{"title":"PEREMPUAN SEBAGAI PEMBATAL SALAT: STUDI ATAS PANDANGAN NASR AD-DIN A-ALBANI DAN FATIMA MERNISSI","authors":"M. Irfan","doi":"10.14421/al-mazaahib.v8i1.2211","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Islam hadir dengan membawa semangat kesetaraan antara lakilaki dan perempuan, baik dalam hal ibadah maupun lainnya. Namun demikian, terdapat sejumlah nash Al-Qur’an dan juga hadis nabi yang mengesankan adanya subordinasi terhadap perempuan. Salahnya adalah hadis yang menyatakan bahwa lewatnya perempuan di depan orang yang salat bisa menjadi penyebab batalnya salat. Dalam hal ini, perempuan, anjing dan keledai seolah diposisikan secara setara dan sama-sama bisa menjadi penyebab batalnya salat. Berkaitan dengan hadis ini, Muhammad Nas}r ad-Di>n al-Albi>ni memegangi makna literal hadis nabi tersebut. Dengan demikian, menurutnya, perempuan yang lewat di depan seseorang yang sedang menjalankan salat bisa menjadikan salatnya batal. Sementara itu, Fatima Mernissi berpendapat sebaliknya, bahwa lewatnya perempuan di depan orang yang sedang salat tidak bisa secara otomatis membatalkan salat. Dia berarguen bahwa ada kecenderungan patriarki yang tersimpan dalam hadis tersebut. Nasr ad-Din al-Albani berpegang pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Abu Zarr, sementara Fatimah Mernissi berpegang pada hadis Aisyah dan Ummu Salamah. Hadis-hadis tersebut ‘tampak’ saling bertentangan namun sebenarnya bisa dikompromikan dengan menggunakan metode al-jam’u wa at-tawfiq. Dengan menggunakan metode tersebut dapatlah dikatakan bahwa melintasnya perempuan di depan orang yang sedang menjalankan salat tidaklah membatalkan salat, namun memutus kehusyu’an salat. Hal ini sejalan dengan kata yaqt}a’u dalam hadis tersebut, yang makna aslinya adalah memutus. Dengan demikian, hadis tersebut harus dipahami bahwa melintasnya perempuan bisa menjadi pemutus kehusyukan salat, bukan sebagai pembatal salat.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v8i1.2211","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
伊斯兰教在崇拜和其他方面都带来了男女平等的精神。然而,古兰经中有许多纳什和先知的圣训,这些圣训给人的印象是对妇女的顺从。错误是圣训声称妇女在萨拉特人面前的通过可能是她的极限。在这种情况下,妇女、狗和驴子似乎处于平等的位置,这都可能是祈祷的极限。关于这个圣训,穆罕默德·纳斯,r addi - >n al-Albi>ni阐述了先知圣训的真正含义。他认为,在做沙拉的人面前经过的妇女可能会使她的祈祷无效。与此同时,法蒂玛·默尼西(Fatima Mernissi)对此表示反对,她不能自动取消祈祷。他争辩说,圣训中存在父权制的倾向。Nasr addin al-Albani坚持着由Abu Hurairah和Abu Zarr主持的圣训,而Fatimah Mernissi持有hadis Aisyah和Ummu Salamah。这些所谓的圣训似乎相互矛盾,但实际上可能会受到对al-jam ' u wa at-tawfiq方法的损害。用这种方法可以看出,在负责沙拉特的人面前穿越妇女并没有取消沙拉特,而是打断了敬礼。这与圣训中的“阿古”一词相对应,“切断”一词的真正含义是“切断”。因此,圣训必须被理解,通过女性可以是一个破除祈祷,而不是作为一个虔诚的教徒。
PEREMPUAN SEBAGAI PEMBATAL SALAT: STUDI ATAS PANDANGAN NASR AD-DIN A-ALBANI DAN FATIMA MERNISSI
Islam hadir dengan membawa semangat kesetaraan antara lakilaki dan perempuan, baik dalam hal ibadah maupun lainnya. Namun demikian, terdapat sejumlah nash Al-Qur’an dan juga hadis nabi yang mengesankan adanya subordinasi terhadap perempuan. Salahnya adalah hadis yang menyatakan bahwa lewatnya perempuan di depan orang yang salat bisa menjadi penyebab batalnya salat. Dalam hal ini, perempuan, anjing dan keledai seolah diposisikan secara setara dan sama-sama bisa menjadi penyebab batalnya salat. Berkaitan dengan hadis ini, Muhammad Nas}r ad-Di>n al-Albi>ni memegangi makna literal hadis nabi tersebut. Dengan demikian, menurutnya, perempuan yang lewat di depan seseorang yang sedang menjalankan salat bisa menjadikan salatnya batal. Sementara itu, Fatima Mernissi berpendapat sebaliknya, bahwa lewatnya perempuan di depan orang yang sedang salat tidak bisa secara otomatis membatalkan salat. Dia berarguen bahwa ada kecenderungan patriarki yang tersimpan dalam hadis tersebut. Nasr ad-Din al-Albani berpegang pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Abu Zarr, sementara Fatimah Mernissi berpegang pada hadis Aisyah dan Ummu Salamah. Hadis-hadis tersebut ‘tampak’ saling bertentangan namun sebenarnya bisa dikompromikan dengan menggunakan metode al-jam’u wa at-tawfiq. Dengan menggunakan metode tersebut dapatlah dikatakan bahwa melintasnya perempuan di depan orang yang sedang menjalankan salat tidaklah membatalkan salat, namun memutus kehusyu’an salat. Hal ini sejalan dengan kata yaqt}a’u dalam hadis tersebut, yang makna aslinya adalah memutus. Dengan demikian, hadis tersebut harus dipahami bahwa melintasnya perempuan bisa menjadi pemutus kehusyukan salat, bukan sebagai pembatal salat.