{"title":"对消费者保护法实施行政制裁","authors":"Nina Herlina","doi":"10.25157/JUSTISI.V7I2.2917","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Kedudukan konsumen yang selama ini rentan, adanya tiga perangkat undang-undang di atas menjadi kebutuhan yang signifikan mengingat akselerasi perkembangan bisnis yang terorganisasi dengan SDM profesional yang terlatih, secara bebas menawarkan barang, jasa dan persyaratan perjanjian terhadap konsumen yang tidak terlatih Ketidakseimbangan kedudukan dalam transaksi perdagangan seperti ini, menyebabkan konsep etis perdagangan “Cavet Emptor” yang menekankan pada kesadaran moral penjual untuk berusaha menjual komoditas yang sesuai dengan nilai beli yang dikeluarkan konsumen bergeser menjadi “Caveat Venditor” yang memperingatkan konsumen dari kemungkinan distorsi dan cacat produk dari penjual.Penelitian ini bertujuan untuk mengentahui karakteristik penegakan hukum administrasi dan pidana di Indonesia dan implikasi dari ketidaksesuaian perumusan norma dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan sistem hukum (positif) terhadap penegakan hukumnya dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Hukum Perlindungan Konsumen. metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dan komparatif. Penelitian ini menggunakan metode yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan (data sekunder).Hukum administrasi mempersyaratkan adanya dasar (legitimasi) kewenangan untuk mengeluarkan keputusan, pengawasan, dan menjatuhkan sanksi. Dua komponen terakhir yaitu pengawasan dan menjatuhkan sanksi merupakan bagian dari penegakan hukum administrasi. Sedangkan dalam penegakan hukum pidana, ditekankan pada rumusan delik dan ancaman sanksi.Berdasarkan perbedaan karakter sanksi hukum administrasi dan pidana, dimungkinkan adanya kumulasi sanksi dalam suatu kasus. Namun perumusan ancaman sanksi berupa pencabutan ijin usaha sebagai hukuman tambahan dari hukuman pokok pidana dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak tepat karena dalam praktek kumulasi sanksi ini diberikan pada kewenangan satu pengadilan (Negeri) untuk menjatuhkannya, sementara hakim Pengadilan Negeri (pidana) tidak memiliki dasar (legitimasi) kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif. Akibatnya, adalah bahwa putusan yang dijatuhkan menjadi cacat hukum. Kata kunci : Sanksi; Administrasi; Hukum; Perlindungan; Konsumen","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"159 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-11-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"2","resultStr":"{\"title\":\"PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN\",\"authors\":\"Nina Herlina\",\"doi\":\"10.25157/JUSTISI.V7I2.2917\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Kedudukan konsumen yang selama ini rentan, adanya tiga perangkat undang-undang di atas menjadi kebutuhan yang signifikan mengingat akselerasi perkembangan bisnis yang terorganisasi dengan SDM profesional yang terlatih, secara bebas menawarkan barang, jasa dan persyaratan perjanjian terhadap konsumen yang tidak terlatih Ketidakseimbangan kedudukan dalam transaksi perdagangan seperti ini, menyebabkan konsep etis perdagangan “Cavet Emptor” yang menekankan pada kesadaran moral penjual untuk berusaha menjual komoditas yang sesuai dengan nilai beli yang dikeluarkan konsumen bergeser menjadi “Caveat Venditor” yang memperingatkan konsumen dari kemungkinan distorsi dan cacat produk dari penjual.Penelitian ini bertujuan untuk mengentahui karakteristik penegakan hukum administrasi dan pidana di Indonesia dan implikasi dari ketidaksesuaian perumusan norma dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan sistem hukum (positif) terhadap penegakan hukumnya dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Hukum Perlindungan Konsumen. metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dan komparatif. Penelitian ini menggunakan metode yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan (data sekunder).Hukum administrasi mempersyaratkan adanya dasar (legitimasi) kewenangan untuk mengeluarkan keputusan, pengawasan, dan menjatuhkan sanksi. Dua komponen terakhir yaitu pengawasan dan menjatuhkan sanksi merupakan bagian dari penegakan hukum administrasi. Sedangkan dalam penegakan hukum pidana, ditekankan pada rumusan delik dan ancaman sanksi.Berdasarkan perbedaan karakter sanksi hukum administrasi dan pidana, dimungkinkan adanya kumulasi sanksi dalam suatu kasus. Namun perumusan ancaman sanksi berupa pencabutan ijin usaha sebagai hukuman tambahan dari hukuman pokok pidana dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak tepat karena dalam praktek kumulasi sanksi ini diberikan pada kewenangan satu pengadilan (Negeri) untuk menjatuhkannya, sementara hakim Pengadilan Negeri (pidana) tidak memiliki dasar (legitimasi) kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif. Akibatnya, adalah bahwa putusan yang dijatuhkan menjadi cacat hukum. Kata kunci : Sanksi; Administrasi; Hukum; Perlindungan; Konsumen\",\"PeriodicalId\":104002,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi\",\"volume\":\"159 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2019-11-04\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"2\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.25157/JUSTISI.V7I2.2917\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.25157/JUSTISI.V7I2.2917","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Kedudukan konsumen yang selama ini rentan, adanya tiga perangkat undang-undang di atas menjadi kebutuhan yang signifikan mengingat akselerasi perkembangan bisnis yang terorganisasi dengan SDM profesional yang terlatih, secara bebas menawarkan barang, jasa dan persyaratan perjanjian terhadap konsumen yang tidak terlatih Ketidakseimbangan kedudukan dalam transaksi perdagangan seperti ini, menyebabkan konsep etis perdagangan “Cavet Emptor” yang menekankan pada kesadaran moral penjual untuk berusaha menjual komoditas yang sesuai dengan nilai beli yang dikeluarkan konsumen bergeser menjadi “Caveat Venditor” yang memperingatkan konsumen dari kemungkinan distorsi dan cacat produk dari penjual.Penelitian ini bertujuan untuk mengentahui karakteristik penegakan hukum administrasi dan pidana di Indonesia dan implikasi dari ketidaksesuaian perumusan norma dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan sistem hukum (positif) terhadap penegakan hukumnya dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Hukum Perlindungan Konsumen. metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dan komparatif. Penelitian ini menggunakan metode yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan (data sekunder).Hukum administrasi mempersyaratkan adanya dasar (legitimasi) kewenangan untuk mengeluarkan keputusan, pengawasan, dan menjatuhkan sanksi. Dua komponen terakhir yaitu pengawasan dan menjatuhkan sanksi merupakan bagian dari penegakan hukum administrasi. Sedangkan dalam penegakan hukum pidana, ditekankan pada rumusan delik dan ancaman sanksi.Berdasarkan perbedaan karakter sanksi hukum administrasi dan pidana, dimungkinkan adanya kumulasi sanksi dalam suatu kasus. Namun perumusan ancaman sanksi berupa pencabutan ijin usaha sebagai hukuman tambahan dari hukuman pokok pidana dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak tepat karena dalam praktek kumulasi sanksi ini diberikan pada kewenangan satu pengadilan (Negeri) untuk menjatuhkannya, sementara hakim Pengadilan Negeri (pidana) tidak memiliki dasar (legitimasi) kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif. Akibatnya, adalah bahwa putusan yang dijatuhkan menjadi cacat hukum. Kata kunci : Sanksi; Administrasi; Hukum; Perlindungan; Konsumen