AGAMA DALAM PROSES KEBANGKITAN ADAT DI INDONESIA: Studi Masyarakat Rencong Telang Kerinci Jambi

Mahli Zainuddin, Ahmad-Norma Permata
{"title":"AGAMA DALAM PROSES KEBANGKITAN ADAT DI INDONESIA: Studi Masyarakat Rencong Telang Kerinci Jambi","authors":"Mahli Zainuddin, Ahmad-Norma Permata","doi":"10.14421/JSA.2021.151-03","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"After the fall of the New Order, Indonesia witnessed a political revival of traditions. Four factors have been identified as that lead to the revival: first, orchestrated campaigns by local and international NGOs to protect traditional communities’ access to lands and natural resources; second, as efforts by local elites to fill the power vacuum after the centralist new order government ended; third, struggles by local groups that suffered marginalization during the previous regime to reclaim their rights; finally, efforts by local groups to adopt alternative social norms in organizing their communities.  However, a more detailed description on how these revivals carried out is difficult to find. This article put forward such a description, in the case of the Rencong Telang community in Kerinci, Jambi. After almost two decades of decline, the authority of Adat can finally be restored after the corrupt elites have been replaced. Interestingly, it was personal religiosity that served as the criterion to replace them, while leadership accountability always failed to do so. This finding will also enrich the discussion on the relationship between adat and religion beyond conflict and harmony.Pasca runtuhnya Orde Baru, peran adat mengalami kebangkitan politik di berbagai daerah. Paling tidak ada empat faktor yang dianggap mempengaruhi kebangkitan tersebut: pertama, kampanye LSM internasional yang mendorong hak-hak masyarakat adat; kedua, sebagai upaya mengisi kekosongan otoritas lokal pasca runtuhnya rezim Orde Baru; ketiga, sebagai upaya kelompok minoritas yang merasa tertindas selama Orde Baru; dan terakhir, adat sebagai alternatif membangkitkan idealisme tatanan sosial--namun tidak banyak penjelasan bagaimana proses kebangkitan tersebut terjadi. Kebangkitan otoritas adat di kalangan masyarakat Rencong Telang, Kerinci, Jambi menjadi kasus yang menarik. Setelah hampir dua dekade mengalami kemerosotan--seiring dengan kemerosotan ekonomi yang diiringi perubahan politik akibat desentralisasi--Adat kehilangan otoritasnya karena tokoh adat terjebak pragmatisme politik dan instrumentalisasi adat untuk pragmatisme politik berujung pada saling pecat. Berbagai upaya konsolidasi dilakukan, dan baru berhasil setelah dilakukan penegakan sanksi adat secara tegas. Menariknya, yang menjadi kriteria penegakan sanksi adalah ketaatan beragama. Sehingga agama menjadi kriteria kredibilitas lembaga Adat. Ini sekaligus menjadi tambahan pengayaan bagi kajian relasi adat dan agama yang selama lebih banyak memperdebatkan konflik dan harmoni.","PeriodicalId":52843,"journal":{"name":"Jurnal Sosiologi Agama","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2021-06-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Sosiologi Agama","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/JSA.2021.151-03","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1

