ARSITEKTUR SEBAGAI MANIFESTASI IDENTITAS INDONESIA

Johannes Adiyanto
{"title":"ARSITEKTUR SEBAGAI MANIFESTASI IDENTITAS INDONESIA","authors":"Johannes Adiyanto","doi":"10.24853/nalars.21.2.139-150","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Arsitektur secara umum dipahami sebagai ilmu bangunan. Namun bagaimana latar belakang munculnya pemikiran arsitektur terutama dalam perspektif politik dan kebangsaan tidak banyak di bahas.Paper ini melihat bagaimana suatu bangsa – dalam hal ini Indonesia – menempatkan arsitektur sebagai sebuah identitas kebangsaannya. Kasus waktu yang dipakai dalam paper ini adalah masa pemerintahan Sukarno, Suharto dan Joko Widodo. Pembacaan kasus arsitektur menggunakan cara baca semiotika, yang menempatkan karya arsitektur sebagai simbol yang dipersepsi oleh penerima simbol tersebut. Metode penulisan menggunakan metode sejarah yang sinkronik dan diakronik.Hasil pembahasan menunjukkan bahwa dari ketiga Presiden Indonesia tersebut menempatkan ‘arsitektur’ sebagai simbol identitas. Arsitektur diposisikan sebagai sarana komunikasi terhadap kebijakan-kebijakan politik identitasnya. Perbedaan dari ketiganya adalah lebih pada pendekatan arsitektur yang digunakan. Masa Presiden Sukarno menggunakan arsitektur modern sebagai sarana mempersatukan keberagaman arsitektural dan menunjukkan jati diri kesetaraan dengan bangsa lain. Hal yang penting sebagai salah satu negara yang baru merdeka saat itu. Masa Suharto justru sebaliknya menempatkan keberagaman arsitektural sebagai identitasnya atau menggunakan pendekatan arsitektur regionalisme, walau dengan pendekatan sentralistik dalam kebijakan politiknya dengan perundang-undangan yang mengikat. Pemerintahan Joko Widodo menggunakan keberagaman arsitektur namun dalam kemasan yang lebih mengkini dengan istilah arsitektur nusantara mengkini. Disini terlihat bahwa arsitektur dimaknai sesuai dengan pemimpin yang berkuasa saat itu. Arsitektur menjadi mempunyai kaitan erat dengan pemilihan pendekatan politik saat pemerintah itu berkuasa.","PeriodicalId":31959,"journal":{"name":"Nalars","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Nalars","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24853/nalars.21.2.139-150","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1

Abstract

Arsitektur secara umum dipahami sebagai ilmu bangunan. Namun bagaimana latar belakang munculnya pemikiran arsitektur terutama dalam perspektif politik dan kebangsaan tidak banyak di bahas.Paper ini melihat bagaimana suatu bangsa – dalam hal ini Indonesia – menempatkan arsitektur sebagai sebuah identitas kebangsaannya. Kasus waktu yang dipakai dalam paper ini adalah masa pemerintahan Sukarno, Suharto dan Joko Widodo. Pembacaan kasus arsitektur menggunakan cara baca semiotika, yang menempatkan karya arsitektur sebagai simbol yang dipersepsi oleh penerima simbol tersebut. Metode penulisan menggunakan metode sejarah yang sinkronik dan diakronik.Hasil pembahasan menunjukkan bahwa dari ketiga Presiden Indonesia tersebut menempatkan ‘arsitektur’ sebagai simbol identitas. Arsitektur diposisikan sebagai sarana komunikasi terhadap kebijakan-kebijakan politik identitasnya. Perbedaan dari ketiganya adalah lebih pada pendekatan arsitektur yang digunakan. Masa Presiden Sukarno menggunakan arsitektur modern sebagai sarana mempersatukan keberagaman arsitektural dan menunjukkan jati diri kesetaraan dengan bangsa lain. Hal yang penting sebagai salah satu negara yang baru merdeka saat itu. Masa Suharto justru sebaliknya menempatkan keberagaman arsitektural sebagai identitasnya atau menggunakan pendekatan arsitektur regionalisme, walau dengan pendekatan sentralistik dalam kebijakan politiknya dengan perundang-undangan yang mengikat. Pemerintahan Joko Widodo menggunakan keberagaman arsitektur namun dalam kemasan yang lebih mengkini dengan istilah arsitektur nusantara mengkini. Disini terlihat bahwa arsitektur dimaknai sesuai dengan pemimpin yang berkuasa saat itu. Arsitektur menjadi mempunyai kaitan erat dengan pemilihan pendekatan politik saat pemerintah itu berkuasa.
查看原文
分享 分享
微信好友 朋友圈 QQ好友 复制链接
本刊更多论文
建筑作为印尼身份的表现
建筑学通常被理解为建筑科学。但是,这个背景是如何产生建筑思想的,尤其是从政治和国家的角度来看,并没有太多讨论。这篇论文看到了一个国家——在这个例子中是印度尼西亚——如何将建筑作为其国家身份。本文的时间案例是苏加诺、苏哈托和佐科·维多多政府的时间。建筑案例阅读采用符号学阅读,将建筑作品视为符号接受者所接受的符号。写作方法使用同步和长期的历史方法。决议的结果表明,三位印尼总统都将“建筑”作为身份象征。该体系结构被定位为一种针对其身份策略的通信手段。三者之间的区别更多地在于所使用的体系结构方法。苏加诺总统用现代建筑作为一种方式来团结建筑的多样性,并表明自己与其他国家平等。作为当时新的自由国家之一,这很重要。相反,苏哈托的时代将建筑多样性作为其身份,或使用建筑方法来处理区域主义,即使在其具有约束力的法律的政策中采用中央集权的方法。佐科·维多多(Joko Widodo)的政府使用了建筑的多样性,但在要求更高的包中使用了nusbetween建筑的术语。根据当时掌权的领导人的说法,建筑似乎受到了诅咒。该架构与政府执政时的政治方法选举密切相关。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
求助全文
约1分钟内获得全文 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
12
审稿时长
18 weeks
期刊最新文献
UNSUR-UNSUR POLA BENTUK LANTAI BANGSAL WITANA DALAM KONTEKS VASTUSASTRA TIPOLOGI BENTUK ARSITEKTUR RUMAH VERNAKULAR DI PULAU JAWA PENGATURAN FISIK PADA RUANG PUBLIK SEBAGAI PENCEGAH TERJADINYA PERILAKU NEGATIF Identifikasi Karakteristik dan Formasi Kampung Melayu di Kota Pontianak REKOMENDASI DESAIN BANGUNAN SEHAT UNTUK FUNGSI HUNIAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOFILIK
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
现在去查看 取消
×
提示
确定
0
微信
客服QQ
Book学术公众号 扫码关注我们
反馈
×
意见反馈
请填写您的意见或建议
请填写您的手机或邮箱
已复制链接
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
×
扫码分享
扫码分享
Book学术官方微信
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术
文献互助 智能选刊 最新文献 互助须知 联系我们:info@booksci.cn
Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。
Copyright © 2023 Book学术 All rights reserved.
ghs 京公网安备 11010802042870号 京ICP备2023020795号-1