{"title":"Perkawinan Beda Agama Pemikiran Abdullahi Ahmed An-Na’im Perspektif Fiqih Dan Ham Serta Relevansinya Dengan Hukum Perkawinan Di Indonesia","authors":"Feren Maubi Al-nainilna Fatawi Syah, Umi Sumbulah","doi":"10.18860/jfs.v7i3.5729","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Kosongnya regulasi hukum terkait larangan perkawinan beda agama menjadi salah satu faktor masyarakat melangsungkan perkawinan tersebut selain itu beberapa hakim Pengadilan Negeri mengesahkan perkawinan beda agama yang juga berdasarkan atas HAM. Dari latar belakang tersebut beberapa tokoh agama juga ikut memberikan pandangannya terhadap perkawinan beda agama, salah satu tokoh dalam penelitian ini yakni Abdullahi ahmed An-nai’im. Oleh karena itu yang menjadi fokus masalah pada pada penelitian ini adalah, 1). Bagaimana Pandangan Abdullahi Ahmed An-na’im tentang Perkawinan Beda Agama, 2) Bagaimana Perkawinan Beda Agama Abdullahi Ahmed An-na’im perspektif Fikih dan HAM dan 3). Bagaimana relevansi Perkawinan Beda Agama pandangan Abdullahi Ahmed An-na’im dengan hukum perkawinan di Indonesia.Dimana Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum yuridis normatif dengan sumber data yang diperoleh melalui Undang-Undang, Keputusan pengadilan, buku, jurnal, artikel maupun pandangan tokoh agama dan tokoh hukum. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, 1). Abdullahi Ahmed An-na’im menganggap adanya diskriminasi gender dalam ayat-ayat madaniyah yang membahas mengenai perkawinan dengan wanita musyrik, oleh karenanya an-na’im menggunakan konsep nasakh untuk mengkaji ulang terkait ayat tersebut, 2). Konsep yang tercantum dalam DUHAM dianggap oleh An-na’im lebih relevan dalam menjawab fenomena yang saat ini lebih banyak mengedepankan HAM, 3). Adanya celah kekosongan hukum terkait hukum perkawina beda agama menimbulkan banyak masyarakat Indonesia yang melaksanakannya, yang dalam pelaksanaannya juga atas dasar HAM.","PeriodicalId":509499,"journal":{"name":"Sakina: Journal of Family Studies","volume":"11 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Sakina: Journal of Family Studies","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.18860/jfs.v7i3.5729","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Kosongnya regulasi hukum terkait larangan perkawinan beda agama menjadi salah satu faktor masyarakat melangsungkan perkawinan tersebut selain itu beberapa hakim Pengadilan Negeri mengesahkan perkawinan beda agama yang juga berdasarkan atas HAM. Dari latar belakang tersebut beberapa tokoh agama juga ikut memberikan pandangannya terhadap perkawinan beda agama, salah satu tokoh dalam penelitian ini yakni Abdullahi ahmed An-nai’im. Oleh karena itu yang menjadi fokus masalah pada pada penelitian ini adalah, 1). Bagaimana Pandangan Abdullahi Ahmed An-na’im tentang Perkawinan Beda Agama, 2) Bagaimana Perkawinan Beda Agama Abdullahi Ahmed An-na’im perspektif Fikih dan HAM dan 3). Bagaimana relevansi Perkawinan Beda Agama pandangan Abdullahi Ahmed An-na’im dengan hukum perkawinan di Indonesia.Dimana Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum yuridis normatif dengan sumber data yang diperoleh melalui Undang-Undang, Keputusan pengadilan, buku, jurnal, artikel maupun pandangan tokoh agama dan tokoh hukum. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, 1). Abdullahi Ahmed An-na’im menganggap adanya diskriminasi gender dalam ayat-ayat madaniyah yang membahas mengenai perkawinan dengan wanita musyrik, oleh karenanya an-na’im menggunakan konsep nasakh untuk mengkaji ulang terkait ayat tersebut, 2). Konsep yang tercantum dalam DUHAM dianggap oleh An-na’im lebih relevan dalam menjawab fenomena yang saat ini lebih banyak mengedepankan HAM, 3). Adanya celah kekosongan hukum terkait hukum perkawina beda agama menimbulkan banyak masyarakat Indonesia yang melaksanakannya, yang dalam pelaksanaannya juga atas dasar HAM.
没有禁止不同信仰间通婚的相关法律规定是该社区进行这种通婚的因素之一,此外,一些地区法院的法官将不同信仰间的通婚合法化,这也是基于人权的考虑。在这一背景下,一些宗教人士也对不同信仰间的婚姻发表了自己的看法,本研究中的一位宗教人士是阿卜杜拉希-艾哈迈德-安-奈伊姆(Abdullahi ahmed An-nai'im)。因此,本研究的重点问题是:1).阿卜杜拉希-艾哈迈德-安-奈-伊姆如何看待不同信仰间的婚姻;2).从法理学和人权的角度看阿卜杜拉希-艾哈迈德-安纳伊姆的宗教婚姻观如何;3).本研究采用规范法学研究方法,数据来源于法律、法院判决、书籍、期刊、文章以及宗教领袖和法律人士的观点。研究结果表明:1).阿卜杜拉希-艾哈迈德-安纳伊姆(Abdullahi Ahmed An-na'im)认为,在讨论与多神教妇女结婚的伊斯兰教经文中存在性别歧视,因此安纳伊姆(an-na'im)使用了 "纳萨赫"(nasakh)的概念来审查经文,2).An-na'im 认为,《世界人权宣言》中所包含的概念更能回答当前人权优先的现象,3)。与不同信仰间婚姻法有关的法律真空空白的存在导致许多印尼人实施该法,而该法的实施也是以人权为基础的。