{"title":"宗教信仰的女祭司身份","authors":"Ellys Lestari Pambayun","doi":"10.53678/elmadani.v1i02.126","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Persoalan yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah, fenomena pembentukan identitas yang dibangun melalui dakwah yang disampaikan perempuan di media sosial, seperti Komunitas Ngaji Kajian Gender (Ustazah Nur Rodiah), Niqab Squad (Indardari dan Dina Nurlina), dan Mumpuni Handayekti. Para ustazah yang paham agama Islam seakan menjadi acuan masyarakat karena pemahamannya dan penguasaan mereka pada ayat-ayat, hadits-hadits, kajian agama, dan tafsir-tafsir yang setiap waktu menjadi konten platfom mereka. Di satu sisi, kemudahan media sosial sebagai salah satu sumber konten dakwah, memicu munculnya “identitas ustazah milenial” sebagai semangat kaum perempuan membumikan gerakan dakwah. Di sisi lain, menjadi “agen agama” yang memosisikan perempuan sebagai pendakwah masih mendapat stereotip dari lingkungan dominan. Aktivitas dakwah KGI, Niqab Squad, dan Mumpuni Handayekti ini berupaya untuk dikaji melalui pendekatan konsep Technoreligion, Identitas Komunikasi Gender, dan Kritik Feminis Writing Helena Cixous. Penelitian ini menggunakan metode netnografi pada tiga konten dakwah di youtube, instagram, an facebook. Hasil kajian memberikan temuan bahwa secara konsep teknoreligion, media sosial berpotensi memperluas dan menstrukturkan perilaku keagamaan para pendakwah KGI, Niqab Squad dan Mumpuni Handayekti sebagai bagian masyarakat milenial. Khususnya dalam memperoleh pesan dan identitas keagamaan para pendakwah ini secara konsep Identitas Komunikasi Gender, menjelaskan bahwa pembentukan identitas mereka di medsos: KGI (youtube dan instagram), Niqab Squad (youtube, instagram, facebook), dan Mumpuni Handayekti (youtube) dapat ditelusuri melalui karakter I dan Me yang terbangun melalui perilaku mereka atau aktivitas simbolik dengan dengan para mad’u (pemirsanya). Dan, dalam perspektif Hélène Cixous menjelaskan bahwa pembentukan identitas “ustazah milenial” mengindikasikan sebuah bangunan seksis dan ideologis: KGI (identitas: kajian kritis dan ilmiah), Niqab Squad (identitas: stylist dan milenial), dan Mumpuni Handayekti (identitas: feminin lokal) diasumsikan memiliki independensi, otentisitas, tranformitas, dan kekuatan sendiri. Meski mereka memiliki keunikan sendiri dan kekuatan yang tak dimiliki maskulin : ketajaman rasa dan bahasa yang berbeda dengan laki-laki (bahasa yang muncul dari media).","PeriodicalId":381875,"journal":{"name":"El Madani : Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam","volume":"35 3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"1900-01-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"Identitas Dakwah Perempuan dengan Techno-Religion\",\"authors\":\"Ellys Lestari Pambayun\",\"doi\":\"10.53678/elmadani.v1i02.126\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Persoalan yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah, fenomena pembentukan identitas yang dibangun melalui dakwah yang disampaikan perempuan di media sosial, seperti Komunitas Ngaji Kajian Gender (Ustazah Nur Rodiah), Niqab Squad (Indardari dan Dina Nurlina), dan Mumpuni Handayekti. Para ustazah yang paham agama Islam seakan menjadi acuan masyarakat karena pemahamannya dan penguasaan mereka pada ayat-ayat, hadits-hadits, kajian agama, dan tafsir-tafsir yang setiap waktu menjadi konten platfom mereka. Di satu sisi, kemudahan media sosial sebagai salah satu sumber konten dakwah, memicu munculnya “identitas ustazah milenial” sebagai semangat kaum perempuan membumikan gerakan dakwah. Di sisi lain, menjadi “agen agama” yang memosisikan perempuan sebagai pendakwah masih mendapat stereotip dari lingkungan dominan. Aktivitas dakwah KGI, Niqab Squad, dan Mumpuni Handayekti ini berupaya untuk dikaji melalui pendekatan konsep Technoreligion, Identitas Komunikasi Gender, dan Kritik Feminis Writing Helena Cixous. Penelitian ini menggunakan metode netnografi pada tiga konten dakwah di youtube, instagram, an facebook. Hasil kajian memberikan temuan bahwa secara konsep teknoreligion, media sosial berpotensi memperluas dan menstrukturkan perilaku keagamaan para pendakwah KGI, Niqab Squad dan Mumpuni Handayekti sebagai bagian masyarakat milenial. Khususnya dalam memperoleh pesan dan identitas keagamaan para pendakwah ini secara konsep Identitas Komunikasi Gender, menjelaskan bahwa pembentukan identitas mereka di