Riza Multazam Luthfy, M. D. Haq, Kata Kunci, H. Hukum, Peraturan Menteri, Pemerintahan Desa
{"title":"乡村部门立法权的二元性","authors":"Riza Multazam Luthfy, M. D. Haq, Kata Kunci, H. Hukum, Peraturan Menteri, Pemerintahan Desa","doi":"10.35905/sultanhtn.v2i2.6768","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji adanya tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Dalam Negeri dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi beserta Peraturan Menteri yang dikeluarkan dapat mengganggu sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, terutama berkaitan dengan sistem dan hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di level lokal, kondisi demikian memunculkan kesulitan bagi pemerintah desa selaku pelaksana teknis dari kebijakan yang dikeluarkan oleh beberapa kementerian sekaligus. Pertentangan norma Permendagri dengan Permendes PDTT menjadikan pemerintah desa sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) merasa bingung untuk memilih peraturan perundang-undangan yang akan dijadikan sebagai pedoman. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual. Hasil yang diperoleh yaitu berdasarkan perspektif politik hukum dan harmonisasi hukum menganalisis dua hal. Pertama, tumpang tindih kewenangan dan Peraturan Menteri terjadi dikarenakan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa memiliki persepsi bereda tentang siapa yang lebih berhak mengatur urusan desa. Kedua, harmonisasi hukum peraturan Menteri yang mengatur desa bisa diwujudkan melalui adanya politik hukum perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan penerbitan Peraturan Presiden baru yang menentukan bahwa hanya ada satu kementerian yang menangani desa. Dalam konteks ini, penulis menilai bahwa seharusnya urusan desa lebih tepat berada di bawah kewenangan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi.","PeriodicalId":186949,"journal":{"name":"JURNAL SULTAN: Riset Hukum Tata Negara","volume":"287 ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2024-01-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"DUALISME KEWENANGAN PEMBENTUKAN HUKUM DI BIDANG DESA\",\"authors\":\"Riza Multazam Luthfy, M. D. Haq, Kata Kunci, H. Hukum, Peraturan Menteri, Pemerintahan Desa\",\"doi\":\"10.35905/sultanhtn.v2i2.6768\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji adanya tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Dalam Negeri dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi beserta Peraturan Menteri yang dikeluarkan dapat mengganggu sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, terutama berkaitan dengan sistem dan hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di level lokal, kondisi demikian memunculkan kesulitan bagi pemerintah desa selaku pelaksana teknis dari kebijakan yang dikeluarkan oleh beberapa kementerian sekaligus. Pertentangan norma Permendagri dengan Permendes PDTT menjadikan pemerintah desa sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) merasa bingung untuk memilih peraturan perundang-undangan yang akan dijadikan sebagai pedoman. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual. Hasil yang diperoleh yaitu berdasarkan perspektif politik hukum dan harmonisasi hukum menganalisis dua hal. Pertama, tumpang tindih kewenangan dan Peraturan Menteri terjadi dikarenakan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa memiliki persepsi bereda tentang siapa yang lebih berhak mengatur urusan desa. Kedua, harmonisasi hukum peraturan Menteri yang mengatur desa bisa diwujudkan melalui adanya politik hukum perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan penerbitan Peraturan Presiden baru yang menentukan bahwa hanya ada satu kementerian yang menangani desa. Dalam konteks ini, penulis menilai bahwa seharusnya urusan desa lebih tepat berada di bawah kewenangan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi.\",\"PeriodicalId\":186949,\"journal\":{\"name\":\"JURNAL SULTAN: Riset Hukum Tata Negara\",\"volume\":\"287 \",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2024-01-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"JURNAL SULTAN: Riset Hukum Tata Negara\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.35905/sultanhtn.v2i2.6768\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"JURNAL SULTAN: Riset Hukum Tata Negara","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.35905/sultanhtn.v2i2.6768","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
本研究旨在探讨内政部与乡村和贫困地区发展部、移民部之间的权力重叠问题,以及所颁布的部级条例可能会扰乱印度尼西亚共和国的宪法体系,尤其是在适用法律和条例的体系和等级方面。在地方一级,这种情况给作为同时执行多个部委发布的政策的技术执行者的乡政府造成了困难。Permendagri 和 Permendes PDTT 的规范相互冲突,使得作为利益相关者的村政府在选择使用哪些法律法规作为指导方针时感到困惑。采用的研究类型是概念法学规范研究。研究结果基于法律政治和法律协调的视角,分析了两个问题。首先,由于内政部和村务部对谁更有权管理村务有不同的看法,因此出现了权力重叠和部级条例。其次,通过对关于村庄的第 6/2014 号法律进行修订,并颁布新的总统条例,确定只有一个部负责处理村庄事务,可以在法律上实现部级村庄管理条例的统一。在这种情况下,笔者认为,村庄事务由村庄和贫困地区发展部(Ministry of Villages and Development of Disadvantaged Regions, Transmigration)管理更为合适。
DUALISME KEWENANGAN PEMBENTUKAN HUKUM DI BIDANG DESA
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji adanya tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Dalam Negeri dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi beserta Peraturan Menteri yang dikeluarkan dapat mengganggu sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, terutama berkaitan dengan sistem dan hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di level lokal, kondisi demikian memunculkan kesulitan bagi pemerintah desa selaku pelaksana teknis dari kebijakan yang dikeluarkan oleh beberapa kementerian sekaligus. Pertentangan norma Permendagri dengan Permendes PDTT menjadikan pemerintah desa sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) merasa bingung untuk memilih peraturan perundang-undangan yang akan dijadikan sebagai pedoman. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual. Hasil yang diperoleh yaitu berdasarkan perspektif politik hukum dan harmonisasi hukum menganalisis dua hal. Pertama, tumpang tindih kewenangan dan Peraturan Menteri terjadi dikarenakan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa memiliki persepsi bereda tentang siapa yang lebih berhak mengatur urusan desa. Kedua, harmonisasi hukum peraturan Menteri yang mengatur desa bisa diwujudkan melalui adanya politik hukum perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan penerbitan Peraturan Presiden baru yang menentukan bahwa hanya ada satu kementerian yang menangani desa. Dalam konteks ini, penulis menilai bahwa seharusnya urusan desa lebih tepat berada di bawah kewenangan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi.