{"title":"Fiqh Siyasah视角婚姻法的政治配置","authors":"Alan Sparingga","doi":"10.32332/istinbath.v20i01.6666","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disahkan kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sesuai dengan tujuannya pada pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun demikian, isu dan perdebatan seputar Rancangan Undang-Undang Perkawinan telah mendapatkan atensi dari berbagai pihak, terutama dalam pembahasan sebagaimana tercermin dalam konfigurasi politik. Seperti kita maklumi, konfigurasi politik adalah proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang tercermin dalam karakter dan arah pembaharuan hukum. Tulisan ini berkesimpulan bahwa konfigurasi politik dalam legislasi undang-undang Perkawinan bersifat demokratis. Sebab dalam prosesnya membentuk pergulatan antara eksekutif, legislatif dan tokoh masyarakat Alim Ulama serta mahasiswa. Dan pada saat ini jalan ijtihad bagi masyarakat yang merasa dirugikan atas pengesahan suatu produk hukum dapat mengajukannya kepada Mahkamah Konstitusi. Ini sejalan dengan prinsip Fiqh siyasah, musyawarah syura, Kebebasan hurriyah, persamaan musawah. Kesimpulan itu ditarik dengan menggunakan analisis isi (content analysis), dengan menggunakan data primer dan sekunder. Yang pertama meliputi dokumen resmi terkait dengan Rancangan Undang-Undang, sedangkan yang kedua merujuk pada tulisan-tulisan terkait dengan perundang-undangan Perkawinan.","PeriodicalId":222282,"journal":{"name":"Istinbath : Jurnal Hukum","volume":"22 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Konfigurasi Politik Legislasi Undang-Undang Perkawinan Perspektif Fiqh Siyasah\",\"authors\":\"Alan Sparingga\",\"doi\":\"10.32332/istinbath.v20i01.6666\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disahkan kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sesuai dengan tujuannya pada pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun demikian, isu dan perdebatan seputar Rancangan Undang-Undang Perkawinan telah mendapatkan atensi dari berbagai pihak, terutama dalam pembahasan sebagaimana tercermin dalam konfigurasi politik. Seperti kita maklumi, konfigurasi politik adalah proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang tercermin dalam karakter dan arah pembaharuan hukum. Tulisan ini berkesimpulan bahwa konfigurasi politik dalam legislasi undang-undang Perkawinan bersifat demokratis. Sebab dalam prosesnya membentuk pergulatan antara eksekutif, legislatif dan tokoh masyarakat Alim Ulama serta mahasiswa. Dan pada saat ini jalan ijtihad bagi masyarakat yang merasa dirugikan atas pengesahan suatu produk hukum dapat mengajukannya kepada Mahkamah Konstitusi. Ini sejalan dengan prinsip Fiqh siyasah, musyawarah syura, Kebebasan hurriyah, persamaan musawah. Kesimpulan itu ditarik dengan menggunakan analisis isi (content analysis), dengan menggunakan data primer dan sekunder. Yang pertama meliputi dokumen resmi terkait dengan Rancangan Undang-Undang, sedangkan yang kedua merujuk pada tulisan-tulisan terkait dengan perundang-undangan Perkawinan.\",\"PeriodicalId\":222282,\"journal\":{\"name\":\"Istinbath : Jurnal Hukum\",\"volume\":\"22 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-07-01\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Istinbath : Jurnal Hukum\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.32332/istinbath.v20i01.6666\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Istinbath : Jurnal Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.32332/istinbath.v20i01.6666","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Konfigurasi Politik Legislasi Undang-Undang Perkawinan Perspektif Fiqh Siyasah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disahkan kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sesuai dengan tujuannya pada pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun demikian, isu dan perdebatan seputar Rancangan Undang-Undang Perkawinan telah mendapatkan atensi dari berbagai pihak, terutama dalam pembahasan sebagaimana tercermin dalam konfigurasi politik. Seperti kita maklumi, konfigurasi politik adalah proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang tercermin dalam karakter dan arah pembaharuan hukum. Tulisan ini berkesimpulan bahwa konfigurasi politik dalam legislasi undang-undang Perkawinan bersifat demokratis. Sebab dalam prosesnya membentuk pergulatan antara eksekutif, legislatif dan tokoh masyarakat Alim Ulama serta mahasiswa. Dan pada saat ini jalan ijtihad bagi masyarakat yang merasa dirugikan atas pengesahan suatu produk hukum dapat mengajukannya kepada Mahkamah Konstitusi. Ini sejalan dengan prinsip Fiqh siyasah, musyawarah syura, Kebebasan hurriyah, persamaan musawah. Kesimpulan itu ditarik dengan menggunakan analisis isi (content analysis), dengan menggunakan data primer dan sekunder. Yang pertama meliputi dokumen resmi terkait dengan Rancangan Undang-Undang, sedangkan yang kedua merujuk pada tulisan-tulisan terkait dengan perundang-undangan Perkawinan.