{"title":"犯罪、霸权和政治:新秩序时代日惹的黑帮活动","authors":"Julianto Ibrahim","doi":"10.22146/kawistara.73479","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Non state aktor merupakan aktor yang berperan penting dalam mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu masyarakat yang berada di luar struktur pemerintahan. Salah satu aktor yang berperan penting dalam mempengaruhi kondisi masyarakat adalah keberadaan para preman dan aksi-aksi premanismenya. Pada masa Orde Baru, para preman di Yogyakarta berkolaborasi dan bekerja sama dengan kekuatan politik. Kekuatan politik memanfaatkan para preman sebagai kekuatan yang bisa menekan lawan politik dengan kekerasan dan sebagai sarana mendapatkan suara dalam pemilu. Sementara itu, para preman bergabung dengan kekuatan politik dengan maksud mencari perlindungan secara politik atas aksi-aksi kriminalitasnya dan sebagai sarana meniti karir untuk masa depan yang lebih baik. Golkar di Yogyakarta memanfaatkan organisasi massa Pemuda Pancasila (PP) sebagai elemen yang bisa dipergunakan untuk menekan dan mengintimidasi lawan-lawan politiknya. Sementara itu, PPP dan PDI memanfaatkan laskar-laskar partainya dalam mengamankan dan menghadapi kekerasan-kekerasan yang dihadapi. Kekuatan utama laskar-laskar di PPP dan PDI justru berasal dari organisasi liar anak muda yang eksis setelah terjadi peristiwa Petrus, yaitu Joxzin dan Qizruh. Pada saat “kekuasaan” dunia hitam kosong, Joxzin dan Qizruh hadir sebagai alternatif dari anak-anak muda untuk mengekspresikan diri dan wadah dalam mencari identitas. Dengan cepat Joxzin dan Qizruh mendapatkan banyak anggota dan terkenal dengan reputasinya yang suka berkelahi, pemberani, tukang bacok, sadis, dan brutal. Setelah vakum untuk sementara waktu pada tahun 1988, pentolan-pentolan Qizruh bergabung ke PP yang berarti mendukung Golkar, dan beberapa pentolan lainnya memilih mendukung PDI. Sementara itu, Sesepuh-sesepuh Joxzin banyak berkarir menjadi kekuatan utama dari laskar-laskar yang ada di PPP. Penelitian ini berupaya mengungkapkan dan mendiskripsikan aksi-aksi yang dilakukan para preman beserta dampaknya terhadap kehidupan masyarakat Yogyakarta pada masa Orde Baru. Metode yang digunakan adalah metode sejarah lisan dengan cara wawancara terhadap pelaku maupun saksi yang terlibat langsung dalam permasalahan yang diteliti.","PeriodicalId":31122,"journal":{"name":"Jurnal Kawistara","volume":"41 5","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2024-05-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"KRIMINALITAS, HEGEMONI, DAN POLITIK: PREMANISME DI YOGYAKARTA PADA MASA ORDE BARU\",\"authors\":\"Julianto Ibrahim\",\"doi\":\"10.22146/kawistara.73479\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Non state aktor merupakan aktor yang berperan penting dalam mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu masyarakat yang berada di luar struktur pemerintahan. Salah satu aktor yang berperan penting dalam mempengaruhi kondisi masyarakat adalah keberadaan para preman dan aksi-aksi premanismenya. Pada masa Orde Baru, para preman di Yogyakarta berkolaborasi dan bekerja sama dengan kekuatan politik. Kekuatan politik memanfaatkan para preman sebagai kekuatan yang bisa menekan lawan politik dengan kekerasan dan sebagai sarana mendapatkan suara dalam pemilu. Sementara itu, para preman bergabung dengan kekuatan politik dengan maksud mencari perlindungan secara politik atas aksi-aksi kriminalitasnya dan sebagai sarana meniti karir untuk masa depan yang lebih baik. Golkar di Yogyakarta memanfaatkan organisasi massa Pemuda Pancasila (PP) sebagai elemen yang bisa dipergunakan untuk menekan dan mengintimidasi lawan-lawan politiknya. Sementara itu, PPP dan PDI memanfaatkan laskar-laskar partainya dalam mengamankan dan menghadapi kekerasan-kekerasan yang dihadapi. Kekuatan utama laskar-laskar di PPP