{"title":"‘Illat, Hikmah, Qiyas: Studi Pemikiran Imam Ar-Razi dan Imam Al-Amidi tentang Penetapan Hukum dalam Istinbat Qiyasi","authors":"Muhammad Minanur Rahman, W. G. A. Wahid","doi":"10.14421/al-mazaahib.v11i1.3045","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"The majority of scholars state that hikmah cannot be considered as an ‘illat (legal cause) due to its abstract and elusive nature. This article aims to examine the views of Imam ar-Razi and Imam al-Amidi regarding hikmah as an ‘illat in Islamic jurisprudence, identify their similarities and differences, and explore the implications for legal deduction. This research uses a literature review methodology with a comparative analysis of the works of Imam ar-Razi and Imam al-Amidi as the primary data sources. The article utilizes usul al-fiqh, a methodological approach to the study of legal issues based on the framework of ‘illat and the hikmah of the law in Islamic jurisprudence. The findings of this article indicate that Imam ar-Razi rejects the use of hikmah as an ‘illat, arguing that hikmah is uncertain and its nature is not constant for every law. On the other hand, Imam al-Amidi suggests that a law accompanied by a clear nature can contain hidden hikmah. The commonality in the thinking of both scholars lies in their rejection of ta’lilul ahkam bi al-hikmah. They argue that hikmah is difficult to ascertain and possesses an abstract nature. There are three key differences between these two scholars: in terms of methodology, thinking, and implications.[Sebagian besar ulama berpendapat bahwa hikmah tidak dapat menjadi ‘illat karena sifatnya yang abstrak dan sulit dipahami. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji pemikiran Imam ar-Razi dan Imam al-Amidi mengenai hikmah sebagai ‘illat hukum, menemukan persamaan dan perbedaannya, serta implikasinya terhadap istinbat hukum. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dengan analisis komparatif berdasarkan karya Imam ar-Razi dan Imam al-Amidi sebagai sumber data utama. Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini adalah usul al-fiqh, yang merupakan pendekatan untuk memahami masalah hukum berdasarkan kerangka teori ‘illat dan hikmah hukum dalam usul fiqh. Penemuan dalam artikel ini menunjukkan bahwa Imam ar-Razi menolak penggunaan hikmah sebagai ‘illat dengan alasan bahwa hikmah itu tidak dapat diketahui dengan pasti dan sifatnya tidak tetap untuk setiap hukum. Di sisi lain, Imam al-Amidi berpendapat bahwa hukum yang disertai dengan sifat yang jelas dapat mengandung hikmah yang tersembunyi. Persamaan dalam pemikiran kedua tokoh ini adalah penolakan terhadap ta’lilul ahkam bi al-hikmah. Mereka berpendapat bahwa hikmah sulit untuk ditemukan dan bersifat abstrak. Terdapat tiga perbedaan utama antara kedua tokoh tersebut: dalam metode, pemikiran, dan implikasi hukumnya.]","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"70 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-06-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v11i1.3045","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
