{"title":"根据布吉斯部落传统规定","authors":"A. Halim, E. Kosasih","doi":"10.14421/al-mazaahib.v7i2.2138","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Orang-orang Bugis-Makassar terikat oleh sistem norma dan aturan adatyang disebut dengan panngadereng. Ade’ yang merupakan unsur bagiandari panngadereng secara khusus terdiri dari ade’ akkalabinengeng(norma mengenai hal-ihwal perkawinan dan hubungan kekerabatan).Salah satu di antara ade’ akkalabinengeng adalah adanya tradisi do’imenrek atau balanca dalam perkawinan masyarakat Bugis. Praktik do’imenrek yang ada pada masyarakat Bugis Soppeng dilatarbelakangi olehfaktor sejarah yang menjungjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya daripara leluhur mereka sehingga sampai saat ini dianggap sebagai kearifanlokal. Dalam tradisi perkawinan suku Bugis Soppeng, mahar yangmerupakan salah satu ketentuan dalam hukum perkawinan Islam, dalammasyarakat suku Bugis disebut sompa. Sompa ini sepenuhnya menjadihak-milik pengantin wanita sebagai wujud penghormatan pengantin priakepada pengantin wanita. Meskipun ketentuan do’i menrek-balancahanya berdasarkan tradisi masyarakat Suku Bugis tetapi kedudukannyasama dengan mahar (sompa) yaitu sama-sama mengikat. Dari perspektifteori ‘Urf, termasuk dalam kategori ‘Urf Shahih karena sesuai dengankaidah fiqhi “al-‘Adatu Muhakkamatun”, sedangkan dalam perspektif appangngadereng, do’wi menrek adalah ade’ akkalabinengeng yangdibebankan kepada mempelai pria merupakan ukuran keseriusan dankekayaan mempelai laki-lak karena besarnya jumlah uang belanja ataudo’i Menrek merupakan media utama bagi masyarakat Bugis untukmenunjukkan posisinya dalam Masyarakat, bahkan termasuk dalamkategori pengejawantahan nilai-nilai siri’.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"TRADISI PENETAPAN DO’I MENREK DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT SUKU BUGIS SOPPENG (ANALISIS TEORI ‘URF DAN APPANNGADERENG DALAM HUKUM ADAT SUKU BUGIS)\",\"authors\":\"A. Halim, E. Kosasih\",\"doi\":\"10.14421/al-mazaahib.v7i2.2138\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Orang-orang Bugis-Makassar terikat oleh sistem norma dan aturan adatyang disebut dengan panngadereng. Ade’ yang merupakan unsur bagiandari panngadereng secara khusus terdiri dari ade’ akkalabinengeng(norma mengenai hal-ihwal perkawinan dan hubungan kekerabatan).Salah satu di antara ade’ akkalabinengeng adalah adanya tradisi do’imenrek atau balanca dalam perkawinan masyarakat Bugis. Praktik do’imenrek yang ada pada masyarakat Bugis Soppeng dilatarbelakangi olehfaktor sejarah yang menjungjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya daripara leluhur mereka sehingga sampai saat ini dianggap sebagai kearifanlokal. Dalam tradisi perkawinan suku Bugis Soppeng, mahar yangmerupakan salah satu ketentuan dalam hukum perkawinan Islam, dalammasyarakat suku Bugis disebut sompa. Sompa ini sepenuhnya menjadihak-milik pengantin wanita sebagai wujud penghormatan pengantin priakepada pengantin wanita. Meskipun ketentuan do’i menrek-balancahanya berdasarkan tradisi masyarakat Suku Bugis tetapi kedudukannyasama dengan mahar (sompa) yaitu sama-sama mengikat. Dari perspektifteori ‘Urf, termasuk dalam kategori ‘Urf Shahih karena sesuai dengankaidah fiqhi “al-‘Adatu Muhakkamatun”, sedangkan dalam perspektif appangngadereng, do’wi menrek adalah ade’ akkalabinengeng yangdibebankan kepada mempelai pria merupakan ukuran keseriusan dankekayaan mempelai laki-lak karena besarnya jumlah uang belanja ataudo’i Menrek merupakan media utama bagi masyarakat Bugis untukmenunjukkan posisinya dalam Masyarakat, bahkan termasuk dalamkategori pengejawantahan nilai-nilai siri’.\",\"PeriodicalId\":375931,\"journal\":{\"name\":\"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2019-12-01\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v7i2.2138\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v7i2.2138","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
TRADISI PENETAPAN DO’I MENREK DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT SUKU BUGIS SOPPENG (ANALISIS TEORI ‘URF DAN APPANNGADERENG DALAM HUKUM ADAT SUKU BUGIS)
Orang-orang Bugis-Makassar terikat oleh sistem norma dan aturan adatyang disebut dengan panngadereng. Ade’ yang merupakan unsur bagiandari panngadereng secara khusus terdiri dari ade’ akkalabinengeng(norma mengenai hal-ihwal perkawinan dan hubungan kekerabatan).Salah satu di antara ade’ akkalabinengeng adalah adanya tradisi do’imenrek atau balanca dalam perkawinan masyarakat Bugis. Praktik do’imenrek yang ada pada masyarakat Bugis Soppeng dilatarbelakangi olehfaktor sejarah yang menjungjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya daripara leluhur mereka sehingga sampai saat ini dianggap sebagai kearifanlokal. Dalam tradisi perkawinan suku Bugis Soppeng, mahar yangmerupakan salah satu ketentuan dalam hukum perkawinan Islam, dalammasyarakat suku Bugis disebut sompa. Sompa ini sepenuhnya menjadihak-milik pengantin wanita sebagai wujud penghormatan pengantin priakepada pengantin wanita. Meskipun ketentuan do’i menrek-balancahanya berdasarkan tradisi masyarakat Suku Bugis tetapi kedudukannyasama dengan mahar (sompa) yaitu sama-sama mengikat. Dari perspektifteori ‘Urf, termasuk dalam kategori ‘Urf Shahih karena sesuai dengankaidah fiqhi “al-‘Adatu Muhakkamatun”, sedangkan dalam perspektif appangngadereng, do’wi menrek adalah ade’ akkalabinengeng yangdibebankan kepada mempelai pria merupakan ukuran keseriusan dankekayaan mempelai laki-lak karena besarnya jumlah uang belanja ataudo’i Menrek merupakan media utama bagi masyarakat Bugis untukmenunjukkan posisinya dalam Masyarakat, bahkan termasuk dalamkategori pengejawantahan nilai-nilai siri’.