R. Prayoga, Eko Wahyono, S. Fatimah, Lis Purbandini, Djoko Puguh Wibowo
{"title":"日惹默拉皮易受灾地区的 Paguyuban \"Tuk Bebeng \"和基于社区力量的水资源管理","authors":"R. Prayoga, Eko Wahyono, S. Fatimah, Lis Purbandini, Djoko Puguh Wibowo","doi":"10.22146/kawistara.83419","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Pengelolaan air di daerah rawan bencana seperti Merapi, senyatanya menimbulkan pelbagai kerentanan sosial seperti konflik dalam logika pasar (korporasi), pertautan politis kepentingan negara, dan pengkerdilan peran organisasi lokal. Pengesampingan peran organisasi lokal dalam pengelolaan air berbasis masyarakat acapkali tidak anggap menjadi subjek yang vital. Tulisan ini bertujuan mengekspose kekuatan masyarakat lokal melalui Paguyuban Tuk Bebeng dalam pengelolaan air di daerah rawan bencana Merapi. Penelitian ini berpijak pada metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui observasi lapangan, wawancara mendalam, dan forum diskusi terpumpun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Paguyuban Tuk Bebeng sebagai organisasi non formal dalam pengelolaan air di daerah rawan bencana Merapi menjadi contoh praktik baik dalam mengeliminasi pelbagai benturan kepentingan sektoral. Praktik baik ini dijalankan melalui basis kekuatan kolektif masyarakat yang berkelindan dalam solidaritas mekanik dan rasionalitas moral yang termanifestasi dalam paguyuban “Tuk Bebeng” sebagai penjaga keseimbangan harmoni alam dan masyarakat. Corak hidup masyarakat di lingkar Merapi yaitu Se omah, Guyub, dan se-rahim (rumah bersama, rukun, dan satu tanah kelahiran yang sama) sebagai perekat paseduluran dapat menjadi peredam amarah dan kompromistis silang pertautan kepentingan dalam pengelolaan air. Implikasi secara praktis penelitian ini menawarkan praktik yang realistis untuk meredam silang kepentingan (konflik) yang terjadi dengan memberikan ruang kepada aktor—aktor penting pengelola Tuk Bebeng berdialogis secara setara, dan memberdayakan aktor Paguyuban Bebeng yang kurang terwakili dengan rekognisi secara legal formal dan kultural bahwa Tuk Bebeng milik masyarakat Merapi. Implikasi secara teoritis menunjukkan teori rasionalitas dan solidaritas memiliki keterkaitan yang kuat dalam menggerakan tindakan kolektif pada masyarakat di kawasan rawan bencana. ","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":"29 10","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2024-05-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Paguyuban “Tuk Bebeng” dan Pengelolaan Air berbasis Kekuatan Masyarakat di Daerah Rawan Bencana Merapi, Yogyakarta\",\"authors\":\"R. Prayoga, Eko Wahyono, S. Fatimah, Lis Purbandini, Djoko Puguh Wibowo\",\"doi\":\"10.22146/kawistara.83419\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Pengelolaan air di daerah rawan bencana seperti Merapi, senyatanya menimbulkan pelbagai kerentanan sosial seperti konflik dalam logika pasar (korporasi), pertautan politis kepentingan negara, dan pengkerdilan peran organisasi lokal. Pengesampingan peran organisasi lokal dalam pengelolaan air berbasis masyarakat acapkali tidak anggap menjadi subjek yang vital. Tulisan ini bertujuan mengekspose kekuatan masyarakat lokal melalui Paguyuban Tuk Bebeng dalam pengelolaan air di daerah rawan bencana Merapi. Penelitian ini berpijak pada metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui observasi lapangan, wawancara mendalam, dan forum diskusi terpumpun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Paguyuban Tuk Bebeng sebagai organisasi non formal dalam pengelolaan air di daerah rawan bencana Merapi menjadi contoh praktik baik dalam mengeliminasi pelbagai benturan kepentingan sektoral. Praktik