{"title":"跨宗教婚姻观点婚姻法、伊斯兰法律汇编和印尼神职人员议会法例第4/穆纳七/梅/8","authors":"Nanda Azizah Putri, Aida Aldilla Najwa, A. Saputri, Musyaffa Amin Ash Shabah","doi":"10.14421/al-mazaahib.v11i1.3070","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Interfaith marriages still occur in Indonesia. Interfaith marriage is a complex and interesting topic to discuss. There are many things to consider when two people of different religions decide to get married and form a family. This marriage often raises very complex issues where men and women of different faiths want to enter into interfaith marriages in order to obtain the status of a relationship, regardless of whether the relationship is forbidden or permissible in Islamic teachings. The method used is qualitative research with a literature review approach. Based on the results of the study, it can be concluded that interfaith marriage between muslims and members of other religions is not permissible and haram. In the positive law of Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 1974 Article 2 paragraph (1) it is explained that marriage is valid if it is carried out according to the laws of each religion. According to the Compilation of Islamic Law, articles 40 and 44 of Chapter VI strictly prohibit interfaith marriages between muslim men and non-muslim women and muslim women with non-muslim men. Meanwhile, MUI fatwa number 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 explains that interfaith marriage is haram and invalid.[Pernikahan beda agama masih terjadi di Indonesia. Pernikahan beda agama merupakan topik yang kompleks dan menarik untuk dibahas. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan ketika dua orang dari agama yang berbeda memutuskan untuk menikah dan membentuk keluarga. Pernikahan ini seringkali menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks dimana laki-laki dan perempuan berbeda keyakinan ingin melangsungkan pernikahan beda agama demi mendapatkan status sebuah hubungan, terlepas dari apakah hubungan tersebut dilarang atau diperbolehkan dalam ajaran Islam. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan literature review. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pernikahan beda agama antara umat Islam dengan umat agama lain hukumnya tidak diperbolehkan dan haram. Dalam hukum positif Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama. Menurut Kompilasi Hukum Islam pada pasal 40 dan 44 Bab VI dengan tegas melarang perkawinan antar agama baik laki-laki muslim dengan wanita non-muslim maupun wanita muslim dengan laki-laki non-muslim. Sedangkan dalam fatwa MUI nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 menjelaskan bahwa pernikahan beda agama adalah haram dan tidak sah.]","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-08-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Perkawinan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 4/MUNAS VII/MUI/8/2005\",\"authors\":\"Nanda Azizah Putri, Aida Aldilla Najwa, A. Saputri, Musyaffa Amin Ash Shabah\",\"doi\":\"10.14421/al-mazaahib.v11i1.3070\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Interfaith marriages still occur in Indonesia. Interfaith marriage is a complex and interesting topic to discuss. There are many things to consider when two people of different religions decide to get married and form a family. This marriage often raises very complex issues where men and women of different faiths want to enter into interfaith marriages in order to obtain the status of a relationship, regardless of whether the relationship is forbidden or permissible in Islamic teachings. The method used is qualitative research with a literature review approach. Based on the results of the study, it can be concluded that interfaith marriage between muslims and members of other religions is not permissible and haram. In the positive law of Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 1974 Article 2 paragraph (1) it is explained that marriage is valid if it is carried out according to the laws of each religion. According to the Compilation of Islamic Law, articles 40 and 44 of Chapter VI strictly prohibit interfaith marriages between muslim men and non-muslim women and muslim women with non-muslim men. Meanwhile, MUI fatwa number 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 explains that interfaith marriage is haram and invalid.[Pernikahan beda agama masih terjadi di Indonesia. Pernikahan beda agama merupakan topik yang kompleks dan menarik untuk dibahas. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan ketika dua orang dari agama yang berbeda memutuskan untuk menikah dan membentuk keluarga. Pernikahan ini seringkali menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks dimana laki-laki dan perempuan berbeda keyakinan ingin melangsungkan pernikahan beda agama demi mendapatkan status sebuah hubungan, terlepas dari apakah hubungan tersebut dilarang atau diperbolehkan dalam ajaran Islam. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan literature review. