{"title":"The Management Process of the Emergency Curriculum and Its Influential Factors: Insight from the Field","authors":"Shella Suksesi, Edi Subkhan","doi":"10.15294/ijcets.v10i1.56103","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"This study aims to identify the problems that arose amid the implementation of the emergency curriculum endorsed by the government among teachers and students. The emergency curriculum is a top-down curricular intervention as a means to overcome the problems caused by the Covid-19 outbreak. The research has been conducted in one senior high school in the center of Semarang City, involving several interviewees by employing a qualitative approach. The results showed that there are varieties of teachers’ understanding of emergency curriculum as well as their resistance and acceptance. During the planning stage, the role of teacher association based on the subject matter (MGMP), district of education office, and school principal are central. Afterward, in the organizing and implementation stages of the emergency curriculum technical and non-technical barriers from the students cause learning problems, e.g. poor internet infrastructure, lack of digital literacy skills, and teachers’ misunderstanding of the basic concept of emergency curriculum. However, until the end of the process management (assessment stage) there is no significant problems can be found. In this regard, all students have met the minimum required standard of achievement. \nAbstrak \nPenelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang muncul di tengah penerapan kurikulum darurat yang disahkan oleh pemerintah di kalangan guru dan siswa. Kurikulum darurat merupakan intervensi kurikuler dari atas ke bawah sebagai sarana untuk mengatasi masalah yang disebabkan oleh wabah Covid-19. Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA di pusat Kota Semarang, melibatkan beberapa narasumber dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi pemahaman guru terhadap kurikulum darurat, juga resistensi dan penerimaan mereka. Pada tahap perencanaan, peran Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Dinas Pendidikan, dan kepala sekolah sangat penting. Setelah itu, pada tahap pengorganisasian dan implementasi kurikulum darurat, hambatan teknis dan non-teknis dari siswa menyebabkan masalah pembelajaran, misalnya infrastruktur internet yang buruk, kurangnya keterampilan literasi digital, dan kesalahpahaman guru terhadap konsep dasar kurikulum darurat. Walau demikian, hingga akhir proses pengelolaan (tahap penilaian) tidak ditemukan masalah yang berarti. Dalam hal ini, semua siswa telah memenuhi standar pencapaian minimum yang disyaratkan (KKM).","PeriodicalId":30936,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15294/ijcets.v10i1.56103","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
This study aims to identify the problems that arose amid the implementation of the emergency curriculum endorsed by the government among teachers and students. The emergency curriculum is a top-down curricular intervention as a means to overcome the problems caused by the Covid-19 outbreak. The research has been conducted in one senior high school in the center of Semarang City, involving several interviewees by employing a qualitative approach. The results showed that there are varieties of teachers’ understanding of emergency curriculum as well as their resistance and acceptance. During the planning stage, the role of teacher association based on the subject matter (MGMP), district of education office, and school principal are central. Afterward, in the organizing and implementation stages of the emergency curriculum technical and non-technical barriers from the students cause learning problems, e.g. poor internet infrastructure, lack of digital literacy skills, and teachers’ misunderstanding of the basic concept of emergency curriculum. However, until the end of the process management (assessment stage) there is no significant problems can be found. In this regard, all students have met the minimum required standard of achievement.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang muncul di tengah penerapan kurikulum darurat yang disahkan oleh pemerintah di kalangan guru dan siswa. Kurikulum darurat merupakan intervensi kurikuler dari atas ke bawah sebagai sarana untuk mengatasi masalah yang disebabkan oleh wabah Covid-19. Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA di pusat Kota Semarang, melibatkan beberapa narasumber dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi pemahaman guru terhadap kurikulum darurat, juga resistensi dan penerimaan mereka. Pada tahap perencanaan, peran Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Dinas Pendidikan, dan kepala sekolah sangat penting. Setelah itu, pada tahap pengorganisasian dan implementasi kurikulum darurat, hambatan teknis dan non-teknis dari siswa menyebabkan masalah pembelajaran, misalnya infrastruktur internet yang buruk, kurangnya keterampilan literasi digital, dan kesalahpahaman guru terhadap konsep dasar kurikulum darurat. Walau demikian, hingga akhir proses pengelolaan (tahap penilaian) tidak ditemukan masalah yang berarti. Dalam hal ini, semua siswa telah memenuhi standar pencapaian minimum yang disyaratkan (KKM).