baik ini dijalankan melalui basis kekuatan kolektif masyarakat yang berkelindan dalam solidaritas mekanik dan rasionalitas moral yang termanifestasi dalam paguyuban “Tuk Bebeng” sebagai penjaga keseimbangan harmoni alam dan masyarakat. Corak hidup masyarakat di lingkar Merapi yaitu Se omah, Guyub, dan se-rahim (rumah bersama, rukun, dan satu tanah kelahiran yang sama) sebagai perekat paseduluran dapat menjadi peredam amarah dan kompromistis silang pertautan kepentingan dalam pengelolaan air. Implikasi secara praktis penelitian ini menawarkan praktik yang realistis untuk meredam silang kepentingan (konflik) yang terjadi dengan memberikan ruang kepada aktor—aktor penting pengelola Tuk Bebeng berdialogis secara setara, dan memberdayakan aktor Paguyuban Bebeng yang kurang terwakili dengan rekognisi secara legal formal dan kultural bahwa Tuk Bebeng milik masyarakat Merapi. Implikasi secara teoritis menunjukkan teori rasionalitas dan solidaritas memiliki keterkaitan yang kuat dalam menggerakan tindakan kolektif pada masyarakat di kawasan rawan bencana. \",\"PeriodicalId\":31122,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Kawistara\",\"volume\":\"29 10\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2024-05-13\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Kawistara\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.22146/kawistara.83419\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Kawistara","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22146/kawistara.83419","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
Paguyuban “Tuk Bebeng” dan Pengelolaan Air berbasis Kekuatan Masyarakat di Daerah Rawan Bencana Merapi, Yogyakarta
Pengelolaan air di daerah rawan bencana seperti Merapi, senyatanya menimbulkan pelbagai kerentanan sosial seperti konflik dalam logika pasar (korporasi), pertautan politis kepentingan negara, dan pengkerdilan peran organisasi lokal. Pengesampingan peran organisasi lokal dalam pengelolaan air berbasis masyarakat acapkali tidak anggap menjadi subjek yang vital. Tulisan ini bertujuan mengekspose kekuatan masyarakat lokal melalui Paguyuban Tuk Bebeng dalam pengelolaan air di daerah rawan bencana Merapi. Penelitian ini berpijak pada metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui observasi lapangan, wawancara mendalam, dan forum diskusi terpumpun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Paguyuban Tuk Bebeng sebagai organisasi non formal dalam pengelolaan air di daerah rawan bencana Merapi menjadi contoh praktik baik dalam mengeliminasi pelbagai benturan kepentingan sektoral. Praktik baik ini dijalankan melalui basis kekuatan kolektif masyarakat yang berkelindan dalam solidaritas mekanik dan rasionalitas moral yang termanifestasi dalam paguyuban “Tuk Bebeng” sebagai penjaga keseimbangan harmoni alam dan masyarakat. Corak hidup masyarakat di lingkar Merapi yaitu Se omah, Guyub, dan se-rahim (rumah bersama, rukun, dan satu tanah kelahiran yang sama) sebagai perekat paseduluran dapat menjadi peredam amarah dan kompromistis silang pertautan kepentingan dalam pengelolaan air. Implikasi secara praktis penelitian ini menawarkan praktik yang realistis untuk meredam silang kepentingan (konflik) yang terjadi dengan memberikan ruang kepada aktor—aktor penting pengelola Tuk Bebeng berdialogis secara setara, dan memberdayakan aktor Paguyuban Bebeng yang kurang terwakili dengan rekognisi secara legal formal dan kultural bahwa Tuk Bebeng milik masyarakat Merapi. Implikasi secara teoritis menunjukkan teori rasionalitas dan solidaritas memiliki keterkaitan yang kuat dalam menggerakan tindakan kolektif pada masyarakat di kawasan rawan bencana.