宪法法院2017年11月7日的判决以及它对改变残疾人女性身份的影响

R. Farihah
{"title":"宪法法院2017年11月7日的判决以及它对改变残疾人女性身份的影响","authors":"R. Farihah","doi":"10.15408/siclj.v4i1.15268","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Sejak diberlakukannya PenPres No 1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, aliran – aliran kepercayaan di Indonesia dianggap bukan bagian dari agama- agama yang diakui di Indonesia. Meski sebelumnya keberadaan mereka telah menjadi polemik dan perdebatan namun dikarenakan kebijakan tersebut telah membuat penganut aliran kepercayaan mengalami banyak diskriminasi dan stigmatisasi di masyarakat serta membawa pengaruh pada kehidupan ekonomi sosial politik serta nasib anak-anak mereka. Nasib bisa saja berubah dikarenakan kebijakan baru diakhir tahun 2017 melalui keputusan Mahkamah Konstitusi No 97 tahun 2017 tentang diperbolehkannya mengubah ‘agama’ menjadi ‘kepercayaan’ pada kolom agama yang tertera di KTP dan KK. Adakah niat mengubah identitas dan mencantumkan ‘Kepercayaan’ pada kolom agama pada kartu identitas mereka? Ataukah ini sekedar awal dari sebuah perjuangan yang masih panjang? Tulisan ini membahas bagaimana respon kelompok penghayat perempuan terkait adanya keputusan MK 97/17. Kajian literasi dilakukan disertai wawancara beberapa perempuan penghayat sebagai bahan konfirmasi data dari dokumen- dokumen yang tersedia. Pengalaman yang dimiliki perempuan tentunya berbeda dengan pengalaman laki-laki, dan tentunya mempengaruhi perempuan dalam menyikapi keputusan MK 97/17. Akhirnya agama atau kepercayaan sebagai identitas menjadi pilihan, bagaimana perempuan penghayat yang ditemui ternyata lebih memilih tidak merubah identitas mereka di kolom KTP dan KK. Mereka lebih mengutamakan membangun komunitas mereka sebagai sesama perempuan penghayat dan saling menguatkan ditengah-tengah situasi sosial politik yang kurang berpihak dan kebijakan negara masih setengah-setengah mengakui keberadaan mereka. Steve Bruce mengistilahkannya sebagai proses ‘culture transition’ yang dihadapi individu yang teralienasi didunia baru, kadangkala agama dibutuhkan demi menghindari resiko-resiko sosial dan politik sehingga mereka rela mengkosongkan atau bahkan menyembunyikan identitas diri sebagai penganut kepercayaan agar bisa diterima masyarakat luas.","PeriodicalId":299133,"journal":{"name":"STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal","volume":"200 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-06-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 97/2017 dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Identitas Perempuan Penghayat\",\"authors\":\"R. Farihah\",\"doi\":\"10.15408/siclj.v4i1.15268\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Sejak diberlakukannya PenPres No 1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, aliran – aliran kepercayaan di Indonesia dianggap bukan bagian dari agama- agama yang diakui di Indonesia. Meski sebelumnya keberadaan mereka telah menjadi polemik dan perdebatan namun dikarenakan kebijakan tersebut telah membuat penganut aliran kepercayaan mengalami banyak diskriminasi dan stigmatisasi di masyarakat serta membawa pengaruh pada kehidupan ekonomi sosial politik serta nasib anak-anak mereka. Nasib bisa saja berubah dikarenakan kebijakan baru diakhir tahun 2017 melalui keputusan Mahkamah Konstitusi No 97 tahun 2017 tentang diperbolehkannya mengubah ‘agama’ menjadi ‘kepercayaan’ pada kolom agama yang tertera di KTP dan KK. Adakah niat mengubah identitas dan mencantumkan ‘Kepercayaan’ pada kolom agama pada kartu identitas mereka? Ataukah ini sekedar awal dari sebuah perjuangan yang masih panjang? Tulisan ini membahas bagaimana respon kelompok penghayat perempuan terkait adanya keputusan MK 97/17. Kajian literasi dilakukan disertai wawancara beberapa perempuan penghayat sebagai bahan konfirmasi data dari dokumen- dokumen yang tersedia. Pengalaman yang dimiliki perempuan tentunya berbeda dengan pengalaman laki-laki, dan tentunya mempengaruhi perempuan dalam menyikapi keputusan MK 97/17. Akhirnya agama atau kepercayaan sebagai identitas menjadi pilihan, bagaimana perempuan penghayat yang ditemui ternyata lebih memilih tidak merubah identitas mereka di kolom KTP dan KK. Mereka lebih mengutamakan membangun komunitas mereka sebagai sesama perempuan penghayat dan saling menguatkan ditengah-tengah situasi sosial politik yang kurang berpihak dan kebijakan negara masih setengah-setengah mengakui keberadaan mereka. Steve Bruce mengistilahkannya sebagai proses ‘culture transition’ yang dihadapi individu yang teralienasi didunia baru, kadangkala agama dibutuhkan demi menghindari resiko-resiko sosial dan politik sehingga mereka rela mengkosongkan atau bahkan menyembunyikan identitas diri sebagai penganut kepercayaan agar bisa diterima masyarakat luas.\",\"PeriodicalId\":299133,\"journal\":{\"name\":\"STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal\",\"volume\":\"200 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2020-06-19\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.15408/siclj.v4i1.15268\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.15408/siclj.v4i1.15268","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

