{"title":"国家紧急概念从1945年至1949年对印度尼西亚共和国紧急政府政府的个案调查和国家条例法来看","authors":"Moch. H. Kharismulloh Hilmatiar","doi":"10.14421/al-mazaahib.v3i2.2832","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Pembentukan PDRI berawal dari adanya Agresi Militer Belanda Kedua pada tanggal 19 Desember 1948 di Yogyakarta yang ingin menghancurkan Pemerintahan Republik Indonesia. Dalam serangan agresi tersebut, Pemerintah Pusat, terutama Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditawan oleh Belanda, sehingga menyebabkan vakum dan lumpuhnya Pemerintahan. Sebelum Pemerintah Pusat ditawan oleh Belanda, Presiden telah mengumumkan pemberian mandat kepada Syafruddin Prawiranegara, untuk membentuk Pemerintahan Darurat, jika Pemerintah Pusat saat itu tidak dapat lagi meneruskan kewajibannya. Syafruddin Prawiranegara yang berada di Bukit Tinggi ketika serangan Belanda dilancarkan, tidak mengetahui adanya mandat tersebut. Hal ini disebabkan karena terputusnya jalur komunikasi antara Yogyakarta dan Bukit Tinggi akibat serangan Belanda terhadap kedua kota itu. Setelah mengetahui dengan pasti Presiden beserta pimpinan pemerintahan lainnya ditawan, bersama pemimpin sipil dan militer di Sumatera Tengah, Syafruddin Prawiranegara mendirikan PDRI tanggal 22 Desember 1948. Studi ini hendak mengkaji Pemerintahan PDRI menurut konsep darurat negara dalam perspektif fiqh siyâsah dan Hukum Tata Negara. Studi ini menunjukkan bahwa PDRI telah memainkan peranan penting dalam rangka perjuangan dan ketatanegaraan bangsa Indonesia semasa mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda Kedua, khususnya dalam mempertahankan eksistensi Negara Republik Indonesia. Perjuangan PDRI tidak terlepas dari proses antara diplomasi dan perjuangan bersenjata, hal ini merupakan proses perjuangan yang dilakukan PDRI untuk mencapai Republik Indonesia yang berdaulat. Sedangkan secara hukum, baik menurut perspektif konsep siyâsah harbiyah dalam fiqh siyâsah dan Hukum Tata Negara Darurat dalam Hukum Tata Negara, Syafruddin Prawiranegara yang menjabat sebagai Ketua PDRI antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan tanggal 13 Juli 1949 berhak disebut sebagai Presiden Republik Indonesia dalam keadaan darurat.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2015-11-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"KONSEP DARURAT NEGARA DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYASAH DAN HUKUM TATA NEGARA STUDI KASUS TERHADAP PEMERINTAHAN PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1948-1949\",\"authors\":\"Moch. H. Kharismulloh Hilmatiar\",\"doi\":\"10.14421/al-mazaahib.v3i2.2832\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Pembentukan PDRI berawal dari adanya Agresi Militer Belanda Kedua pada tanggal 19 Desember 1948 di Yogyakarta yang ingin menghancurkan Pemerintahan Republik Indonesia. Dalam serangan agresi tersebut, Pemerintah Pusat, terutama Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditawan oleh Belanda, sehingga menyebabkan vakum dan lumpuhnya Pemerintahan. Sebelum Pemerintah Pusat ditawan oleh Belanda, Presiden telah mengumumkan pemberian mandat kepada Syafruddin Prawiranegara, untuk membentuk Pemerintahan Darurat, jika Pemerintah Pusat saat itu tidak dapat lagi meneruskan kewajibannya. Syafruddin Prawiranegara yang berada di Bukit Tinggi ketika serangan Belanda dilancarkan, tidak mengetahui adanya mandat tersebut. Hal ini disebabkan karena terputusnya jalur komunikasi antara Yogyakarta dan Bukit Tinggi akibat serangan Belanda terhadap kedua kota itu. Setelah mengetahui dengan pasti Presiden beserta pimpinan pemerintahan