Cok Istri Puspawati Nindhia, Ida Ayu Dwita Krisna Ari
{"title":"KONTRUKSI IDENTITAS DALAM FOTO PREWEDDING BERGAYA BALI 1930","authors":"Cok Istri Puspawati Nindhia, Ida Ayu Dwita Krisna Ari","doi":"10.59997/amarasi.v2i02.750","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Fotografi tidak lagi hadir hanya dalam bentuk rekaman obyektif terhadap sesuatu peristiwa, dalam perkembangan kini fotografi menjadi sebuah identitas postmodern, dalam sebuah acara perkawinan tidak akan lengkap tanpa foto prewedding. Keindahan pada objek-objek fotografi menjadi sebuah bidikan karya seni dalam seni fotografi. Namun realita yang terekam dalam fotografi, bisa mempunyai dua makna. Ada makna kepalsuan, karena bagi sebagian orang itu bukan sosok yang biasa mereka lihat dikarenakan meraka berhias dan bergaya yang terkadang di luar kebiasaaan. Tetapi, ada juga makna kebenaran, karena bagi sebagian orang yang lain melihat bahwa sosok tersebut adalah sosok yang sebenarnya. Karena mereka hanya melihat seorang di media foto atas dasar kepentingan tertentu semisal foto prewedding. Bali klasik bergaya Bali 1930 menjadi trend masa kini yang mulai digemari oleh masyarakat. Style ini ibaratnya pengalihan kebosanan masyarakat dengan komodifikasi busana bali modern yang terkesan berlebihan dan menggunakan latar belakang kemegahan. Rekontruksi budayaBali 1930 dara era kolonial dalam foto yang terkandung yang dapat mengubah pandangan kita akan keadaaan yang sebenarnya sehingga akan memunculkan ambigu di masa mendatang tentu akan bertantangan dengan konsep fotografi awal sebagai media dokumentasi realitas. Penggunaan foto tidak lagi mencerminkan realitas apa adanya, tetapi dipengaruhi oleh situasi pengguna kamera ataupun subyek foto. awal kelahirnya fotografi sebagai alat untuk menunjukan data otentik dan obyektif dalam bentuk dokumen gambar untuk mengetahui kebenaran suatu kondisi seiring berkembangnya teknologi fotografi tidak lagi mampu menempatkan dirinya sebagai sarana dalam membuktikan suatu kebenaran melainkan, hanya bergeser jauh untuk mencari keuntungan dalam lingkaran profesi dan sebagai bagian dari atribut gaya hidup untuk menaikkan derajat diferensiasi sosial dimata masyarakat.","PeriodicalId":345390,"journal":{"name":"AMARASI: JURNAL DESAIN KOMUNIKASI VISUAL","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-08-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"AMARASI: JURNAL DESAIN KOMUNIKASI VISUAL","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.59997/amarasi.v2i02.750","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Fotografi tidak lagi hadir hanya dalam bentuk rekaman obyektif terhadap sesuatu peristiwa, dalam perkembangan kini fotografi menjadi sebuah identitas postmodern, dalam sebuah acara perkawinan tidak akan lengkap tanpa foto prewedding. Keindahan pada objek-objek fotografi menjadi sebuah bidikan karya seni dalam seni fotografi. Namun realita yang terekam dalam fotografi, bisa mempunyai dua makna. Ada makna kepalsuan, karena bagi sebagian orang itu bukan sosok yang biasa mereka lihat dikarenakan meraka berhias dan bergaya yang terkadang di luar kebiasaaan. Tetapi, ada juga makna kebenaran, karena bagi sebagian orang yang lain melihat bahwa sosok tersebut adalah sosok yang sebenarnya. Karena mereka hanya melihat seorang di media foto atas dasar kepentingan tertentu semisal foto prewedding. Bali klasik bergaya Bali 1930 menjadi trend masa kini yang mulai digemari oleh masyarakat. Style ini ibaratnya pengalihan kebosanan masyarakat dengan komodifikasi busana bali modern yang terkesan berlebihan dan menggunakan latar belakang kemegahan. Rekontruksi budayaBali 1930 dara era kolonial dalam foto yang terkandung yang dapat mengubah pandangan kita akan keadaaan yang sebenarnya sehingga akan memunculkan ambigu di masa mendatang tentu akan bertantangan dengan konsep fotografi awal sebagai media dokumentasi realitas. Penggunaan foto tidak lagi mencerminkan realitas apa adanya, tetapi dipengaruhi oleh situasi pengguna kamera ataupun subyek foto. awal kelahirnya fotografi sebagai alat untuk menunjukan data otentik dan obyektif dalam bentuk dokumen gambar untuk mengetahui kebenaran suatu kondisi seiring berkembangnya teknologi fotografi tidak lagi mampu menempatkan dirinya sebagai sarana dalam membuktikan suatu kebenaran melainkan, hanya bergeser jauh untuk mencari keuntungan dalam lingkaran profesi dan sebagai bagian dari atribut gaya hidup untuk menaikkan derajat diferensiasi sosial dimata masyarakat.