Adhi Marihot Pardamean Pulungan, A. Hariyanto, Candra Adi Nugroho, Dede Sulaeman Farisi, Franky Sandjaja, M.Farisan Auzan, M. Yudistira, Nellyn Angela, Widyanti Djaali, Gregorius Ben Prajogi
{"title":"Hubungan antara Perilaku Merokok dengan Kejadian Mukositis Berat pada Pasien Keganasan Kepala dan Leher yang Menjalani Radioterapi","authors":"Adhi Marihot Pardamean Pulungan, A. Hariyanto, Candra Adi Nugroho, Dede Sulaeman Farisi, Franky Sandjaja, M.Farisan Auzan, M. Yudistira, Nellyn Angela, Widyanti Djaali, Gregorius Ben Prajogi","doi":"10.32532/JORI.V9I1.62","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tujuan: Mukositis akibat radiasi adalah reaksi yang paling mengganggu yang terjadi ketika pasien kanker kepala leher menjalani radiasi. Telah diketahui bahwa merokok dapat mengganggu aktivitas sitotoksik Natural Killer cells dengan meningkatkan produksi sitokin pro-inflamasi dan proliferasi sel T terhadap mitogen. Kasus berbasis bukti ini mengevaluasi dampak riwayat merokok sebelumnya terhadap kejadian mukositis pada pasien kanker kepala leher yang menjalani pengobatan radiasi.Metode: Pencarian bukti-bukti dari literatur dilakukan di PubMed dan EBSCOhost. Seluruh penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dinilai aspek validitas, kepentingan dan aplikabilitasnya dengan menggunakan kuesioner penilaian kritis dari Oxford Center of Evidence-Based MedicineHasil: Dari 104 penelitian yang sudah ditemukan, 6 penelitian dipilih untuk ditelaah lebih lanjut. Hanya terdapat satu studi, Tao dkk., yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara riwayat merokok dan reaksi mukosa oral akibat radiasi meskipun dengan Interval Kepercayaan yang rendah (1.258-58.23). Lima penelitian lainnya gagal menunjukkan hubungan yang signifikan.Kesimpulan: Tidak ada penelitian yang menunjukkan dampak riwayat merokok sebelumnya dengan kejadian mukositis pada pasien kanker kepala leher yang menjalani radiasi. Namun, lima dari enam penelitian menunjukkan insiden mukositis yang lebih tinggi pada kelompok pasien yang memiliki riwayat merokok sebelumnya.","PeriodicalId":130312,"journal":{"name":"Radioterapi & Onkologi Indonesia","volume":"130 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-09-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Radioterapi & Onkologi Indonesia","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.32532/JORI.V9I1.62","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Tujuan: Mukositis akibat radiasi adalah reaksi yang paling mengganggu yang terjadi ketika pasien kanker kepala leher menjalani radiasi. Telah diketahui bahwa merokok dapat mengganggu aktivitas sitotoksik Natural Killer cells dengan meningkatkan produksi sitokin pro-inflamasi dan proliferasi sel T terhadap mitogen. Kasus berbasis bukti ini mengevaluasi dampak riwayat merokok sebelumnya terhadap kejadian mukositis pada pasien kanker kepala leher yang menjalani pengobatan radiasi.Metode: Pencarian bukti-bukti dari literatur dilakukan di PubMed dan EBSCOhost. Seluruh penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dinilai aspek validitas, kepentingan dan aplikabilitasnya dengan menggunakan kuesioner penilaian kritis dari Oxford Center of Evidence-Based MedicineHasil: Dari 104 penelitian yang sudah ditemukan, 6 penelitian dipilih untuk ditelaah lebih lanjut. Hanya terdapat satu studi, Tao dkk., yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara riwayat merokok dan reaksi mukosa oral akibat radiasi meskipun dengan Interval Kepercayaan yang rendah (1.258-58.23). Lima penelitian lainnya gagal menunjukkan hubungan yang signifikan.Kesimpulan: Tidak ada penelitian yang menunjukkan dampak riwayat merokok sebelumnya dengan kejadian mukositis pada pasien kanker kepala leher yang menjalani radiasi. Namun, lima dari enam penelitian menunjukkan insiden mukositis yang lebih tinggi pada kelompok pasien yang memiliki riwayat merokok sebelumnya.