Abstract

After the fall of the New Order, Indonesia witnessed a political revival of traditions. Four factors have been identified as that lead to the revival: first, orchestrated campaigns by local and international NGOs to protect traditional communities’ access to lands and natural resources; second, as efforts by local elites to fill the power vacuum after the centralist new order government ended; third, struggles by local groups that suffered marginalization during the previous regime to reclaim their rights; finally, efforts by local groups to adopt alternative social norms in organizing their communities.  However, a more detailed description on how these revivals carried out is difficult to find. This article put forward such a description, in the case of the Rencong Telang community in Kerinci, Jambi. After almost two decades of decline, the authority of Adat can finally be restored after the corrupt elites have been replaced. Interestingly, it was personal religiosity that served as the criterion to replace them, while leadership accountability always failed to do so. This finding will also enrich the discussion on the relationship between adat and religion beyond conflict and harmony.Pasca runtuhnya Orde Baru, peran adat mengalami kebangkitan politik di berbagai daerah. Paling tidak ada empat faktor yang dianggap mempengaruhi kebangkitan tersebut: pertama, kampanye LSM internasional yang mendorong hak-hak masyarakat adat; kedua, sebagai upaya mengisi kekosongan otoritas lokal pasca runtuhnya rezim Orde Baru; ketiga, sebagai upaya kelompok minoritas yang merasa tertindas selama Orde Baru; dan terakhir, adat sebagai alternatif membangkitkan idealisme tatanan sosial--namun tidak banyak penjelasan bagaimana proses kebangkitan tersebut terjadi. Kebangkitan otoritas adat di kalangan masyarakat Rencong Telang, Kerinci, Jambi menjadi kasus yang menarik. Setelah hampir dua dekade mengalami kemerosotan--seiring dengan kemerosotan ekonomi yang diiringi perubahan politik akibat desentralisasi--Adat kehilangan otoritasnya karena tokoh adat terjebak pragmatisme politik dan instrumentalisasi adat untuk pragmatisme politik berujung pada saling pecat. Berbagai upaya konsolidasi dilakukan, dan baru berhasil setelah dilakukan penegakan sanksi adat secara tegas. Menariknya, yang menjadi kriteria penegakan sanksi adalah ketaatan beragama. Sehingga agama menjadi kriteria kredibilitas lembaga Adat. Ini sekaligus menjadi tambahan pengayaan bagi kajian relasi adat dan agama yang selama lebih banyak memperdebatkan konflik dan harmoni.
查看原文
分享 分享
微信好友 朋友圈 QQ好友 复制链接
本刊更多论文
印尼传统复兴进程中的宗教:一项关于怀孕边缘社区的研究
新秩序垮台后,印度尼西亚见证了传统的政治复兴。已经确定了导致复兴的四个因素:第一,地方和国际非政府组织精心策划的运动,以保护传统社区获得土地和自然资源的机会;第二,中央集权新秩序政府结束后,地方精英为填补权力真空所做的努力;第三,在前政权时期被边缘化的地方团体为收回自己的权利而进行的斗争;最后,地方团体在组织社区时采用替代社会规范的努力。然而,很难找到关于这些复兴是如何进行的更详细的描述。本文以占碑市克仁济的仁聪特朗社区为例,提出了这样的描述。经过近20年的衰落,在腐败精英被取代后,阿达特的权威终于得以恢复。有趣的是,个人的宗教信仰是取代他们的标准,而领导问责制总是未能做到这一点。这一发现也将丰富关于阿达特与宗教之间关系的讨论,超越冲突与和谐。新秩序崩溃后,各地的风俗习惯发生了政治起义。至少有四个因素被认为会影响起义:首先,促进习惯社会权利的国际LSM运动;第二,试图填补新秩序政权垮台后地方当局的空白;第三,作为在新秩序期间感到被压迫的少数群体的努力;最后,习惯作为一种替代,提升了社会结构的理想主义——但并没有太多解释复活过程是如何发生的。金戒指、兔子和占碑社区中传统权威的兴起是一个有趣的案例。在经历了近20年的拆迁之后——伴随着经济拆迁和权力下放带来的政治变革——适应了由于政治实用主义中的习俗特征而导致的权威丧失,而政治实用主义对习俗的工具化相互依赖。进行了几次巩固工作,只有在严格制裁后才取得成功。有趣的是,成为制裁标准的是宗教信仰。因此,宗教成为适应制度的可信度标准。同时,这也是对习惯和宗教关系研究的又一次庆祝活动,这些关系一直在争论冲突与和谐。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
16
审稿时长
6 weeks
期刊最新文献
STRATEGI RESOLUSI KONFLIK KELOMPOK MINORITAS; Studi Konflik Penutupan Kapel di Dau, Kabupaten Malang GEN-Z MUSLIMS, SOCIAL MEDIA AND FORMLESS-SPIRITUAL: An Explorative Study of Mosque Youth in Medan City MODERASI BERAGAMA DI PAPUA: Rekonstruksi Identitas dan Resolusi Kehidupan Keagamaan Pasca Konflik Papua 1998-2001 TRANSFER KAPITAL: Studi Praktik Ulama Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat RECONSTRUING URBAN MUSLIM ENTREPRENEUR PROGRAM ON VOLUNTARY ALMSGIVING: Deconstruction, Social Theology and Plurality
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
现在去查看 取消
×
提示
确定
0
微信
客服QQ
Book学术公众号 扫码关注我们
反馈
×
意见反馈
请填写您的意见或建议
请填写您的手机或邮箱
已复制链接
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
×
扫码分享
扫码分享
Book学术官方微信
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术
文献互助 智能选刊 最新文献 互助须知 联系我们:info@booksci.cn
Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。
Copyright © 2023 Book学术 All rights reserved.
ghs 京公网安备 11010802042870号 京ICP备2023020795号-1