Yohana Puspitasari Wardoyo, Muhammad Luthfi, Feranza Auriya Tiza, Khofifah Pawaransa Hadi
{"title":"在COVID-19大流行时期,《不可抗力条例》的适用范围","authors":"Yohana Puspitasari Wardoyo, Muhammad Luthfi, Feranza Auriya Tiza, Khofifah Pawaransa Hadi","doi":"10.37090/keadilan.v20i1.602","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Sejak ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Untuk Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional pada 13 April 2020 dan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). ) berdampak pada produksi barang dan jasa. menurun, yang juga terkait dengan nasib pekerja di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja. Rumusan masalah yang diangkat adalah 1. Apa implikasi Pandemi Covid-19 bagi Pekerja/Buruh, 2. Apakah tepat pengusaha memberhentikan pekerja dengan alasan force majeure di tengah Pandemi Covid 19? Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian melalui studi kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, terutama yang berkaitan dengan masalah yang diangkat. Hasil dan pembahasan bahwa Implikasi Pandemi Covid-19 bagi Pekerja/Buruh menyebabkan 15,6 persen pekerja di Indonesia terkena PHK, bahkan 13,8 persen tidak mendapatkan pesangon. Pemutusan hubungan kerja tanpa pesangon merupakan bentuk kesepakatan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. PHK di tengah pandemi Covid-19 dengan alasan fore meajure atau kondisi siap pakai Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata jo Pasal 164 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah beralasan dan benar secara hukum. . Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena tindakan paksa dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, perjanjian pemberhentian dengan alasan penjaminan harus dituangkan dalam perjanjian kerja yang menyebutkan jenis-jenis tenaga kerja. Kedua, tidak berlaku untuk perjanjian kerja seperti pandemi Covid-19 yang berdampak pada pengusaha dan pekerja. \nKata Kunci : Force Majeure, Perjanjian Kerja, Pandemi Covid-19","PeriodicalId":143961,"journal":{"name":"Keadilan","volume":"68 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-02-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"PENERAPAN KETENTUAN FORCE MAJEURE TERHADAP PERJANJIAN KERJA DI MASA PANDEMI COVID-19\",\"authors\":\"Yohana Puspitasari Wardoyo, Muhammad Luthfi, Feranza Auriya Tiza, Khofifah Pawaransa Hadi\",\"doi\":\"10.37090/keadilan.v20i1.602\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Sejak ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Untuk Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional pada 13 April 2020 dan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). ) berdampak pada produksi barang dan jasa. menurun, yang juga terkait dengan nasib pekerja di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja. Rumusan masalah yang diangkat adalah 1. Apa implikasi Pandemi Covid-19 bagi Pekerja/Buruh, 2. Apakah tepat pengusaha memberhentikan pekerja dengan alasan force majeure di tengah Pandemi Covid 19? Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian melalui studi kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, terutama yang berkaitan dengan masalah yang diangkat. Hasil dan pembahasan bahwa Implikasi Pandemi Covid-19 bagi Pekerja/Buruh menyebabkan 15,6 persen pekerja di Indonesia terkena PHK, bahkan 13,8 persen tidak mendapatkan pesangon. Pemutusan hubungan kerja tanpa pesangon merupakan bentuk kesepakatan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. PHK di tengah pandemi Covid-19 dengan alasan fore meajure atau kondisi siap pakai Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata jo Pasal 164 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah beralasan dan benar secara hukum. . Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena tindakan paksa dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, perjanjian pemberhentian dengan alasan penjaminan harus dituangkan dalam perjanjian kerja yang menyebutkan jenis-jenis tenaga kerja. Kedua, tidak berlaku untuk perjanjian kerja seperti pandemi Covid-19 yang berdampak pada pengusaha dan pekerja. \\nKata Kunci : Force Majeure, Perjanjian Kerja, Pandemi Covid-19\",\"PeriodicalId\":143961,\"journal\":{\"name\":\"Keadilan\",\"volume\":\"68 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2022-02-27\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Keadilan\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.37090/keadilan.v20i1.602\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Keadilan","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.37090/keadilan.v20i1.602","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
自2020年12月总统法令颁布以来,以2020年4月13日为国家灾难和大规模社会限制政策(PSBB)。影响商品和服务的生产。减少,这也与裁员的命运有关。所提出的问题公式是1。Covid-19大流行对工人/工人的影响是什么?在科维德19大流行中,商人以武力解雇工人合适吗?本研究采用的方法是规范性法律性方法,即通过涉及初级法律材料的研究,特别是与提出的问题有关的研究。和讨论结果,相当于工人Covid-19流行病影响的印尼-百分之导致15,6强制劳动工人被裁员,甚至在没有得到百分之13.8遣散费。终止无薪工作关系是2003年《劳动法案》第13条协议的一部分。在Covid-19大流行中裁员,原因是meajure或条件允许使用第1244条和第1245条条jo,第164条关于劳动的法律是合理的,在法律上是正确的。切断工作关系,因为强迫行为可以有两种方式。首先,保证停业协议应纳入指定劳动类型的雇佣协议。其次,它不适用于像Covid-19大流行这样影响商人和工人的就业协议。关键词:Majeure Force, work agreement, Covid-19大流行
PENERAPAN KETENTUAN FORCE MAJEURE TERHADAP PERJANJIAN KERJA DI MASA PANDEMI COVID-19
Sejak ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Untuk Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional pada 13 April 2020 dan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). ) berdampak pada produksi barang dan jasa. menurun, yang juga terkait dengan nasib pekerja di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja. Rumusan masalah yang diangkat adalah 1. Apa implikasi Pandemi Covid-19 bagi Pekerja/Buruh, 2. Apakah tepat pengusaha memberhentikan pekerja dengan alasan force majeure di tengah Pandemi Covid 19? Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian melalui studi kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, terutama yang berkaitan dengan masalah yang diangkat. Hasil dan pembahasan bahwa Implikasi Pandemi Covid-19 bagi Pekerja/Buruh menyebabkan 15,6 persen pekerja di Indonesia terkena PHK, bahkan 13,8 persen tidak mendapatkan pesangon. Pemutusan hubungan kerja tanpa pesangon merupakan bentuk kesepakatan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. PHK di tengah pandemi Covid-19 dengan alasan fore meajure atau kondisi siap pakai Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata jo Pasal 164 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah beralasan dan benar secara hukum. . Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena tindakan paksa dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, perjanjian pemberhentian dengan alasan penjaminan harus dituangkan dalam perjanjian kerja yang menyebutkan jenis-jenis tenaga kerja. Kedua, tidak berlaku untuk perjanjian kerja seperti pandemi Covid-19 yang berdampak pada pengusaha dan pekerja.
Kata Kunci : Force Majeure, Perjanjian Kerja, Pandemi Covid-19