al-Qur’an dan Al-Hadis, yang terdiri dari: Had zina, dihukum bagi yang ghairu muhsan 100 kali cambuk dan muhsan dihukum rajam, had qadhaf (menuduh orang berbuat Zina) dihukum 80 kali cambuk, had sariqah (pencurian), apabila sudah mencapai nisab dihukum potong tangan, had minum khamar dihukum 40 kali cambuk, had hirabah (perampokan) dihukum sesuai dengan kiteria perbuatan yang dilakukan, had al-baghyu (pemberontakan) dihukum mati, dan had riddah (murtad) dihukum mati apabila tidak mau diajak untuk bertaubat selama tiga hari berturut-turut. Ketujuh bentuk had tersebut merupakan hak Allah swt. yang tidak dapat dirubah lagi. Hakim dalam hal ini tinggal memutuskan dengan bukti-bukti otentik yang ditetapkan menurut Al-Qur’an dan Al-Hadis. Had di sini juga termasuk jarimah qishash/diyat, karena sudah ada batas ketentuannya di dalam nash. Sedangkan jarimah ta’zir adalah tindak pidana yang tidak ditentukan oleh Syari’, baik dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Oleh karena itu yang berwenang menentukannya adalah ulil amri atau pemimpin demi tercapainya kemaslahatan ummat. Terdapat tiga kriteria jarimah ta’zir, yaitu: pertama, jarimah hudud yang tidak memenuhi syarat atau terdapat syubhat, kedua, jarimah qishash yang tidak memenuhi syarat atau terdapat syubhat, dan yang ketiga, jarimah ta’zir yang berdiri sendiri, tidak ada kaitannya dengan jarimah hudud dan qishash yang tidak memenuhi syarat atau terdapat syubhat. Dengan demikian jarimah ta’zir menjadi kewenangan pemimpin menentukannya. Jarimah ta’zir yang berdiri sendiri bersifat fleksibel yang suatu saat bisa berubah bahkan dihapus, karena keberadaan jarimah ta’zir mengikuti tuntutan kemaslahatan.","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"84 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-08-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22373/legitimasi.v10i1.10515","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
AbstrakTindak pidana dalam hukum pidana Islam disebut jarimah, yaitu segala perbuatan yang dilarang oleh Allah swt. dan diancam dengan hukuman had dan ta’zir. Had adalah tindak pidana dan sanksi pidananya sudah diatur sedemikian rupa dalam nash Al-Qur’an dan Al-Hadis, yang terdiri dari: Had zina, dihukum bagi yang ghairu muhsan 100 kali cambuk dan muhsan dihukum rajam, had qadhaf (menuduh orang berbuat Zina) dihukum 80 kali cambuk, had sariqah (pencurian), apabila sudah mencapai nisab dihukum potong tangan, had minum khamar dihukum 40 kali cambuk, had hirabah (perampokan) dihukum sesuai dengan kiteria perbuatan yang dilakukan, had al-baghyu (pemberontakan) dihukum mati, dan had riddah (murtad) dihukum mati apabila tidak mau diajak untuk bertaubat selama tiga hari berturut-turut. Ketujuh bentuk had tersebut merupakan hak Allah swt. yang tidak dapat dirubah lagi. Hakim dalam hal ini tinggal memutuskan dengan bukti-bukti otentik yang ditetapkan menurut Al-Qur’an dan Al-Hadis. Had di sini juga termasuk jarimah qishash/diyat, karena sudah ada batas ketentuannya di dalam nash. Sedangkan jarimah ta’zir adalah tindak pidana yang tidak ditentukan oleh Syari’, baik dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Oleh karena itu yang berwenang menentukannya adalah ulil amri atau pemimpin demi tercapainya kemaslahatan ummat. Terdapat tiga kriteria jarimah ta’zir, yaitu: pertama, jarimah hudud yang tidak memenuhi syarat atau terdapat syubhat, kedua, jarimah qishash yang tidak memenuhi syarat atau terdapat syubhat, dan yang ketiga, jarimah ta’zir yang berdiri sendiri, tidak ada kaitannya dengan jarimah hudud dan qishash yang tidak memenuhi syarat atau terdapat syubhat. Dengan demikian jarimah ta’zir menjadi kewenangan pemimpin menentukannya. Jarimah ta’zir yang berdiri sendiri bersifat fleksibel yang suatu saat bisa berubah bahkan dihapus, karena keberadaan jarimah ta’zir mengikuti tuntutan kemaslahatan.