{"title":"Fenomena Bercadar Perempuan Aceh Kontemporer dalam Analisis Sejarah, Budaya dan Teologi","authors":"Lukman Hakim","doi":"10.22373/jsai.v4i1.2704","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"The phenomenon of wearing a face veil (bercadar) in Aceh, which has now become a model for Muslim women's attire, is believed to have originated not from local eccentricities but from local traditions. The practice of wearing a face veil represents a newly formed cultural expression in the contemporary religious context of Acehnese Muslim women. This article explores various aspects related to the use of the veil among Muslim women in Aceh today, including the historical emergence of the veil within the socio-cultural context of Acehnese society, the cultural and objective conditions of Acehnese society that allow for the emergence of the veil, and the theological motives underlying the contemporary usage of the veil by Acehnese women. This study is based on observations and interviews. Observations were conducted on the increasing number of women wearing the veil in society, particularly among students at various universities and educational institutions in Aceh. The study indicates that although the veil does not have historical roots in Acehnese fashion, it is still accepted as a new Islamic culture. The use of the veil in Aceh has become a cultural necessity as Aceh opens itself up to a globalized world system, which inevitably leads to intercultural connections. The theological significance of wearing the veil among Acehnese Muslim women also indicates an increased awareness of improving their relationship with the Divine Creator. Therefore, the phenomenon of wearing a face veil as a contemporary fashion style among Acehnese Muslim women to express their religious identity is not bound by local history and even remains open to embracing cultures and expressions of beliefs from outside, as long as those cultures do not contradict Islamic values. \nAbstrak \nBercadar yang kini menjadi sebuah model berpakaian muslimah Aceh diyakini bukan berasal dari tradisi lokal keacehan. Fenomena bercadar merupakan sebuah bentukan budaya baru dalam ekspresi keagamaan muslimah Aceh kontemporer. Artikel membahas beberapa sisi terkait penggunaan cadar di kalangan muslimah Aceh hari ini yang meliputi; sejarah kemunculan cadar dalam konteks sosial budaya masyarakat Aceh, budaya dan kondisi objektif masyarakat Aceh yang memberi ruang kemunculan cadar, dan motif teologi dalam konteks penggunaan cadar perempuan Aceh kontemporer. Kajian ini didasarkan pada observasi dan wawancara. Observasi dilakukan atas fenomena pemakai cadar yang semakin bertambah dalam masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa di beberapa universitas dan lembaga pendidikan lainnya di Aceh. Kajian ini menunjukkan bahwa meskipun cadar tidak memiliki akar sejarah dalam model berbusana di Aceh namun tetap diterima sebagai sebuah budaya baru yang islami. Penggunaan cadar di Aceh menjadi keniscayaan budaya ketika Aceh membuka diri dalam sebuah sistem dunia yang global, yang memungkinkan terjadi keterhubungan antar budaya yang tidak mungkin terelakkan. Penggunaan cadar di kalangan muslimah Aceh ini secara teologis juga menunjukkan peningkatan kesadaran memperbaiki hubungan yang lebih baik dengan khalik. Dengan demikian fenomena bercadar sebagai gaya berpakaian muslimah Aceh kontemporer dalam mengekspresikan identitas keagamaannya tidak terikat oleh sejarah lokal dan bahkan membuka diri untuk menerima budaya dan ekspresi keyakinan yang berasal dari luar selama budaya itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. \n \n \n ","PeriodicalId":433836,"journal":{"name":"Jurnal Sosiologi Agama Indonesia (JSAI)","volume":"95 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-05-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Sosiologi Agama Indonesia (JSAI)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22373/jsai.v4i1.2704","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
摘要
