Menilik Penjatuhan Sanksi Kumulatif Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan oleh Anak Yang Berhadapan dengan Hukum Ditinjau dari Perspektif Kepastian Hukum
{"title":"Menilik Penjatuhan Sanksi Kumulatif Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan oleh Anak Yang Berhadapan dengan Hukum Ditinjau dari Perspektif Kepastian Hukum","authors":"Priska Khairunnisa, Rasji Rasji","doi":"10.38035/rrj.v6i4.935","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Anak merupakan pilar utama dalam membangun masa depan suatu bangsa sehingga harus dilindungi dengan berbagai aturan yang menjamin hak serta kesejahteraan mereka. Namun, pada kenyataannya, anak-anak juga dapat terlibat dalam perilaku yang melanggar hukum. Salah satunya adalah tindakan penganiayaan yang berakibat pada kematian yang terjadi dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 9/Pid.Sus Anak/2021/PN Jkt. Dalam perkara tersebut, Majelis Hakim menetapkan hukuman kumulatif berupa pidana penjara dan denda. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengingat apabila suatu tindakan pidana yang diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda maka pidana denda diganti dengan pelatihan kerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang berfokus pada studi dan analisis literatur melalui teknik penelusuran data library research. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 9/Pid.Sus Anak/2021/PN Jkt.Pst, terdapat kecenderungan dimana putusan tersebut tidak sepenuhnya mengikuti ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Majelis Hakim tidak memperhatikan ketentuan Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mengamanatkan bahwa jika suatu tindakan melanggar hukum yang diancam dengan hukuman pidana penjara dan denda, maka hukuman denda tersebut harus diganti dengan pelatihan kerja. Sebab Majelis Hakim dalam perkara ini menetapkan hukuman kumulatif berupa pidana penjara dan denda, meskipun sudah jelas diatur bahwa jika terdakwa tidak mampu membayar denda, maka hukuman tersebut harus diganti dengan pelatihan kerja. Ketika seorang anak dijatuhi hukuman denda, hal ini tidak selaras dengan tujuan rehabilitasi yang seharusnya menjadi fokus dalam sistem peradilan anak, dimana pemidanaan seharusnya disertai dengan upaya pemulihan agar anak dapat kembali diintegrasikan ke dalam masyarakat.","PeriodicalId":333433,"journal":{"name":"Ranah Research : Journal of Multidisciplinary Research and Development","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2024-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Ranah Research : Journal of Multidisciplinary Research and Development","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.38035/rrj.v6i4.935","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Anak merupakan pilar utama dalam membangun masa depan suatu bangsa sehingga harus dilindungi dengan berbagai aturan yang menjamin hak serta kesejahteraan mereka. Namun, pada kenyataannya, anak-anak juga dapat terlibat dalam perilaku yang melanggar hukum. Salah satunya adalah tindakan penganiayaan yang berakibat pada kematian yang terjadi dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 9/Pid.Sus Anak/2021/PN Jkt. Dalam perkara tersebut, Majelis Hakim menetapkan hukuman kumulatif berupa pidana penjara dan denda. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengingat apabila suatu tindakan pidana yang diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda maka pidana denda diganti dengan pelatihan kerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang berfokus pada studi dan analisis literatur melalui teknik penelusuran data library research. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 9/Pid.Sus Anak/2021/PN Jkt.Pst, terdapat kecenderungan dimana putusan tersebut tidak sepenuhnya mengikuti ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Majelis Hakim tidak memperhatikan ketentuan Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mengamanatkan bahwa jika suatu tindakan melanggar hukum yang diancam dengan hukuman pidana penjara dan denda, maka hukuman denda tersebut harus diganti dengan pelatihan kerja. Sebab Majelis Hakim dalam perkara ini menetapkan hukuman kumulatif berupa pidana penjara dan denda, meskipun sudah jelas diatur bahwa jika terdakwa tidak mampu membayar denda, maka hukuman tersebut harus diganti dengan pelatihan kerja. Ketika seorang anak dijatuhi hukuman denda, hal ini tidak selaras dengan tujuan rehabilitasi yang seharusnya menjadi fokus dalam sistem peradilan anak, dimana pemidanaan seharusnya disertai dengan upaya pemulihan agar anak dapat kembali diintegrasikan ke dalam masyarakat.