The majority of scholars state that hikmah cannot be considered as an ‘illat (legal cause) due to its abstract and elusive nature. This article aims to examine the views of Imam ar-Razi and Imam al-Amidi regarding hikmah as an ‘illat in Islamic jurisprudence, identify their similarities and differences, and explore the implications for legal deduction. This research uses a literature review methodology with a comparative analysis of the works of Imam ar-Razi and Imam al-Amidi as the primary data sources. The article utilizes usul al-fiqh, a methodological approach to the study of legal issues based on the framework of ‘illat and the hikmah of the law in Islamic jurisprudence. The findings of this article indicate that Imam ar-Razi rejects the use of hikmah as an ‘illat, arguing that hikmah is uncertain and its nature is not constant for every law. On the other hand, Imam al-Amidi suggests that a law accompanied by a clear nature can contain hidden hikmah. The commonality in the thinking of both scholars lies in their rejection of ta’lilul ahkam bi al-hikmah. They argue that hikmah is difficult to ascertain and possesses an abstract nature. There are three key differences between these two scholars: in terms of methodology, thinking, and implications.[Sebagian besar ulama berpendapat bahwa hikmah tidak dapat menjadi ‘illat karena sifatnya yang abstrak dan sulit dipahami. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji pemikiran Imam ar-Razi dan Imam al-Amidi mengenai hikmah sebagai ‘illat hukum, menemukan persamaan dan perbedaannya, serta implikasinya terhadap istinbat hukum. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dengan analisis komparatif berdasarkan karya Imam ar-Razi dan Imam al-Amidi sebagai sumber data utama. Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini adalah usul al-fiqh, yang merupakan pendekatan untuk memahami masalah hukum berdasarkan kerangka teori ‘illat dan hikmah hukum dalam usul fiqh. Penemuan dalam artikel ini menunjukkan bahwa Imam ar-Razi menolak penggunaan hikmah sebagai ‘illat dengan alasan bahwa hikmah itu tidak dapat diketahui dengan pasti dan sifatnya tidak tetap untuk setiap hukum. Di sisi lain, Imam al-Amidi berpendapat bahwa hukum yang disertai dengan sifat yang jelas dapat mengandung hikmah yang tersembunyi. Persamaan dalam pemikiran kedua tokoh ini adalah penolakan terhadap ta’lilul ahkam bi al-hikmah. Mereka berpendapat bahwa hikmah sulit untuk ditemukan dan bersifat abstrak. Terdapat tiga perbedaan utama antara kedua tokoh tersebut: dalam metode, pemikiran, dan implikasi hukumnya.]
大多数学者认为,由于hikmah的抽象和难以捉摸的性质,它不能被视为“非法(法律原因)”。本文旨在考察伊玛目拉齐和伊玛目阿米迪在伊斯兰法学中将希克玛视为“不法分子”的观点,识别他们的异同,并探讨其对法律演绎的影响。本研究采用文献回顾法,比较分析了伊玛目拉齐和伊玛目阿米迪的著作,作为主要数据来源。本文以伊斯兰法学中的“illat”和“hikmah”框架为基础,运用了一种研究法律问题的方法论方法“usulal -fiqh”。这篇文章的调查结果表明,Imam ar-Razi拒绝使用hikmah作为“illat”,认为hikmah是不确定的,其性质对每一条法律来说都不是恒定的。另一方面,伊玛目阿米迪认为,带有明确性质的法律可以包含隐藏的希克玛。两位学者思想上的共同之处在于他们都反对“塔利勒·阿卡姆比·希克玛”。他们认为希克玛难以确定,具有抽象的本质。这两位学者之间有三个关键的区别:在方法论、思维和含义方面。[译文][译文][译文][译文][译文][译文]Artikel ini bertujuan untuk mengkaji pemikiran Imam al- razi dan Imam al-Amidi mengenai hikmah sebagai ' illat hukum, menemukan persamaan dan perbedaannya, serta implikasinya terhadap istinbat hukum。Penelitian ini menggunakan方法,kepustakan和dengan分析比较,berdasarkan karya Imam al- razi和Imam al-Amidi sebagai数量数据[j]。我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是我的意思。伊玛目阿-拉齐:“我的天,我的天,我的天,我的天,我的天,我的天,我的天,我的天。”Di茜茜公主躺,伊玛目al-Amidi berpendapat bahwa hukum杨disertai dengan sifat杨jela dapat mengandung hikmah杨tersembunyi。Persamaan dalam pemikiran kedua tokoh ini adalah penolakan terhadap,这将是一个很好的例子。Mereka berpendapat bahwa hikmah sulit untuk ditemukan和bersifat abstrak。[Terdapat tiga perbedaan utama antara kedua tokoh tersebut: dalam mede, pemikiran, dan implikasi hukumnya。]