{"title":"Bisexual Orientation, Divorce and Islamic Law in Indonesia: Legal Standing and Arguments","authors":"Warda Silwana Hikmah, H. Bachtiar, K. Kurniawan","doi":"10.15408/ajis.v22i1.25791","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Can the bisexual orientation in a marriage bond be considered a legal argument for formulating a verdict in the Indonesia Islamic courts? Does it have such a specific legal standing mentioned directly within any regulation covering the issue of Islamic private law? In answering both these questions, this article implements a normative-juridical inquiry that examines various rational possibilities in developing arguments of law. This article finds that in handling the case of bisexual orientation, the Indonesian legal system has remained a legal vacuum. Consequently, it seems it might not be a direct legal argument because it has no legal standing. This article argues that there is no single legal instrument has been imposed that explicitly mentions the case of the orientation. However, the judge may implement the analogous of the possibility of \"adultery that leads to unresolved conflicts\" to make a ratio legis of divorce due to the orientation. AbstrakApakah orientasi biseksual dalam suatu ikatan perkawinan dapat dijadikan sebagai dalil hukum untuk merumuskan suatu putusan di pengadilan? Apakah ia memiliki kedudukan hukum tertentu yang disebutkan secara langsung dalam peraturan apa pun yang mencakup masalah hukum privat Islam? Dalam menjawab kedua pertanyaan tersebut, artikel ini menerapkan penelitian yuridis-normatif yang mengkaji berbagai kemungkinan rasional dalam mengembangkan argumentasi hukum. Artikel ini menemukan bahwa dalam menangani kasus orientasi biseksual, sistem hukum Indonesia masih mengalami kekosongan hukum. Akibatnya, seolah-olah tidak bisa menjadi argumentasi hukum langsung karena tidak memiliki legal standing. Artikel ini berargumen bahwa tidak ada satu pun instrumen hukum yang diberlakukan yang secara eksplisit menyebutkan kasus orientasi tersebut. Namun demikian, hakim dapat menerapkan analogi kemungkinan “perzinahan yang berujung pada konflik yang tidak terselesaikan” untuk membuat rasio logis perceraian karena orientasinya.","PeriodicalId":32685,"journal":{"name":"Ahkam Jurnal Ilmu Syariah","volume":"60 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Ahkam Jurnal Ilmu Syariah","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15408/ajis.v22i1.25791","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"Q1","JCRName":"Arts and Humanities","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Can the bisexual orientation in a marriage bond be considered a legal argument for formulating a verdict in the Indonesia Islamic courts? Does it have such a specific legal standing mentioned directly within any regulation covering the issue of Islamic private law? In answering both these questions, this article implements a normative-juridical inquiry that examines various rational possibilities in developing arguments of law. This article finds that in handling the case of bisexual orientation, the Indonesian legal system has remained a legal vacuum. Consequently, it seems it might not be a direct legal argument because it has no legal standing. This article argues that there is no single legal instrument has been imposed that explicitly mentions the case of the orientation. However, the judge may implement the analogous of the possibility of "adultery that leads to unresolved conflicts" to make a ratio legis of divorce due to the orientation. AbstrakApakah orientasi biseksual dalam suatu ikatan perkawinan dapat dijadikan sebagai dalil hukum untuk merumuskan suatu putusan di pengadilan? Apakah ia memiliki kedudukan hukum tertentu yang disebutkan secara langsung dalam peraturan apa pun yang mencakup masalah hukum privat Islam? Dalam menjawab kedua pertanyaan tersebut, artikel ini menerapkan penelitian yuridis-normatif yang mengkaji berbagai kemungkinan rasional dalam mengembangkan argumentasi hukum. Artikel ini menemukan bahwa dalam menangani kasus orientasi biseksual, sistem hukum Indonesia masih mengalami kekosongan hukum. Akibatnya, seolah-olah tidak bisa menjadi argumentasi hukum langsung karena tidak memiliki legal standing. Artikel ini berargumen bahwa tidak ada satu pun instrumen hukum yang diberlakukan yang secara eksplisit menyebutkan kasus orientasi tersebut. Namun demikian, hakim dapat menerapkan analogi kemungkinan “perzinahan yang berujung pada konflik yang tidak terselesaikan” untuk membuat rasio logis perceraian karena orientasinya.
在印尼的伊斯兰法庭中,婚姻关系中的双性恋取向能否被视为形成判决的法律论据?在涉及伊斯兰私法问题的任何条例中,它是否有这种直接提及的具体法律地位?在回答这两个问题时,本文实施了一种规范-司法探究,考察了发展法律论点的各种理性可能性。本文发现,在处理双性恋倾向案件时,印尼法律体系仍处于法律真空状态。因此,这似乎不是一个直接的法律论点,因为它没有法律地位。本文认为,没有任何一项法律文书明确提到这种倾向的情况。然而,法官可能会实施类似于“通奸导致未解决的冲突”的可能性,使离婚的比例合法,因为取向。【摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】【中文摘要】Apakah ia memiliki kedudukan hukum tertentu yang disebutkan secara langsung dalam peraturan apa pun yang menakup masalah hukum private Islam?杨孟卡吉:我是杨孟卡吉,我是杨孟卡吉,我是杨孟卡吉。Artikel ini menemukan bahwa dalam menangani kasus orientasi biseksual, system hukum印度尼西亚masih mengalami kekosongan hukum。Akibatnya, seolah-olah tidak bisa menjadi argumentasi hukum langsung karena tidak memiliki法律地位。Artikel ini berargumen bahwa tidak ada satu pun instrumen hukum yang diberlakukan yang secara eksplisit menyebukan kasus orientasi tersebut。“perzinahan yang berujung pada konflik yang tidak terselesaikan”,这句话的意思是:“我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是。”