Petra Yonathan, Gerald Alexander, Damicia Tangyong, Fermanto Lianto
{"title":"RUANG PUBLIK DARAT DI KAMPUNG APUNG, JAKARTA BARAT","authors":"Petra Yonathan, Gerald Alexander, Damicia Tangyong, Fermanto Lianto","doi":"10.24912/jbmi.v5i2.19246","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"From the past until now, urban kampong is often ignored and neglected from the landscape of a city. When viewed physically, the urban kampong is generally known as a settlement that grows in an urban area without any infrastructure planning and urban economic network. Even so, the urban kampong is a residential area in urban areas. The identity of the urban kampong is determined mainly by the activities carried out by its residents. Similar conditions were found in Kampung Apung, Jakarta. A long history, from the construction of warehousing and industry to the elevation of the road as high as 2m, has resulted in the surface of Kampung Apung being lower than Jalan Kapuk Raya. This is supported by the record of land subsidence in Kapuk Village which can reach 3m in 2025. This condition causes the floating village to be inundated with dirty water as high as 1.5 m – 2 m throughout the year. Forcing residents to live in high density, but on the one hand, it is difficult to meet their daily needs to the lack of facilities and public spaces for the community. The Public Space is an example of how the water space, which is the passive space of Kampung Apung can be used for children's play and study space. The Public Space explores the science of simple construction on water through a combination of architectural design and local craftsmanship. Built-in a collaborative and participatory way with many parties so they can learn together and foster a sense of ownership of the results being fought for. Through Participatory Action Research methods, it is hoped that the results of a Public Space Development project can impact the people of Kampung Apung, especially as a place for children to play now and in the future.\nABSTRAK:\nDari dulu hingga kini, kampung kota sering kali tidak dianggap dan terabaikan dari lanskap sebuah kota. Jika dilihat secara fisik, kampung kota secara umum diketahui sebagai suatu permukiman yang tumbuh di kawasan urban tanpa adanya perencanaan infrastruktur dan jaringan ekonomi kota. Meskipun begitu, Kampung kota yang merupakan kawasan permukiman di perkotaan, identitas yang dimiliki kampung kota sangat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan penghuninya. Kondisi serupa ditemukan di Kampung Apung Jakarta. Sejarah yang panjang mulai dari pembangunan pergudangan dan industri sampai dengan peninggian jalan setinggi 2m, mengakibatkan permukaan Kampung Apung menjadi lebih rendah daripada Jalan Kapuk Raya. Hal ini didukung dengan rekor penurunan muka tanah di Kelurahan Kapuk yang dapat mencapai 3m pada tahun 2025. Kondisi tersebut mengakibatkan Kampung Apung tergenang air kotor setinggi 1,5 m – 2 m sepanjang tahunnya. Memaksa warga untuk tinggal dengan kepadatan tinggi namun di satu sisi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari–hari, hingga minimnya fasilitas dan ruang ruang publik masyarakatnya. Ruang Publik Darat menjadi contoh bagaimana ruang air yang menjadi ruang pasif Kampung Apung dapat dimanfaatkan untuk ruang bermain dan belajar anak-anak. Ruang Publik Darat mengeksplorasi ilmu konstruksi sederhana di atas air melalui gabungan desain arsitektur dan ketukangan lokal warga setempat. Dibangun dengan cara yang kolaboratif dan partisipatif dengan banyak pihak sehingga dapat secara bersama-sama belajar serta menumbukan rasa kepemilikan akan hasil yang diperjuangkan. Melalui metode Participatory Action Research diharapkan hasil dari sebuah proyek Pembangunan Ruang Publik Darat dapat memberikan dampak bagi masyarakat Kampung Apung, terutama sebagai tempat bermain anak-anak di masa sekarang dan yang akan datang.","PeriodicalId":127539,"journal":{"name":"Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-11-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24912/jbmi.v5i2.19246","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
