Hendrie Joudi Palar, J. A. Rawis, M. Wullur, V. Rotty
{"title":"Refleksi Pemahaman Kepala Sekolah Tentang Supervisi dan Dampaknya Terhadap Praktik-Praktik Supervisi di Sekolah","authors":"Hendrie Joudi Palar, J. A. Rawis, M. Wullur, V. Rotty","doi":"10.24036/jbmp.v10i2.115404","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Penelitian bertujuan memaparkan gambaran praktik-praktik supervise yang dilakukan kepala sekolah sebagai hasil dari pemahamannya terhadap konsep pelaksanaan supervisi serta menganalisis dampaknya terhadap kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran dan pengembangan professional guru. Penelitian dilakukan pada salah satu Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Tandano Barat, Kabupaten Minahasa Provisinsi, Sulawesi Utara. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif menggunakan metode fenomenologi. Subjek penelitian ditetapkan dengan teknik purposive sampling yang terdiri dari guru, kepala sekolah, dan pengawas. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dikakukan dengan observasi dan wawancara. Untuk memastikan keabsahan data dilakukan triangulasi lintas waktu dan metode. Analisis data mengikuti langkah-langkah yang dikemukakan Miles dan Huberman: data reduction, data display, dan conclusion. Kegagalan kepala sekolah dalam memahami konsep dasar supervise menghasilkan kesalahan-kesalahan dalam pemberian supervise kepada guru. Hasil penelitian menunjukkan pemahaman kepala sekolah bahwa supervise adalah penilaian, sehingga praktik supervise yang dilakukan kepada guru sebatas mengawasi dan memberikan penilaian secara administrative. Kesalahan supervisor ini juga mempengaruhi pemahaman guru sehingga menimbulkan mispersepsi guru tetang supervise sehingga menimbulkan ketakuatan ketika akan disupervisi. Selanjutnya kegagalan kepala sekolah memahami substansi supervise juga berdampak pada kegagalan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Hasil penelitian menunjukkan pemahaman kepala sekolah terhadap iklim kelas yang baik itu adalah iklim kelas yang tenang dan tertib. Hal ini tidak sejalan dengan kurikulum baru menginginkan kelas yang aktif, produktif, dan bermakna. ","PeriodicalId":390167,"journal":{"name":"Jurnal Bahana Manajemen Pendidikan","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Bahana Manajemen Pendidikan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24036/jbmp.v10i2.115404","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Penelitian bertujuan memaparkan gambaran praktik-praktik supervise yang dilakukan kepala sekolah sebagai hasil dari pemahamannya terhadap konsep pelaksanaan supervisi serta menganalisis dampaknya terhadap kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran dan pengembangan professional guru. Penelitian dilakukan pada salah satu Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Tandano Barat, Kabupaten Minahasa Provisinsi, Sulawesi Utara. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif menggunakan metode fenomenologi. Subjek penelitian ditetapkan dengan teknik purposive sampling yang terdiri dari guru, kepala sekolah, dan pengawas. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dikakukan dengan observasi dan wawancara. Untuk memastikan keabsahan data dilakukan triangulasi lintas waktu dan metode. Analisis data mengikuti langkah-langkah yang dikemukakan Miles dan Huberman: data reduction, data display, dan conclusion. Kegagalan kepala sekolah dalam memahami konsep dasar supervise menghasilkan kesalahan-kesalahan dalam pemberian supervise kepada guru. Hasil penelitian menunjukkan pemahaman kepala sekolah bahwa supervise adalah penilaian, sehingga praktik supervise yang dilakukan kepada guru sebatas mengawasi dan memberikan penilaian secara administrative. Kesalahan supervisor ini juga mempengaruhi pemahaman guru sehingga menimbulkan mispersepsi guru tetang supervise sehingga menimbulkan ketakuatan ketika akan disupervisi. Selanjutnya kegagalan kepala sekolah memahami substansi supervise juga berdampak pada kegagalan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Hasil penelitian menunjukkan pemahaman kepala sekolah terhadap iklim kelas yang baik itu adalah iklim kelas yang tenang dan tertib. Hal ini tidak sejalan dengan kurikulum baru menginginkan kelas yang aktif, produktif, dan bermakna.