{"title":"UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN BAHASA MELALUI MULTI STRATEGI","authors":"Ngatini Ngatini","doi":"10.47783/jurpendigu.v3i3.379","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Upaya peningkatan mutu pendidikan dipengaruhi oleh faktor majemuk, yaitu faktor yang satu saling berpengaruh terhadap faktor yang lainnya. Namun demikian, faktor yang paling penting adalah guru, karena hitam-putihnya proses belajar mengajar di dalam kelas banyak dipengaruhi oleh mutu gurunya. Guru dikenal sebagai „hidden curriculum? atau kurikulum tersembunyi, karena sikap dan tingkah laku, penampilan profesional, kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada pribadi seorang guru, akan diterima oleh peserta didiknya sebagai rambu-rambu untuk diteladani atau dijadikan bahan pembelajaran. Bagi sebagian besar orangtua siswa, sosok pendidik atau guru masih dipandang sebagai wakil orangtua ketika anak-anaknya tidak berada di dalam keluar. Paradigma pembelajaran bahasa telah mengalami pergeseran sejak terjadinya perubahan Kurikulum 1984 ke Kurikulum 1994 yang lalu. Pergeseran itu ditandai dengan berubahnya orientasi pembelajaran pada saat diberlakukannya Kurikulum 1984. Ketika Kurikulum 1984 diberlakukan, pembelajaran berfokus pada penguasaan hal-hal yang bersifat gramatikal. Sementara itu, Kurikulum 1994 yang diganti menjadi Kurikulum 2004 dan kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum 2006 menghendaki pembelajaran berorientasi pada pengembangan 4 keterampilan berbahasa, yaitu: mendengarkan listening), membaca (reading), berbicara (speaking), dan menulis (writing). Orientasi pembelajaran pada keempat keterampilan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Akan tetapi, keadaan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah tidak membawa siswa ke arah pencapaian kemahiran berbahasa Indonesia yang benar.","PeriodicalId":17690,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan Guru","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-08-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Pendidikan Guru","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.47783/jurpendigu.v3i3.379","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
Abstract
Upaya peningkatan mutu pendidikan dipengaruhi oleh faktor majemuk, yaitu faktor yang satu saling berpengaruh terhadap faktor yang lainnya. Namun demikian, faktor yang paling penting adalah guru, karena hitam-putihnya proses belajar mengajar di dalam kelas banyak dipengaruhi oleh mutu gurunya. Guru dikenal sebagai „hidden curriculum? atau kurikulum tersembunyi, karena sikap dan tingkah laku, penampilan profesional, kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada pribadi seorang guru, akan diterima oleh peserta didiknya sebagai rambu-rambu untuk diteladani atau dijadikan bahan pembelajaran. Bagi sebagian besar orangtua siswa, sosok pendidik atau guru masih dipandang sebagai wakil orangtua ketika anak-anaknya tidak berada di dalam keluar. Paradigma pembelajaran bahasa telah mengalami pergeseran sejak terjadinya perubahan Kurikulum 1984 ke Kurikulum 1994 yang lalu. Pergeseran itu ditandai dengan berubahnya orientasi pembelajaran pada saat diberlakukannya Kurikulum 1984. Ketika Kurikulum 1984 diberlakukan, pembelajaran berfokus pada penguasaan hal-hal yang bersifat gramatikal. Sementara itu, Kurikulum 1994 yang diganti menjadi Kurikulum 2004 dan kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum 2006 menghendaki pembelajaran berorientasi pada pengembangan 4 keterampilan berbahasa, yaitu: mendengarkan listening), membaca (reading), berbicara (speaking), dan menulis (writing). Orientasi pembelajaran pada keempat keterampilan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Akan tetapi, keadaan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah tidak membawa siswa ke arah pencapaian kemahiran berbahasa Indonesia yang benar.