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pernikahan beda agama antara umat Islam dengan umat agama lain hukumnya tidak diperbolehkan dan haram. Dalam hukum positif Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama. Menurut Kompilasi Hukum Islam pada pasal 40 dan 44 Bab VI dengan tegas melarang perkawinan antar agama baik laki-laki muslim dengan wanita non-muslim maupun wanita muslim dengan laki-laki non-muslim. Sedangkan dalam fatwa MUI nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 menjelaskan bahwa pernikahan beda agama adalah haram dan tidak sah.]\",\"PeriodicalId\":375931,\"journal\":{\"name\":\"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-08-31\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v11i1.3070\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v11i1.3070","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
在印度尼西亚,宗教间的通婚仍然时有发生。跨宗教婚姻是一个复杂而有趣的话题。当两个不同宗教的人决定结婚组建家庭时,有很多事情要考虑。这种婚姻往往会引发非常复杂的问题,不同信仰的男女为了获得一种关系的地位而想要进入不同信仰的婚姻,而不管这种关系在伊斯兰教义中是被禁止还是允许的。使用的方法是定性研究与文献综述的方法。根据研究结果,可以得出结论,穆斯林和其他宗教成员之间的跨宗教婚姻是不允许的,也是非法的。印度尼西亚共和国1974年第1号成文法第2条第(1)款解释说,如果按照每个宗教的法律结婚,婚姻是有效的。《伊斯兰教法汇编》第六章第40、44条严格禁止穆斯林男子与非穆斯林妇女、穆斯林妇女与非穆斯林男子的跨宗教婚姻。同时,MUI第4号法特瓦/MUNAS VII/MUI/8/2005解释说,不同宗教间的婚姻是非法和无效的。[Pernikahan beda agama masih terjadi di Indonesia]Pernikahan beda agama merupakan topik yang kompleks dan menarik untuk dibahas。Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan ketika dua orang dari agama yang berbeda meutuskan untuk menikah dan menbentuk keluarga。Pernikahan ini seringkali menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks dimana laki-laki danperempuan berbeda keyakan ingingin melangsungkan Pernikahan beda agama demi mendapatkan status sebuah hubungan, terlepas dari apakah hubungan tersebut dilarang atau diperbolekan dalam ajaran Islam。方法:阳迪古纳坎、阿达拉坎、丹丹坎、丹丹坎、丹丹坎文献综述。Berdasarkan hasil penelitian dapat dispulpulkan bahwa pernikahan beda agama antara umat Islam . dengan umat agama lain hukumnya tidak diperbolehkan dan haram。Dalam hukum positif Undang-Undang共和国印度尼西亚noor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama。Menurut Kompilasi Hukum Islam pada pasal 40 dan 44 Bab VI dengan tegas melarang perkawinan antar agama baik laki-laki muslim dengan wanita非穆斯林maupun wanita穆斯林dengan laki-laki非穆斯林。[qh] [Sedangkan dalam fatwa MUI nomor 4/ muas VII/MUI/8/2005] menjelaskan bahwa pernikahan beda agama adalah haram dan tidak sah。
Perkawinan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 4/MUNAS VII/MUI/8/2005
Interfaith marriages still occur in Indonesia. Interfaith marriage is a complex and interesting topic to discuss. There are many things to consider when two people of different religions decide to get married and form a family. This marriage often raises very complex issues where men and women of different faiths want to enter into interfaith marriages in order to obtain the status of a relationship, regardless of whether the relationship is forbidden or permissible in Islamic teachings. The method used is qualitative research with a literature review approach. Based on the results of the study, it can be concluded that interfaith marriage between muslims and members of other religions is not permissible and haram. In the positive law of Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 1974 Article 2 paragraph (1) it is explained that marriage is valid if it is carried out according to the laws of each religion. According to the Compilation of Islamic Law, articles 40 and 44 of Chapter VI strictly prohibit interfaith marriages between muslim men and non-muslim women and muslim women with non-muslim men. Meanwhile, MUI fatwa number 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 explains that interfaith marriage is haram and invalid.[Pernikahan beda agama masih terjadi di Indonesia. Pernikahan beda agama merupakan topik yang kompleks dan menarik untuk dibahas. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan ketika dua orang dari agama yang berbeda memutuskan untuk menikah dan membentuk keluarga. Pernikahan ini seringkali menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks dimana laki-laki dan perempuan berbeda keyakinan ingin melangsungkan pernikahan beda agama demi mendapatkan status sebuah hubungan, terlepas dari apakah hubungan tersebut dilarang atau diperbolehkan dalam ajaran Islam. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan literature review. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pernikahan beda agama antara umat Islam dengan umat agama lain hukumnya tidak diperbolehkan dan haram. Dalam hukum positif Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama. Menurut Kompilasi Hukum Islam pada pasal 40 dan 44 Bab VI dengan tegas melarang perkawinan antar agama baik laki-laki muslim dengan wanita non-muslim maupun wanita muslim dengan laki-laki non-muslim. Sedangkan dalam fatwa MUI nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 menjelaskan bahwa pernikahan beda agama adalah haram dan tidak sah.]