{"title":"Aspek Hukum Ketiadaan Informed Consent Atas Tindakan Anestesi Tambahan Saat Tindakan Medis Pembedahan","authors":"Sherliyanah Sherliyanah, Asmuni Asmuni","doi":"10.36679/ulr.v6i2.44","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Tindakan pembedahan dalam dunia medis merupakan tindakan kedokteran yang berisiko tinggi sehingga prosedur sebelum melakukan pembedahan harus didahului dengan adanya informed consent sebagai prosedur persetujuan pasien atau keluarga pasien untuk dilakukannya tindakan pembedahan. Namun dalam proses pembedahan terjadinya proses anestesi tambahan menjadi permasalahan yang dianggap sebagai tindakan diluar informed consent atau tindakan kedaruratan atau tindakan atas kelalaian yang diakibatkan kesalahan melakukan anestesi diawal, hal ini belum terdapat kepastian hukumnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui tinjauan hukum legalitas informed consent dalam pelayanan kesehatan dan tanggung jawab hukum dokter operator dan anestesi atas timbulnya risiko medis yang membutuhkan tambahan tindakan anastesi saat proses pembedahan. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekata perundang-undangan dan konseptual. Legalitas informed consent dalam hukum Indonesia diatur dalam beberapa aturan kesehatan seperti UU Kesehatan, UU Praktik Kendokteran dengan aturan secara spesifik ada pada No.290/PERMEN/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Medis yang didalamnya diatur juga kebolehan melakukan tindakan medis tanpa informed consent dalam kedaruratan yaitu dalam Pasal 4 ayat (1). Dan tanggung jawab dokter operator dan anestesi dalam tindakan anestesi tambahan saat proses pembedahan ditentukan pada anestesi tambahan yang dilakukan masuk kategori tindakan tanpa informed consent atau tindakan kelalaian yang merugikan pasien makan pertanggungjawabannya dapat dituntut secara perdata dan pidana, namun apabila tindakan anestesi tambahan dianggap sebagai tindakan kedaruratan maka dokter operator dan anestesi tidak dikenakan pertanggungjawaban hukum tetapi diwajibkan untuk menjelaskan tindakan yang telah dilakukan setelah proses tindakan selesai kepada pasien atau keluarga terdekat.","PeriodicalId":257407,"journal":{"name":"Unizar Law Review","volume":"113 ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-12-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Unizar Law Review","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.36679/ulr.v6i2.44","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Tindakan pembedahan dalam dunia medis merupakan tindakan kedokteran yang berisiko tinggi sehingga prosedur sebelum melakukan pembedahan harus didahului dengan adanya informed consent sebagai prosedur persetujuan pasien atau keluarga pasien untuk dilakukannya tindakan pembedahan. Namun dalam proses pembedahan terjadinya proses anestesi tambahan menjadi permasalahan yang dianggap sebagai tindakan diluar informed consent atau tindakan kedaruratan atau tindakan atas kelalaian yang diakibatkan kesalahan melakukan anestesi diawal, hal ini belum terdapat kepastian hukumnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui tinjauan hukum legalitas informed consent dalam pelayanan kesehatan dan tanggung jawab hukum dokter operator dan anestesi atas timbulnya risiko medis yang membutuhkan tambahan tindakan anastesi saat proses pembedahan. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekata perundang-undangan dan konseptual. Legalitas informed consent dalam hukum Indonesia diatur dalam beberapa aturan kesehatan seperti UU Kesehatan, UU Praktik Kendokteran dengan aturan secara spesifik ada pada No.290/PERMEN/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Medis yang didalamnya diatur juga kebolehan melakukan tindakan medis tanpa informed consent dalam kedaruratan yaitu dalam Pasal 4 ayat (1). Dan tanggung jawab dokter operator dan anestesi dalam tindakan anestesi tambahan saat proses pembedahan ditentukan pada anestesi tambahan yang dilakukan masuk kategori tindakan tanpa informed consent atau tindakan kelalaian yang merugikan pasien makan pertanggungjawabannya dapat dituntut secara perdata dan pidana, namun apabila tindakan anestesi tambahan dianggap sebagai tindakan kedaruratan maka dokter operator dan anestesi tidak dikenakan pertanggungjawaban hukum tetapi diwajibkan untuk menjelaskan tindakan yang telah dilakukan setelah proses tindakan selesai kepada pasien atau keluarga terdekat.