摘要

自1965年《防止宗教滥用和亵渎》第1版以来,印尼的宗教信仰流派被认为不是印尼公认宗教的一部分。虽然他们的存在以前是polemik和辩论的,但由于这些政策,宗教派别在社会上受到了许多歧视和歧视,影响了他们的政治社会经济生活和孩子的命运。2017年年底,新政策通过2017年宪法法院的判决,允许将“宗教”转变为“信仰”,载于KTP和KK所列的宗教栏。有人打算改变身份,把“信仰”写在身份证上吗?还是仅仅是一场旷日持久的斗争的开始?这篇文章讨论了反对MK 97/17判决的妇女运动小组的反应。识字研究是在对几位有思想的女性进行采访的同时进行的,以确认现有文件的数据。女性的经验肯定与男性不同,对MK 97/17的决定有一定的影响。最后,宗教或信仰作为一种选择,人们如何发现爱在KTP和KK栏中不愿改变自己的身份?她们更关心的是建立自己的社区,把自己视为理想的女性,与不那么有偏见的社会政治局势和国家政策相互支持。史蒂夫•布鲁斯(Steve Bruce)将其定义为“文化转型”进程,该进程面临着新世界的流派人士,有时需要宗教来避免社会和政治风险,从而允许人们将自己的身份完全排除,甚至隐藏起来。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
查看原文
分享 分享
微信好友 朋友圈 QQ好友 复制链接
本刊更多论文
Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 97/2017 dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Identitas Perempuan Penghayat
Sejak diberlakukannya PenPres No 1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, aliran – aliran kepercayaan di Indonesia dianggap bukan bagian dari agama- agama yang diakui di Indonesia. Meski sebelumnya keberadaan mereka telah menjadi polemik dan perdebatan namun dikarenakan kebijakan tersebut telah membuat penganut aliran kepercayaan mengalami banyak diskriminasi dan stigmatisasi di masyarakat serta membawa pengaruh pada kehidupan ekonomi sosial politik serta nasib anak-anak mereka. Nasib bisa saja berubah dikarenakan kebijakan baru diakhir tahun 2017 melalui keputusan Mahkamah Konstitusi No 97 tahun 2017 tentang diperbolehkannya mengubah ‘agama’ menjadi ‘kepercayaan’ pada kolom agama yang tertera di KTP dan KK. Adakah niat mengubah identitas dan mencantumkan ‘Kepercayaan’ pada kolom agama pada kartu identitas mereka? Ataukah ini sekedar awal dari sebuah perjuangan yang masih panjang? Tulisan ini membahas bagaimana respon kelompok penghayat perempuan terkait adanya keputusan MK 97/17. Kajian literasi dilakukan disertai wawancara beberapa perempuan penghayat sebagai bahan konfirmasi data dari dokumen- dokumen yang tersedia. Pengalaman yang dimiliki perempuan tentunya berbeda dengan pengalaman laki-laki, dan tentunya mempengaruhi perempuan dalam menyikapi keputusan MK 97/17. Akhirnya agama atau kepercayaan sebagai identitas menjadi pilihan, bagaimana perempuan penghayat yang ditemui ternyata lebih memilih tidak merubah identitas mereka di kolom KTP dan KK. Mereka lebih mengutamakan membangun komunitas mereka sebagai sesama perempuan penghayat dan saling menguatkan ditengah-tengah situasi sosial politik yang kurang berpihak dan kebijakan negara masih setengah-setengah mengakui keberadaan mereka. Steve Bruce mengistilahkannya sebagai proses ‘culture transition’ yang dihadapi individu yang teralienasi didunia baru, kadangkala agama dibutuhkan demi menghindari resiko-resiko sosial dan politik sehingga mereka rela mengkosongkan atau bahkan menyembunyikan identitas diri sebagai penganut kepercayaan agar bisa diterima masyarakat luas.
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
期刊最新文献
The Complexity of Filling Regional Head Vacancies Prior to the 2024 General Election Centralized Governance Reform of the State Civil Apparatus Based on the Merit System and Law Number 5 of 2015 concerning the State Civil Apparatus Integration of the State Financial Supervision and Audit System in Public Legal Entities Aspects of Democratic Constitutionalism In The Appointment of Acting Regional Heads Pancasila as the basis and paradigm of the national legal system
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
现在去查看 取消
×
提示
确定
0
微信
客服QQ
Book学术公众号 扫码关注我们
反馈
×
意见反馈
请填写您的意见或建议
请填写您的手机或邮箱
已复制链接
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
×
扫码分享
扫码分享
Book学术官方微信
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术
文献互助 智能选刊 最新文献 互助须知 联系我们:info@booksci.cn
Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。
Copyright © 2023 Book学术 All rights reserved.
ghs 京公网安备 11010802042870号 京ICP备2023020795号-1