medsos: KGI (youtube dan instagram), Niqab Squad (youtube, instagram, facebook), dan Mumpuni Handayekti (youtube) dapat ditelusuri melalui karakter I dan Me yang terbangun melalui perilaku mereka atau aktivitas simbolik dengan dengan para mad’u (pemirsanya). Dan, dalam perspektif Hélène Cixous menjelaskan bahwa pembentukan identitas “ustazah milenial” mengindikasikan sebuah bangunan seksis dan ideologis: KGI (identitas: kajian kritis dan ilmiah), Niqab Squad (identitas: stylist dan milenial), dan Mumpuni Handayekti (identitas: feminin lokal) diasumsikan memiliki independensi, otentisitas, tranformitas, dan kekuatan sendiri. Meski mereka memiliki keunikan sendiri dan kekuatan yang tak dimiliki maskulin : ketajaman rasa dan bahasa yang berbeda dengan laki-laki (bahasa yang muncul dari media).\",\"PeriodicalId\":381875,\"journal\":{\"name\":\"El Madani : Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam\",\"volume\":\"35 3 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"1900-01-01\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"El Madani : Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.53678/elmadani.v1i02.126\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"El Madani : Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.53678/elmadani.v1i02.126","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
摘要
这篇文章的重点是,女性通过社交媒体上的达瓦(utazah Nur Rodiah)、Niqab Squad (Indardari和Dina Nurlina)等女媒体平台建立的身份形成现象,以及证词证词。对伊斯兰教有理解和掌握的乌斯塔萨人,因为他们的理解和对经文的掌握,圣训,宗教研究,以及一直满足于他们的平台的口译。一方面,社交媒体作为dakwah内容的来源之一的可见性,引发了“千年圣人身份”的兴起,因为“千年圣人身份”是达沃运动的核心。另一方面,作为一名“宗教代理人”,把女性当作传教士来激励,仍然会对主导环境产生刻板印象。dakwah KGI活动、Niqab小组和forfordickti的活动试图通过技术分析、性别沟通身份和女权写作批评海伦娜·西克斯努斯的方法来接受采访。这项研究采用了youtube、instagram和facebook上三种dakwah内容的netnogrammed方法。这项研究发现,从技术上讲,社交媒体有可能在技术上扩展和重组伊斯兰教行为。特别是在获得信息和传教士的宗教身份;这地交流性别身份的概念解释说,他们的身份在吃药的形成:KGI youtube和instagram),尼卡布小队(youtube、instagram、facebook、youtube)),才华横溢Handayekti(可以追溯到通过醒来的我和我的性格通过他们的行为或象征性活动与疯狂'u(观众)。Helene Cixous的观点解释说,“ustazah千叶”的形成表明了一种性别歧视和意识形态结构:KGI(身份:批判性和科学)、Niqab小组(身份:时尚与科学)和优化自治(身份:当地女性)被认为拥有独立、身份证明、变形和权力。虽然他们有自己的独特性和非男性化的力量:不同于男性的敏感度和语言(来自媒体的语言)。
Persoalan yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah, fenomena pembentukan identitas yang dibangun melalui dakwah yang disampaikan perempuan di media sosial, seperti Komunitas Ngaji Kajian Gender (Ustazah Nur Rodiah), Niqab Squad (Indardari dan Dina Nurlina), dan Mumpuni Handayekti. Para ustazah yang paham agama Islam seakan menjadi acuan masyarakat karena pemahamannya dan penguasaan mereka pada ayat-ayat, hadits-hadits, kajian agama, dan tafsir-tafsir yang setiap waktu menjadi konten platfom mereka. Di satu sisi, kemudahan media sosial sebagai salah satu sumber konten dakwah, memicu munculnya “identitas ustazah milenial” sebagai semangat kaum perempuan membumikan gerakan dakwah. Di sisi lain, menjadi “agen agama” yang memosisikan perempuan sebagai pendakwah masih mendapat stereotip dari lingkungan dominan. Aktivitas dakwah KGI, Niqab Squad, dan Mumpuni Handayekti ini berupaya untuk dikaji melalui pendekatan konsep Technoreligion, Identitas Komunikasi Gender, dan Kritik Feminis Writing Helena Cixous. Penelitian ini menggunakan metode netnografi pada tiga konten dakwah di youtube, instagram, an facebook. Hasil kajian memberikan temuan bahwa secara konsep teknoreligion, media sosial berpotensi memperluas dan menstrukturkan perilaku keagamaan para pendakwah KGI, Niqab Squad dan Mumpuni Handayekti sebagai bagian masyarakat milenial. Khususnya dalam memperoleh pesan dan identitas keagamaan para pendakwah ini secara konsep Identitas Komunikasi Gender, menjelaskan bahwa pembentukan identitas mereka di medsos: KGI (youtube dan instagram), Niqab Squad (youtube, instagram, facebook), dan Mumpuni Handayekti (youtube) dapat ditelusuri melalui karakter I dan Me yang terbangun melalui perilaku mereka atau aktivitas simbolik dengan dengan para mad’u (pemirsanya). Dan, dalam perspektif Hélène Cixous menjelaskan bahwa pembentukan identitas “ustazah milenial” mengindikasikan sebuah bangunan seksis dan ideologis: KGI (identitas: kajian kritis dan ilmiah), Niqab Squad (identitas: stylist dan milenial), dan Mumpuni Handayekti (identitas: feminin lokal) diasumsikan memiliki independensi, otentisitas, tranformitas, dan kekuatan sendiri. Meski mereka memiliki keunikan sendiri dan kekuatan yang tak dimiliki maskulin : ketajaman rasa dan bahasa yang berbeda dengan laki-laki (bahasa yang muncul dari media).