从过去到现在,城市甘榜在城市景观中经常被忽视和忽视。从实际角度来看,城市甘榜通常被认为是在没有任何基础设施规划和城市经济网络的城市地区发展的定居点。即便如此,城市甘榜是城市地区的住宅区。城市甘榜的身份主要是由居民的活动决定的。在雅加达的甘榜阿邦也发现了类似的情况。从仓库和工业的建设到高达2米的道路标高,漫长的历史导致甘榜阿邦的表面低于加兰卡普拉亚。Kapuk村的地面沉降记录支持了这一点,到2025年,地面沉降可能达到300米。这种情况导致漂浮村全年被高达1.5米至2米的脏水淹没。迫使居民高密度居住,但一方面又难以满足他们的日常需求,缺乏社区配套设施和公共空间。公共空间是一个例子,展示了甘榜阿邦的水空间,这是一个被动的空间,如何被用于儿童的游戏和学习空间。公共空间通过建筑设计和当地工艺的结合,探索水上简单建筑的科学。建立多方协作和参与的方式,使他们能够共同学习,并培养对正在争取的结果的所有权意识。通过参与式行动研究方法,希望公共空间发展项目的结果能够影响甘榜阿朋的人民,特别是作为孩子们现在和未来玩耍的地方。摘要:甘榜哥打是一种很好的饮品,它可以让你在甘榜哥打中找到它。吉卡dilihat红十字会内唯一一名secara fisik, kampung哥打secara umum diketahui sebagai suatu permukiman杨tumbuh di kawasan城市tanpa adanya perencanaan infrastruktur丹jaringan ekonomi哥打。“我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。”Kondisi serupa ditemukan di Kampung Apung雅加达。我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是。哈尔尼·迪杜贡·登甘·雷克尔·普努拉罕·克鲁拉罕·卡波扬·帕帕特·曼卡伊,300万帕达·塔赫,2025。Kondisi tersebut mengakibatkan Kampung Apung tergenang air kotor seti 1,5米- 2米sepanjang tahunnya。我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。我的朋友,我的朋友,我的朋友,我的朋友,我的朋友,我的朋友,我的朋友,我的朋友。阮公公:“我的家乡”,“我的家乡”,“我的家乡”,“我的家乡”,“我的家乡”。dibgun dengan cara yang合作和参与dengan banyak pihak sehinga dapat secara bersama-sama belajar serta menbukan rasa kepemilikan akan hasil yang diperjuangkan。参与行动研究的美拉瑞方法,diharapkan hasil dari sebuah proyek, Pembangunan, Ruang, Publik, Darat dapat成员,danpak bagi masyarakat Kampung Apung, terutama sebagai tempat bermain, anak-anak di masa sekarang danyang akan datang。
RUANG PUBLIK DARAT DI KAMPUNG APUNG, JAKARTA BARAT
From the past until now, urban kampong is often ignored and neglected from the landscape of a city. When viewed physically, the urban kampong is generally known as a settlement that grows in an urban area without any infrastructure planning and urban economic network. Even so, the urban kampong is a residential area in urban areas. The identity of the urban kampong is determined mainly by the activities carried out by its residents. Similar conditions were found in Kampung Apung, Jakarta. A long history, from the construction of warehousing and industry to the elevation of the road as high as 2m, has resulted in the surface of Kampung Apung being lower than Jalan Kapuk Raya. This is supported by the record of land subsidence in Kapuk Village which can reach 3m in 2025. This condition causes the floating village to be inundated with dirty water as high as 1.5 m – 2 m throughout the year. Forcing residents to live in high density, but on the one hand, it is difficult to meet their daily needs to the lack of facilities and public spaces for the community. The Public Space is an example of how the water space, which is the passive space of Kampung Apung can be used for children's play and study space. The Public Space explores the science of simple construction on water through a combination of architectural design and local craftsmanship. Built-in a collaborative and participatory way with many parties so they can learn together and foster a sense of ownership of the results being fought for. Through Participatory Action Research methods, it is hoped that the results of a Public Space Development project can impact the people of Kampung Apung, especially as a place for children to play now and in the future.
ABSTRAK:
Dari dulu hingga kini, kampung kota sering kali tidak dianggap dan terabaikan dari lanskap sebuah kota. Jika dilihat secara fisik, kampung kota secara umum diketahui sebagai suatu permukiman yang tumbuh di kawasan urban tanpa adanya perencanaan infrastruktur dan jaringan ekonomi kota. Meskipun begitu, Kampung kota yang merupakan kawasan permukiman di perkotaan, identitas yang dimiliki kampung kota sangat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan penghuninya. Kondisi serupa ditemukan di Kampung Apung Jakarta. Sejarah yang panjang mulai dari pembangunan pergudangan dan industri sampai dengan peninggian jalan setinggi 2m, mengakibatkan permukaan Kampung Apung menjadi lebih rendah daripada Jalan Kapuk Raya. Hal ini didukung dengan rekor penurunan muka tanah di Kelurahan Kapuk yang dapat mencapai 3m pada tahun 2025. Kondisi tersebut mengakibatkan Kampung Apung tergenang air kotor setinggi 1,5 m – 2 m sepanjang tahunnya. Memaksa warga untuk tinggal dengan kepadatan tinggi namun di satu sisi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari–hari, hingga minimnya fasilitas dan ruang ruang publik masyarakatnya. Ruang Publik Darat menjadi contoh bagaimana ruang air yang menjadi ruang pasif Kampung Apung dapat dimanfaatkan untuk ruang bermain dan belajar anak-anak. Ruang Publik Darat mengeksplorasi ilmu konstruksi sederhana di atas air melalui gabungan desain arsitektur dan ketukangan lokal warga setempat. Dibangun dengan cara yang kolaboratif dan partisipatif dengan banyak pihak sehingga dapat secara bersama-sama belajar serta menumbukan rasa kepemilikan akan hasil yang diperjuangkan. Melalui metode Participatory Action Research diharapkan hasil dari sebuah proyek Pembangunan Ruang Publik Darat dapat memberikan dampak bagi masyarakat Kampung Apung, terutama sebagai tempat bermain anak-anak di masa sekarang dan yang akan datang.