{"title":"De-Konvergensi Ruang Media di Indonesia","authors":"Lani Diana","doi":"10.31937/ULTIMACOMM.V9I2.808","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana resistensi kultur, kualitas produk berita, serta beban kerja wartawan memengaruhi perubahan model bisnis media Tempo dari newsroom terkonvergensi menjadi de-convergence. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan jenis dan sifat kualitatif deskriptif. Penelitian ini fokus pada paradigma konstruktivis di mana peneliti berusaha menilik konstruksi sosial yang diciptakan kelompok sosial atas teknologi. Untuk melengkapi bahan, peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yakni wawancara, observasi, dan dokumen. \n Beberapa teori dan konsep penelitian, di antaranya Social Construction of Technology (SCOT), relevant social group (kelompok sosial yang relevan), interpretative flexibility (fleksibilitas interpretasi), closure and stabilization (penutupan dan stabilisasi), wider context (konteks yang lebih luas), de-convergence, resistensi kultur, serta kualitas produk dan beban kerja wartawan. \n Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Tempo tidak lagi menerapkan konvergensi integrated newsroom (newsroom 3.0). Penyebabnya lantaran adanya definisi ulang konsep konvergensi, resistensi kultur, dan bertambahnya beban kerja wartawan yang disertai dengan penurunan kualitas konten. Penurunan kualitas konten pun berdampak pada berkurangnya sirkulasi media cetak. Di sisi lain, pendapatan iklan Majalah Tempo dan Koran Tempo merosot. Hal ini mengindikasikan bahwa konsep konvergensi terintegrasi tidak efektif bagi Tempo untuk mempertahankan bisnis medianya, khususnya media cetak. \n Untuk mengantisipasi penurunan profit, Tempo memutuskan de-convergence dan mengimplementasikan strategi konvergensi baru. Strategi itu adalah mengembangkan platform digital Majalah Tempo dan Koran Tempo berupa aplikasi. Aplikasi tersebut tak sekadar menawarkan berita yang dikemas dalam format PDF, tetapi juga interaktivitas. \nKata Kunci: de-convergence newsroom, konvergensi media, Tempo, social construction of technology.","PeriodicalId":277275,"journal":{"name":"Jurnal ULTIMA Comm","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-08-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal ULTIMA Comm","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.31937/ULTIMACOMM.V9I2.808","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana resistensi kultur, kualitas produk berita, serta beban kerja wartawan memengaruhi perubahan model bisnis media Tempo dari newsroom terkonvergensi menjadi de-convergence. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan jenis dan sifat kualitatif deskriptif. Penelitian ini fokus pada paradigma konstruktivis di mana peneliti berusaha menilik konstruksi sosial yang diciptakan kelompok sosial atas teknologi. Untuk melengkapi bahan, peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yakni wawancara, observasi, dan dokumen.
Beberapa teori dan konsep penelitian, di antaranya Social Construction of Technology (SCOT), relevant social group (kelompok sosial yang relevan), interpretative flexibility (fleksibilitas interpretasi), closure and stabilization (penutupan dan stabilisasi), wider context (konteks yang lebih luas), de-convergence, resistensi kultur, serta kualitas produk dan beban kerja wartawan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Tempo tidak lagi menerapkan konvergensi integrated newsroom (newsroom 3.0). Penyebabnya lantaran adanya definisi ulang konsep konvergensi, resistensi kultur, dan bertambahnya beban kerja wartawan yang disertai dengan penurunan kualitas konten. Penurunan kualitas konten pun berdampak pada berkurangnya sirkulasi media cetak. Di sisi lain, pendapatan iklan Majalah Tempo dan Koran Tempo merosot. Hal ini mengindikasikan bahwa konsep konvergensi terintegrasi tidak efektif bagi Tempo untuk mempertahankan bisnis medianya, khususnya media cetak.
Untuk mengantisipasi penurunan profit, Tempo memutuskan de-convergence dan mengimplementasikan strategi konvergensi baru. Strategi itu adalah mengembangkan platform digital Majalah Tempo dan Koran Tempo berupa aplikasi. Aplikasi tersebut tak sekadar menawarkan berita yang dikemas dalam format PDF, tetapi juga interaktivitas.
Kata Kunci: de-convergence newsroom, konvergensi media, Tempo, social construction of technology.