在亚齐,戴面纱(bercadar)的现象现在已经成为穆斯林妇女着装的典范,人们认为这种现象不是源于当地的怪癖,而是源于当地的传统。戴面纱的做法代表了亚齐穆斯林妇女在当代宗教背景下新形成的文化表达。本文探讨了与今天亚齐穆斯林妇女使用面纱有关的各个方面,包括在亚齐社会的社会文化背景下面纱的历史出现,亚齐社会允许面纱出现的文化和客观条件,以及亚齐妇女当代使用面纱背后的神学动机。本研究基于观察和访谈。对社会上戴面纱的妇女越来越多,特别是在亚齐各大学和教育机构的学生中戴面纱的情况进行了观察。研究表明,尽管面纱在亚齐时尚中没有历史根源,但它仍然被接受为一种新的伊斯兰文化。随着亚齐向全球化的世界体系开放,在亚齐使用面纱已成为一种文化必需品,这不可避免地导致了文化间的联系。在亚齐穆斯林妇女中,戴面纱的神学意义也表明,她们越来越意识到要改善与神圣造物主的关系。因此,在亚齐穆斯林妇女中,戴面纱作为一种当代时尚风格来表达其宗教身份的现象不受当地历史的约束,甚至对外来的文化和信仰表达持开放态度,只要这些文化与伊斯兰价值观不相抵触。[摘要]贝卡达,杨,基尼,menjadi, sebuah,模特,巴基斯坦穆斯林,亚齐,diyakini, bukan, berasal, dari, tradisi,当地,keacehan。现象bercadar merupakan sebuah bentukan budaya baru dalam ekspresi keagamaan穆斯林亚齐kontempoer。Artikel成员beberapa sisi terkait penggunaan cadar di kalangan muslim Aceh hari ini yang meliputi;在亚齐,亚齐人是亚齐人,亚齐人是亚齐人,亚齐人是亚齐人,亚齐人是亚齐人,亚齐人是亚齐人。Kajian ini didasarkan pada observasi dan wawankara。在亚齐观察到的现象中,有一种现象是:在亚齐观察到的现象中,有一种现象是:在亚齐观察到的现象中,有一种现象是:在亚齐观察到的现象中,有一种现象是:在亚齐观察到的现象中,有一种现象是:在亚齐观察到的现象中。我的名字叫“我的名字”,我的名字叫“我的名字”,我的名字叫“我的名字”,我的名字叫“我的名字”。彭古那亚cadar di亚齐menjadi keniscayaan budaya ketika亚齐menbuka diri dalam sebuah系统dudua yang global, yang menungkinkan terjadi keterhubungan antar budaya yang tidak mungkin terelakkan。Penggunaan cadar di kalangan muslimah Aceh ini secara technology juga menunjukkan peningkatan kesadaran memperbaiki hubungan yang lebih baik dengan khalik。在亚齐,有一种特殊的现象,那就是在亚齐,有一种特殊的现象,就是在亚齐,有一种特殊的现象,就是在亚齐,有一种特殊的现象,就是在亚齐,有一种特殊的现象,就是在亚齐,有一种特殊的现象,就是在亚齐,有一种特殊的现象,就是在亚齐。
Fenomena Bercadar Perempuan Aceh Kontemporer dalam Analisis Sejarah, Budaya dan Teologi
The phenomenon of wearing a face veil (bercadar) in Aceh, which has now become a model for Muslim women's attire, is believed to have originated not from local eccentricities but from local traditions. The practice of wearing a face veil represents a newly formed cultural expression in the contemporary religious context of Acehnese Muslim women. This article explores various aspects related to the use of the veil among Muslim women in Aceh today, including the historical emergence of the veil within the socio-cultural context of Acehnese society, the cultural and objective conditions of Acehnese society that allow for the emergence of the veil, and the theological motives underlying the contemporary usage of the veil by Acehnese women. This study is based on observations and interviews. Observations were conducted on the increasing number of women wearing the veil in society, particularly among students at various universities and educational institutions in Aceh. The study indicates that although the veil does not have historical roots in Acehnese fashion, it is still accepted as a new Islamic culture. The use of the veil in Aceh has become a cultural necessity as Aceh opens itself up to a globalized world system, which inevitably leads to intercultural connections. The theological significance of wearing the veil among Acehnese Muslim women also indicates an increased awareness of improving their relationship with the Divine Creator. Therefore, the phenomenon of wearing a face veil as a contemporary fashion style among Acehnese Muslim women to express their religious identity is not bound by local history and even remains open to embracing cultures and expressions of beliefs from outside, as long as those cultures do not contradict Islamic values.
Abstrak
Bercadar yang kini menjadi sebuah model berpakaian muslimah Aceh diyakini bukan berasal dari tradisi lokal keacehan. Fenomena bercadar merupakan sebuah bentukan budaya baru dalam ekspresi keagamaan muslimah Aceh kontemporer. Artikel membahas beberapa sisi terkait penggunaan cadar di kalangan muslimah Aceh hari ini yang meliputi; sejarah kemunculan cadar dalam konteks sosial budaya masyarakat Aceh, budaya dan kondisi objektif masyarakat Aceh yang memberi ruang kemunculan cadar, dan motif teologi dalam konteks penggunaan cadar perempuan Aceh kontemporer. Kajian ini didasarkan pada observasi dan wawancara. Observasi dilakukan atas fenomena pemakai cadar yang semakin bertambah dalam masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa di beberapa universitas dan lembaga pendidikan lainnya di Aceh. Kajian ini menunjukkan bahwa meskipun cadar tidak memiliki akar sejarah dalam model berbusana di Aceh namun tetap diterima sebagai sebuah budaya baru yang islami. Penggunaan cadar di Aceh menjadi keniscayaan budaya ketika Aceh membuka diri dalam sebuah sistem dunia yang global, yang memungkinkan terjadi keterhubungan antar budaya yang tidak mungkin terelakkan. Penggunaan cadar di kalangan muslimah Aceh ini secara teologis juga menunjukkan peningkatan kesadaran memperbaiki hubungan yang lebih baik dengan khalik. Dengan demikian fenomena bercadar sebagai gaya berpakaian muslimah Aceh kontemporer dalam mengekspresikan identitas keagamaannya tidak terikat oleh sejarah lokal dan bahkan membuka diri untuk menerima budaya dan ekspresi keyakinan yang berasal dari luar selama budaya itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.