{"title":"爪哇社会中 \"姬路婚姻 \"的公理价值","authors":"Danu Permadi, Hanif Fitri Yantari","doi":"10.47655/dialog.v46i2.684","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Abstrak Penelitian ini membahas tentang nilai di balik mitos yang direpresentasikan oleh masyarakat Dusun Tempursari sebagai mitos pernikahan Jilu. Masyarakat Jawa dikenal dengan penduduknya yang menjaga tradisi leluhur, pernikahan adalah salah satunya. Penelitian ini menjabarkan dua hal pokok, yaitu gambaran umum mengenai mitos pernikahan Jilu di Dusun Tempursari dan bagaimana etika Jawa dalam memandang fenomena ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi lapangan. Sumber data penelitian ini adalah tokoh masyarakat dan pasangan Jilu, sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari literatur lain, seperti buku, jurnal, serta artikel yang sesuai dengan tema penelitian. Setelah itu dianalisis menggunakan teori Etika Jawa Franz Magnis Suseno. Berdasarkan dari hasil analisis didapati bahwa masyarakat Dusun Tempursari dalam kesehariannya masih tetap menghindari mitos pernikahan Jilu. Selain itu masyarakat yang menghindari larangan dikarenakan mematuhi perintah orang tua dan tidak ingin merusak kedamaian masyarakat setempat. Hal ini selaras dengan pendapat Franz Magnis bahwa prinsip kerukunan memainkan peran penting dalam kehidupan orang Jawa. Melalui prinsip kerukunan ini Suseno membagi orang menjadi manusia bodoh dan manusia bijaksana. Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat Dusun Tempursari adalah manusia bijaksana karena memilih menjalankan mitos Jilu untuk menjaga keselarasan sosial dan mencegah terjadinya konflik-konflik sosial yang mungkin saja bisa terjadi. Abstract This study discusses the value behind the myth of Jilu's wedding. Javanese people are known for their inhabitants who uphold the traditions of their ancestors, marriage is one of them. This research describes two main things, namely a general description of the myths of Jilu's wedding and how Javanese ethics in viewing this phenomenon. This research is a qualitative research. After that it was analyzed using Javanese ethical theory Franz Magnis Suseno. Based on the results of the analysis, it was found that the people of Tempursari village in their daily lives still avoid the myths of Jilu's wedding. In addition, people who avoid the prohibition are due to complying with parents' orders and don’t want to damage the peace of the local community. This is in line with Franz Magnis's opinion that the principle of harmony plays an important role in the lives of Javanese people. Through this principle of harmony, Suseno divides people into stupid and wise humans. This phenomenon shows that the people of Tempursari village are wise humans because they choose to carry out the myths of the Jilu to maintain social harmony and prevent social conflicts that might occur.","PeriodicalId":505314,"journal":{"name":"Dialog","volume":"98 47","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2023-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Nilai Aksiologis Pernikahan Jilu Pada Masyarakat Jawa\",\"authors\":\"Danu Permadi, Hanif Fitri Yantari\",\"doi\":\"10.47655/dialog.v46i2.684\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Abstrak Penelitian ini membahas tentang nilai di balik mitos yang direpresentasikan oleh masyarakat Dusun Tempursari sebagai mitos pernikahan Jilu. Masyarakat Jawa dikenal dengan penduduknya yang menjaga tradisi leluhur, pernikahan adalah salah satunya. Penelitian ini menjabarkan dua hal pokok, yaitu gambaran umum mengenai mitos pernikahan Jilu di Dusun Tempursari dan bagaimana etika Jawa dalam memandang fenomena ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi lapangan. Sumber data penelitian ini adalah tokoh masyarakat dan pasangan Jilu, sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari literatur lain, seperti buku, jurnal, serta artikel yang sesuai dengan tema penelitian. Setelah itu dianalisis menggunakan teori Etika Jawa Franz Magnis Suseno. Berdasarkan dari hasil analisis didapati bahwa masyarakat Dusun Tempursari dalam kesehariannya masih tetap menghindari mitos pernikahan Jilu. Selain itu masyarakat yang menghindari larangan dikarenakan mematuhi perintah orang tua dan tidak ingin merusak kedamaian masyarakat setempat. Hal ini selaras dengan pendapat Franz Magnis bahwa prinsip kerukunan memainkan peran penting dalam kehidupan orang Jawa. Melalui prinsip kerukunan ini Suseno membagi orang menjadi manusia bodoh dan manusia bijaksana. Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat Dusun Tempursari adalah manusia bijaksana karena memilih menjalankan mitos Jilu untuk menjaga keselarasan sosial dan mencegah terjadinya konflik-konflik sosial yang mungkin saja bisa terjadi. Abstract This study discusses the value behind the myth of Jilu's wedding. Javanese people are known for their inhabitants who uphold the traditions of their ancestors, marriage is one of them. This research describes two main things, namely a general description of the myths of Jilu's wedding and how Javanese ethics in viewing this phenomenon. This research is a qualitative research. After that it was analyzed using Javanese ethical theory Franz Magnis Suseno. Based on the results of the analysis, it was found that the people of Tempursari village in their daily lives still avoid the myths of Jilu's wedding. In addition, people who avoid the prohibition are due to complying with parents' orders and don’t want to damage the peace of the local community. This is in line with Franz Magnis's opinion that the principle of harmony plays an important role in the lives of Javanese people. Through this principle of harmony, Suseno divides people into stupid and wise humans. This phenomenon shows that the people of Tempursari village are wise humans because they choose to carry out the myths of the Jilu to maintain social harmony and prevent social conflicts that might occur.\",\"PeriodicalId\":505314,\"journal\":{\"name\":\"Dialog\",\"volume\":\"98 47\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2023-12-31\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Dialog\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.47655/dialog.v46i2.684\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Dialog","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.47655/dialog.v46i2.684","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
摘要 本研究讨论了天普尔萨里哈姆雷特(Tempursari Hamlet)人所代表的神话--"吉鲁婚姻神话"--背后的价值。爪哇社会以其居民保持祖先的传统而闻名,婚姻就是其中之一。本研究描述了两个主要方面,即 Tempursari Hamlet 的 "冀鲁婚姻神话 "概述和爪哇伦理如何看待这一现象。本研究采用实地考察法进行定性研究。本研究的数据来源是社区领袖和冀鲁族夫妇,而二手数据来源则来自其他文献,如符合研究主题的书籍、期刊和文章。然后,使用 Franz Magnis Suseno 的爪哇伦理理论对其进行分析。根据分析结果,我们发现 Tempursari Hamlet 居民在日常生活中仍然回避吉鲁婚姻神话。此外,人们之所以回避禁令,是因为他们服从父母的命令,不想破坏当地社会的安宁。这与弗朗茨-马格尼斯(Franz Magnis)的观点不谋而合,即和谐原则在爪哇人的生活中发挥着重要作用。通过和谐原则,苏塞诺将人分为愚蠢的人和聪明的人。这一现象表明,Tempursari Hamlet 的人们是聪明人,因为他们选择实施 "冀鲁神话 "来维护社会和谐,防止可能发生的社会冲突。摘要 本研究讨论了 "姬路婚礼 "神话背后的价值。爪哇人以其居民坚持祖先的传统而闻名,婚姻就是其中之一。本研究描述了两个主要方面,即对姬路婚礼神话的一般描述和爪哇人如何看待这一现象的伦理观。本研究是一项定性研究。首先,研究人员对该神话进行了分析,然后使用爪哇伦理理论 Franz Magnis Suseno 对该神话进行了分析。根据分析结果发现,Tempursari 村的人们在日常生活中仍然回避吉鲁婚礼的神话。此外,避开禁令的人是为了遵守父母的命令,不想破坏当地社会的安宁。这与弗朗茨-马格尼斯(Franz Magnis)的观点不谋而合,即和谐原则在爪哇人的生活中发挥着重要作用。通过和谐原则,苏塞诺将人分为愚蠢的人和聪明的人。这一现象表明,Tempursari 村的人们是聪明人,因为他们选择执行 "姬路 "神话来维护社会和谐,防止可能发生的社会冲突。
Nilai Aksiologis Pernikahan Jilu Pada Masyarakat Jawa
Abstrak Penelitian ini membahas tentang nilai di balik mitos yang direpresentasikan oleh masyarakat Dusun Tempursari sebagai mitos pernikahan Jilu. Masyarakat Jawa dikenal dengan penduduknya yang menjaga tradisi leluhur, pernikahan adalah salah satunya. Penelitian ini menjabarkan dua hal pokok, yaitu gambaran umum mengenai mitos pernikahan Jilu di Dusun Tempursari dan bagaimana etika Jawa dalam memandang fenomena ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi lapangan. Sumber data penelitian ini adalah tokoh masyarakat dan pasangan Jilu, sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari literatur lain, seperti buku, jurnal, serta artikel yang sesuai dengan tema penelitian. Setelah itu dianalisis menggunakan teori Etika Jawa Franz Magnis Suseno. Berdasarkan dari hasil analisis didapati bahwa masyarakat Dusun Tempursari dalam kesehariannya masih tetap menghindari mitos pernikahan Jilu. Selain itu masyarakat yang menghindari larangan dikarenakan mematuhi perintah orang tua dan tidak ingin merusak kedamaian masyarakat setempat. Hal ini selaras dengan pendapat Franz Magnis bahwa prinsip kerukunan memainkan peran penting dalam kehidupan orang Jawa. Melalui prinsip kerukunan ini Suseno membagi orang menjadi manusia bodoh dan manusia bijaksana. Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat Dusun Tempursari adalah manusia bijaksana karena memilih menjalankan mitos Jilu untuk menjaga keselarasan sosial dan mencegah terjadinya konflik-konflik sosial yang mungkin saja bisa terjadi. Abstract This study discusses the value behind the myth of Jilu's wedding. Javanese people are known for their inhabitants who uphold the traditions of their ancestors, marriage is one of them. This research describes two main things, namely a general description of the myths of Jilu's wedding and how Javanese ethics in viewing this phenomenon. This research is a qualitative research. After that it was analyzed using Javanese ethical theory Franz Magnis Suseno. Based on the results of the analysis, it was found that the people of Tempursari village in their daily lives still avoid the myths of Jilu's wedding. In addition, people who avoid the prohibition are due to complying with parents' orders and don’t want to damage the peace of the local community. This is in line with Franz Magnis's opinion that the principle of harmony plays an important role in the lives of Javanese people. Through this principle of harmony, Suseno divides people into stupid and wise humans. This phenomenon shows that the people of Tempursari village are wise humans because they choose to carry out the myths of the Jilu to maintain social harmony and prevent social conflicts that might occur.