dan PDI justru berasal dari organisasi liar anak muda yang eksis setelah terjadi peristiwa Petrus, yaitu Joxzin dan Qizruh. Pada saat “kekuasaan” dunia hitam kosong, Joxzin dan Qizruh hadir sebagai alternatif dari anak-anak muda untuk mengekspresikan diri dan wadah dalam mencari identitas. Dengan cepat Joxzin dan Qizruh mendapatkan banyak anggota dan terkenal dengan reputasinya yang suka berkelahi, pemberani, tukang bacok, sadis, dan brutal. Setelah vakum untuk sementara waktu pada tahun 1988, pentolan-pentolan Qizruh bergabung ke PP yang berarti mendukung Golkar, dan beberapa pentolan lainnya memilih mendukung PDI. Sementara itu, Sesepuh-sesepuh Joxzin banyak berkarir menjadi kekuatan utama dari laskar-laskar yang ada di PPP. Penelitian ini berupaya mengungkapkan dan mendiskripsikan aksi-aksi yang dilakukan para preman beserta dampaknya terhadap kehidupan masyarakat Yogyakarta pada masa Orde Baru. Metode yang digunakan adalah metode sejarah lisan dengan cara wawancara terhadap pelaku maupun saksi yang terlibat langsung dalam permasalahan yang diteliti.\",\"PeriodicalId\":31122,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Kawistara\",\"volume\":\"41 5\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2024-05-13\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Kawistara\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.22146/kawistara.73479\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Kawistara","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.22146/kawistara.73479","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
KRIMINALITAS, HEGEMONI, DAN POLITIK: PREMANISME DI YOGYAKARTA PADA MASA ORDE BARU
Non state aktor merupakan aktor yang berperan penting dalam mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu masyarakat yang berada di luar struktur pemerintahan. Salah satu aktor yang berperan penting dalam mempengaruhi kondisi masyarakat adalah keberadaan para preman dan aksi-aksi premanismenya. Pada masa Orde Baru, para preman di Yogyakarta berkolaborasi dan bekerja sama dengan kekuatan politik. Kekuatan politik memanfaatkan para preman sebagai kekuatan yang bisa menekan lawan politik dengan kekerasan dan sebagai sarana mendapatkan suara dalam pemilu. Sementara itu, para preman bergabung dengan kekuatan politik dengan maksud mencari perlindungan secara politik atas aksi-aksi kriminalitasnya dan sebagai sarana meniti karir untuk masa depan yang lebih baik. Golkar di Yogyakarta memanfaatkan organisasi massa Pemuda Pancasila (PP) sebagai elemen yang bisa dipergunakan untuk menekan dan mengintimidasi lawan-lawan politiknya. Sementara itu, PPP dan PDI memanfaatkan laskar-laskar partainya dalam mengamankan dan menghadapi kekerasan-kekerasan yang dihadapi. Kekuatan utama laskar-laskar di PPP dan PDI justru berasal dari organisasi liar anak muda yang eksis setelah terjadi peristiwa Petrus, yaitu Joxzin dan Qizruh. Pada saat “kekuasaan” dunia hitam kosong, Joxzin dan Qizruh hadir sebagai alternatif dari anak-anak muda untuk mengekspresikan diri dan wadah dalam mencari identitas. Dengan cepat Joxzin dan Qizruh mendapatkan banyak anggota dan terkenal dengan reputasinya yang suka berkelahi, pemberani, tukang bacok, sadis, dan brutal. Setelah vakum untuk sementara waktu pada tahun 1988, pentolan-pentolan Qizruh bergabung ke PP yang berarti mendukung Golkar, dan beberapa pentolan lainnya memilih mendukung PDI. Sementara itu, Sesepuh-sesepuh Joxzin banyak berkarir menjadi kekuatan utama dari laskar-laskar yang ada di PPP. Penelitian ini berupaya mengungkapkan dan mendiskripsikan aksi-aksi yang dilakukan para preman beserta dampaknya terhadap kehidupan masyarakat Yogyakarta pada masa Orde Baru. Metode yang digunakan adalah metode sejarah lisan dengan cara wawancara terhadap pelaku maupun saksi yang terlibat langsung dalam permasalahan yang diteliti.