Nurhotma Nurhotma, Junaidi Indrawadi, Fatmariza Fatmariza, I. Putra
{"title":"Kedudukan Anak dalam Perkawinan Campuran Suku Minangkabau dan Suku Tapanuli di Kenagarian Bahagia Padang Gelugur","authors":"Nurhotma Nurhotma, Junaidi Indrawadi, Fatmariza Fatmariza, I. Putra","doi":"10.24036/jce.v5i3.724","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Penelitian ini membahas mengenai kedudukan anak dalam perkawinan campuran suku Minangkabau dan suku Tapanuli di Kenagarian Bahagia Padang Gelugur. Perkawinan antara suku yang terjadi antara suku Minangkabau dengan suku Tapanuli sudah banyak terjadi di Kecamatan Padang Gelugur terutama di Kenagarian Bahagia Padang Gelugur, dimana masyarakat Tapanuli yang menganut sistem kekerabatan patrilineal dengan masyarakat Minangkabau yang kekerabatannya matrilineal. Perkawinan antar suku terhadap kedudukan anak dan berdampak terhadap pembangian harta warisan. Dalam pembagian harta warisan untuk anak laki-laki akan berbeda pembagian harta warisan perempuan, karena ayah suku Tapanuli (patrilineal) dan ibu suku Minangkabau (matrilineal) dan sebaliknya ayah suku Minangkabau dan ibu suku Tapanuli. Metode penelitian yang menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian didapat bahwa kedudukan anak dalam perkawinan campuran suku Minangkabau dan suku Tapanuli dapat dilihat dari bentuk perkawinan yang digunakan oleh orang tua. Bentuk perkawinan campuran dapat dilihat dari 3 sistem kekerabatan orang tua baik dari ayah Minangkabau dan ibu Tapanuli atau ayah Tapanuli dan ibu Minangkabau yaitu sistem kekerabatan patrilineal, sistem kekerabatan matrilineal dan sistem parental. Adapun dampak terhadap kedudukan anak yaitu dampaknya adalah anak laki-laki sebagai ahli waris dari orang tuanya sesuai dengan hukum faraidh atau hukum Islam. Jika suami dari suku Minangkabau dan istri suku Tapanuli dampaknya adalah hak waris tidak bisa diturunkan kepada anak sehingga tidak lagi memakai hukum waris adat tetapi memakai hukum waris menurut ajaran Islam dan sesuai dengan kesepakatan kedua orang tua.","PeriodicalId":33541,"journal":{"name":"Journal of Moral and Civic Education","volume":"15 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-08-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Journal of Moral and Civic Education","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24036/jce.v5i3.724","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
Abstract
Penelitian ini membahas mengenai kedudukan anak dalam perkawinan campuran suku Minangkabau dan suku Tapanuli di Kenagarian Bahagia Padang Gelugur. Perkawinan antara suku yang terjadi antara suku Minangkabau dengan suku Tapanuli sudah banyak terjadi di Kecamatan Padang Gelugur terutama di Kenagarian Bahagia Padang Gelugur, dimana masyarakat Tapanuli yang menganut sistem kekerabatan patrilineal dengan masyarakat Minangkabau yang kekerabatannya matrilineal. Perkawinan antar suku terhadap kedudukan anak dan berdampak terhadap pembangian harta warisan. Dalam pembagian harta warisan untuk anak laki-laki akan berbeda pembagian harta warisan perempuan, karena ayah suku Tapanuli (patrilineal) dan ibu suku Minangkabau (matrilineal) dan sebaliknya ayah suku Minangkabau dan ibu suku Tapanuli. Metode penelitian yang menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian didapat bahwa kedudukan anak dalam perkawinan campuran suku Minangkabau dan suku Tapanuli dapat dilihat dari bentuk perkawinan yang digunakan oleh orang tua. Bentuk perkawinan campuran dapat dilihat dari 3 sistem kekerabatan orang tua baik dari ayah Minangkabau dan ibu Tapanuli atau ayah Tapanuli dan ibu Minangkabau yaitu sistem kekerabatan patrilineal, sistem kekerabatan matrilineal dan sistem parental. Adapun dampak terhadap kedudukan anak yaitu dampaknya adalah anak laki-laki sebagai ahli waris dari orang tuanya sesuai dengan hukum faraidh atau hukum Islam. Jika suami dari suku Minangkabau dan istri suku Tapanuli dampaknya adalah hak waris tidak bisa diturunkan kepada anak sehingga tidak lagi memakai hukum waris adat tetapi memakai hukum waris menurut ajaran Islam dan sesuai dengan kesepakatan kedua orang tua.