lainnya ditawan, bersama pemimpin sipil dan militer di Sumatera Tengah, Syafruddin Prawiranegara mendirikan PDRI tanggal 22 Desember 1948. Studi ini hendak mengkaji Pemerintahan PDRI menurut konsep darurat negara dalam perspektif fiqh siyâsah dan Hukum Tata Negara. Studi ini menunjukkan bahwa PDRI telah memainkan peranan penting dalam rangka perjuangan dan ketatanegaraan bangsa Indonesia semasa mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda Kedua, khususnya dalam mempertahankan eksistensi Negara Republik Indonesia. Perjuangan PDRI tidak terlepas dari proses antara diplomasi dan perjuangan bersenjata, hal ini merupakan proses perjuangan yang dilakukan PDRI untuk mencapai Republik Indonesia yang berdaulat. Sedangkan secara hukum, baik menurut perspektif konsep siyâsah harbiyah dalam fiqh siyâsah dan Hukum Tata Negara Darurat dalam Hukum Tata Negara, Syafruddin Prawiranegara yang menjabat sebagai Ketua PDRI antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan tanggal 13 Juli 1949 berhak disebut sebagai Presiden Republik Indonesia dalam keadaan darurat.\",\"PeriodicalId\":375931,\"journal\":{\"name\":\"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2015-11-26\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v3i2.2832\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v3i2.2832","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
KONSEP DARURAT NEGARA DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYASAH DAN HUKUM TATA NEGARA STUDI KASUS TERHADAP PEMERINTAHAN PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1948-1949
Pembentukan PDRI berawal dari adanya Agresi Militer Belanda Kedua pada tanggal 19 Desember 1948 di Yogyakarta yang ingin menghancurkan Pemerintahan Republik Indonesia. Dalam serangan agresi tersebut, Pemerintah Pusat, terutama Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditawan oleh Belanda, sehingga menyebabkan vakum dan lumpuhnya Pemerintahan. Sebelum Pemerintah Pusat ditawan oleh Belanda, Presiden telah mengumumkan pemberian mandat kepada Syafruddin Prawiranegara, untuk membentuk Pemerintahan Darurat, jika Pemerintah Pusat saat itu tidak dapat lagi meneruskan kewajibannya. Syafruddin Prawiranegara yang berada di Bukit Tinggi ketika serangan Belanda dilancarkan, tidak mengetahui adanya mandat tersebut. Hal ini disebabkan karena terputusnya jalur komunikasi antara Yogyakarta dan Bukit Tinggi akibat serangan Belanda terhadap kedua kota itu. Setelah mengetahui dengan pasti Presiden beserta pimpinan pemerintahan lainnya ditawan, bersama pemimpin sipil dan militer di Sumatera Tengah, Syafruddin Prawiranegara mendirikan PDRI tanggal 22 Desember 1948. Studi ini hendak mengkaji Pemerintahan PDRI menurut konsep darurat negara dalam perspektif fiqh siyâsah dan Hukum Tata Negara. Studi ini menunjukkan bahwa PDRI telah memainkan peranan penting dalam rangka perjuangan dan ketatanegaraan bangsa Indonesia semasa mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda Kedua, khususnya dalam mempertahankan eksistensi Negara Republik Indonesia. Perjuangan PDRI tidak terlepas dari proses antara diplomasi dan perjuangan bersenjata, hal ini merupakan proses perjuangan yang dilakukan PDRI untuk mencapai Republik Indonesia yang berdaulat. Sedangkan secara hukum, baik menurut perspektif konsep siyâsah harbiyah dalam fiqh siyâsah dan Hukum Tata Negara Darurat dalam Hukum Tata Negara, Syafruddin Prawiranegara yang menjabat sebagai Ketua PDRI antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan tanggal 13 Juli 1949 berhak disebut sebagai Presiden Republik Indonesia dalam keadaan darurat.