{"title":"KRITERIA ALOKASI TANGKAPAN TUNA UNTUK KOMISI TUNA SAMUDERA HINDIA (IOTC)","authors":"Darmawan, Aditya Setianingtyas, M. A. Sondita","doi":"10.29244/jmf.9.2.133-144","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"ABSTRACTCatch allocation scheme generally establish based on country’s historic catch data. Growing membership from coastal states in the Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), raise issue about the importance of geographical position in determining a catch allocation criteria. In 2009, Scientific Committee of IOTC estimated that landings of yellowfin tuna and bigeye tuna had nearly or even exceeded its maximum sustainable yield (MSY). Therefore, in 2010, IOTC adopted resolution to establish a system and criteria on allocation of catch for yellow fin and bigeye tuna and invited member countries to submit proposal. Indonesia proposes criteria on historic catch, economic dependency toward tuna, coastal state status, bio-ecological significance of the fishing ground, IOTC membership and level of compliance. Japan, which represents the state long-distance fishing, proposes historic catch, sustainable management plan, IOTC membership, level of compliance, financial contribution, contribution to research and data collection, and utilization of allocated quota.Objective of the research is to analyse comparation of both proposals with regards to coastal states’ rights and jurisdiction in accord with UNCLOS 1982 and resource management rights concept in Schlager and Ostrom (1992). The research used a qualitative approach in which literature and report reviews had been conducted as data collection method, strengthened with depth interviews of resource persons, particularly Indonesia’s delegates and other relevant parties. Data obtained were analyzed descriptively using simulation calculations according to the proposed criteria. Results show that Indonesian proposed criteriaprovide advantages for coastal states, but will be disadvantaged for Japan and other distant fishing countries. It needs an approach and further deliberation to reach agreement on tuna catch allocation criteria in the IOTC.Keywords: catch allocation criteria, coastal states, management rights ABSTRAKSkema alokasi kuota tangkapan seringkali ditentukan berdasarkan catatan sejarah hasil tangkapan armada tiap negara. Meningkatnya keanggotaan Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) yang berasal dari negara pantai di Samudera Hindia, menjadikan kriteria alokasi tangkapan berdasarkan posisi geografis menjadi isu yang sangat penting. Pada tahun 2009, stok tuna sirip kuning (yellowfin) dan tuna mata besar (bigeye) di Samudera Hindia diduga telah mendekati atau bahkan melebihi perkiraan nilai maximum sustainable yield (MSY) nya. Oleh sebab itu tahun 2010, IOTC mengeluarkan resolusi untuk menyusun sistem dan kriteria alokasi tangkapan dan meminta usulan proposal. Kriteria yang diusulkan Indonesia meliputi sejarah penangkapan, ketergantungan ekonomi terhadap tuna, posisi negara pantai, signifikansi perairan negara, keanggotaan IOTC dan tingkat kepatuhan. Adapun Jepang yang mewakili negara penangkap ikan jarak jauh mengusung kriteria sejarah penangkapan, rencana perikanan berkelanjutan, keanggotaan IOTC, tingkat kepatuhan, kontribusi keuangan, kontribusi pada riset dan pendataan serta tingkat pemanfaatan alokasi kuota. Penelitian ini bertujuan membandingkan kriteria kedua usulan tersebut dari sudut pandang hak-hak negara pantai dalam konvensi hukum laut internasional dan konsep kepemilikan sumber daya ikan (Schlager dan Ostrom 1992). Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dimana data dan informasi diperoleh melalui kajian pustaka dan wawancara terhadap ketua atau anggota delegasi Indonesia serta pihak-pihak terkait lainnya. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan simulasi perhitungan sesuai kriteria yang diusulkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria yang diusulkan Indonesia lebih menguntungkan bagi Indonesia, tetapi membuat Jepang dan negara penangkap ikan jarak jauh sulit untuk menerimanya. Diperlukan pendekatan dan diskusi lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan kriteria alokasi tangkapan tuna di IOTC.Kata kunci: kriteria alokasi tangkapan, negara pantai, hak pengelolaan","PeriodicalId":59401,"journal":{"name":"海洋渔业","volume":"116 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-11-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"海洋渔业","FirstCategoryId":"1091","ListUrlMain":"https://doi.org/10.29244/jmf.9.2.133-144","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
ABSTRACTCatch allocation scheme generally establish based on country’s historic catch data. Growing membership from coastal states in the Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), raise issue about the importance of geographical position in determining a catch allocation criteria. In 2009, Scientific Committee of IOTC estimated that landings of yellowfin tuna and bigeye tuna had nearly or even exceeded its maximum sustainable yield (MSY). Therefore, in 2010, IOTC adopted resolution to establish a system and criteria on allocation of catch for yellow fin and bigeye tuna and invited member countries to submit proposal. Indonesia proposes criteria on historic catch, economic dependency toward tuna, coastal state status, bio-ecological significance of the fishing ground, IOTC membership and level of compliance. Japan, which represents the state long-distance fishing, proposes historic catch, sustainable management plan, IOTC membership, level of compliance, financial contribution, contribution to research and data collection, and utilization of allocated quota.Objective of the research is to analyse comparation of both proposals with regards to coastal states’ rights and jurisdiction in accord with UNCLOS 1982 and resource management rights concept in Schlager and Ostrom (1992). The research used a qualitative approach in which literature and report reviews had been conducted as data collection method, strengthened with depth interviews of resource persons, particularly Indonesia’s delegates and other relevant parties. Data obtained were analyzed descriptively using simulation calculations according to the proposed criteria. Results show that Indonesian proposed criteriaprovide advantages for coastal states, but will be disadvantaged for Japan and other distant fishing countries. It needs an approach and further deliberation to reach agreement on tuna catch allocation criteria in the IOTC.Keywords: catch allocation criteria, coastal states, management rights ABSTRAKSkema alokasi kuota tangkapan seringkali ditentukan berdasarkan catatan sejarah hasil tangkapan armada tiap negara. Meningkatnya keanggotaan Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) yang berasal dari negara pantai di Samudera Hindia, menjadikan kriteria alokasi tangkapan berdasarkan posisi geografis menjadi isu yang sangat penting. Pada tahun 2009, stok tuna sirip kuning (yellowfin) dan tuna mata besar (bigeye) di Samudera Hindia diduga telah mendekati atau bahkan melebihi perkiraan nilai maximum sustainable yield (MSY) nya. Oleh sebab itu tahun 2010, IOTC mengeluarkan resolusi untuk menyusun sistem dan kriteria alokasi tangkapan dan meminta usulan proposal. Kriteria yang diusulkan Indonesia meliputi sejarah penangkapan, ketergantungan ekonomi terhadap tuna, posisi negara pantai, signifikansi perairan negara, keanggotaan IOTC dan tingkat kepatuhan. Adapun Jepang yang mewakili negara penangkap ikan jarak jauh mengusung kriteria sejarah penangkapan, rencana perikanan berkelanjutan, keanggotaan IOTC, tingkat kepatuhan, kontribusi keuangan, kontribusi pada riset dan pendataan serta tingkat pemanfaatan alokasi kuota. Penelitian ini bertujuan membandingkan kriteria kedua usulan tersebut dari sudut pandang hak-hak negara pantai dalam konvensi hukum laut internasional dan konsep kepemilikan sumber daya ikan (Schlager dan Ostrom 1992). Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dimana data dan informasi diperoleh melalui kajian pustaka dan wawancara terhadap ketua atau anggota delegasi Indonesia serta pihak-pihak terkait lainnya. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan simulasi perhitungan sesuai kriteria yang diusulkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria yang diusulkan Indonesia lebih menguntungkan bagi Indonesia, tetapi membuat Jepang dan negara penangkap ikan jarak jauh sulit untuk menerimanya. Diperlukan pendekatan dan diskusi lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan kriteria alokasi tangkapan tuna di IOTC.Kata kunci: kriteria alokasi tangkapan, negara pantai, hak pengelolaan
摘要渔获量分配方案一般是根据各国历史渔获量数据制定的。印度洋金枪鱼委员会(IOTC)中沿海国家的成员不断增加,这引发了地理位置在确定捕捞分配标准中的重要性的问题。2009年,IOTC科学委员会估计黄鳍金枪鱼和大眼金枪鱼的捕捞量已接近甚至超过其最大可持续产量(MSY)。因此,2010年,IOTC通过决议,建立黄鳍金枪鱼和大眼金枪鱼捕捞分配制度和标准,并邀请成员国提交提案。印度尼西亚提出了关于历史捕获量、对金枪鱼的经济依赖、沿海国地位、渔场的生物生态意义、国际渔业委员会成员资格和遵守程度的标准。代表国家长距离捕捞的日本提出了历史捕获量、可持续管理计划、IOTC成员资格、合规水平、财政贡献、对研究和数据收集的贡献以及分配配额的利用。本研究的目的是分析比较两种提案在沿海国根据1982年《联合国海洋法公约》的权利和管辖权以及Schlager和Ostrom(1992)的资源管理权概念方面的差异。这项研究采用了一种定性方法,其中文献和报告审查作为数据收集方法,并加强了对资源人员,特别是印度尼西亚代表和其他有关方面的深入访谈。根据提出的准则,利用模拟计算对所得数据进行描述性分析。结果表明,印尼提出的标准对沿海国家有利,但对日本和其他遥远的渔业国家不利。在国际金枪鱼捕捞委员会中就金枪鱼捕捞分配标准达成协议需要一种方法和进一步的审议。关键词:渔获分配标准,沿海国家,管理权印度洋金枪鱼委员会(IOTC),印度,印度,印度,印度,印度,印度,印度,印度,印度,印度,印度,印度,印度,印度。2009年,金枪鱼sirip kuning(黄鳍)和金枪鱼mata besar(大眼)di Samudera Hindia diduga telah mendekati atau bahkan melebihi perkiraan nilai最大可持续产量(MSY) nya。Oleh sebab itu tahun 2010, IOTC mengeluarkan决议,提出了一种新的menusuun系统和标准,并提出了一种新的menusuan方案。kiteria yang diusulkan Indonesia meliputi sejarah penangkapan, ketergantungan ekonomi terhadap tuna, posisi negara pantai, signifinkansi perairan negara, keanggotaan IOTC dan tingkat kepatuhan。apapun Jepang yang mewakili negara penangkap ikan jarak jauh mengusung kriteria sejarah penangkapan, rencana perikanan berkelanjutan, keanggotaan IOTC, tingkat kepatuhan, kontribusi keuangan, kontribusi patada riset dan pendatan serta tingkat pemanfaatan alokasi kuota。Penelitian ini bertujuan membandingkan kriterteria kedua usulan tersebut dari sudut pandang hak-hak negara pantai dalam konvensi hukum laut international dan konsep kepemilikan sumber dayan ikan (Schlager dan Ostrom 1992)。Penelitian dilakukan melalukan pendekatan质量数据和信息,diperoleh melalukan pustaka danwanancara terhadap ketua atau anggota代表团,印度尼西亚serta pihak-pihak terkait lainnya。数据阳双透光分析技术的技术描述。登安蒙古纳坎模拟perhitungan sesuai标准阳双透光坎。哈西尔penelitian menunjukkan bahwa kriteria yang diusulkan Indonesia lebih menguntunkan bagi印度尼西亚,tetapi成员Jepang dan negara penangkap ikan jarak jauit untuk menerimanya。Diperlukan pendekatan dandiskusi lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan kria alokasi tangkapan tuna di IOTC。Kata kunci: kiteria alokasi tangkapan, negara pantai, hak penelolaan
期刊介绍:
“Marine Fisheries”started publication in 1979, it mainly covers original research papers and reviews on basic theories and applications of aquaculture and fisheries, including marine biology, mariculture and reproduction, aquatic diseases and prevention, nutrition and feed of aquatic organisms, fishery ecology and environmental protection, development and conservation of marine fishery resources, fishing tools and methods, preservation and comprehensive utilization of aquatic products, fishery machinery and instruments.