{"title":"爪哇的阿拉伯语命名与伊斯兰化政治:混合与净化的过程","authors":"Askuri Askuri, J. Kuipers","doi":"10.14421/AJIS.2018.561.%P","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Arabic names are a component of a changing Islamic discourse in Java. If Arabic names in Java undergo change and growth, then this has implications for changes in Javanese Islam. This research demonstrates the validity of an approach that uses names as a window into Javanese culture. Drawing on a dataset of 3.7 million names analyzed diachronically across 100 years, and using a quantitative method sharpened by ethnography, the analysis of names offers a new way to investigate trends that were previously often difficult to document systematically. In the past, Javanese names usually reflected social classification: santri, abangan, priyayi, or lower and upper class. However, towards the end of the twentieth century, names with class connotations were increasingly abandoned (see Kuipers and Askuri 2017). In this paper we explore further the connection between the decline of class marked names, and the rise of Arabic names. Drawing on data from Askuri (2018), we argue that although the decline of class marked names precedes the sharp rise in the use of Arabic names, the former does not seem to have caused the latter in a simple way. Our data show that in the 20th century, there were two important stages in the Arabisation of Javanese names; 1) an initial “synthetic” stage of one-word blended Javanese Arab names, popular from roughly 1930-1960; 2) a later stage, beginning in 1980, of 2 and 3 word names, one of which was a purified Arabic name . The conclusions have implications for an understanding of the role of hybridity and purification in Javanese Islamic modernity. [Nama-nama Arab merupakan salah satu komponen dari wacana Islam yang dinamis di Jawa. Jika nama-nama Arab di Jawa mengalami perubahan dan pertumbuhan, maka hal ini memiliki implikasi perubahan dalam masyarakat Islam di Jawa. Penelitian ini menunjukkan validitas pendekatan yang menggunakan nama sebagai jendela ke dalam budaya Jawa. Berdasarkan pada dataset 3,7 juta nama yang dianalisis secara diakronis sepanjang 100 tahun, dan menggunakan metode kuantitatif yang dipertajam dengan etnografi, analisis nama menawarkan cara baru untuk menyelidiki trend yang sebelumnya sering sulit untuk didokumentasikan secara sistematis.Di masa lalu, nama-nama Jawa biasanya mencerminkan klasifikasi sosial: santri, abangan, priyayi, atau kelas bawah dan atas. Namun, menjelang akhir abad ke-20, nama-nama dengan konotasi kelas semakin ditinggalkan. Dalam makalah ini kami mengeksplorasi lebih lanjut hubungan antara penurunan nama-nama yang berkonotasi kelas rendah yang ditandai dengan dan munculnya nama-nama Arab. Berdasarkan data dari Askuri (2018), kami berpendapat bahwa meskipun penurunan nama yang berkonotasi kelas rendah mendahului kenaikan yang tajam dalam penggunaan nama-nama Arab, yang pertama tampaknya tidak menyebabkan yang terakhir dengan cara yang sederhana. Data kami menunjukkan bahwa pada abad ke-20, ada dua tahapan penting dalam Arabisasi nama-nama di Jawa; 1) tahap awal “sintesis” dari nama campuran Jawa-Arab dalam satu kata, yang populer dari sekitar 1930-1960; 2) tahap selanjutnya, dimulai pada tahun 1980, yang tersusun dari 2 atau 3 kata, dimana salah satunya ialah nama Arab yang dimurnikan (purified Arabic names). Kesimpulan ini memiliki implikasi dalam pemahaman tentang peran hibriditas dan pemurnian dalam modernitas Islam di Jawa.]","PeriodicalId":42231,"journal":{"name":"Al-Jamiah-Journal of Islamic Studies","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.3000,"publicationDate":"2018-06-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"5","resultStr":"{\"title\":\"The Politics of Arabic Naming And Islamization In Java: Processes of Hybridization and Purification\",\"authors\":\"Askuri Askuri, J. Kuipers\",\"doi\":\"10.14421/AJIS.2018.561.%P\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Arabic names are a component of a changing Islamic discourse in Java. If Arabic names in Java undergo change and growth, then this has implications for changes in Javanese Islam. This research demonstrates the validity of an approach that uses names as a window into Javanese culture. Drawing on a dataset of 3.7 million names analyzed diachronically across 100 years, and using a quantitative method sharpened by ethnography, the analysis of names offers a new way to investigate trends that were previously often difficult to document systematically. In the past, Javanese names usually reflected social classification: santri, abangan, priyayi, or lower and upper class. However, towards the end of the twentieth century, names with class connotations were increasingly abandoned (see Kuipers and Askuri 2017). In this paper we explore further the connection between the decline of class marked names, and the rise of Arabic names. Drawing on data from Askuri (2018), we argue that although the decline of class marked names precedes the sharp rise in the use of Arabic names, the former does not seem to have caused the latter in a simple way. Our data show that in the 20th century, there were two important stages in the Arabisation of Javanese names; 1) an initial “synthetic” stage of one-word blended Javanese Arab names, popular from roughly 1930-1960; 2) a later stage, beginning in 1980, of 2 and 3 word names, one of which was a purified Arabic name . The conclusions have implications for an understanding of the role of hybridity and purification in Javanese Islamic modernity. [Nama-nama Arab merupakan salah satu komponen dari wacana Islam yang dinamis di Jawa. Jika nama-nama Arab di Jawa mengalami perubahan dan pertumbuhan, maka hal ini memiliki implikasi perubahan dalam masyarakat Islam di Jawa. Penelitian ini menunjukkan validitas pendekatan yang menggunakan nama sebagai jendela ke dalam budaya Jawa. Berdasarkan pada dataset 3,7 juta nama yang dianalisis secara diakronis sepanjang 100 tahun, dan menggunakan metode kuantitatif yang dipertajam dengan etnografi, analisis nama menawarkan cara baru untuk menyelidiki trend yang sebelumnya sering sulit untuk didokumentasikan secara sistematis.Di masa lalu, nama-nama Jawa biasanya mencerminkan klasifikasi sosial: santri, abangan, priyayi, atau kelas bawah dan atas. Namun, menjelang akhir abad ke-20, nama-nama dengan konotasi kelas semakin ditinggalkan. Dalam makalah ini kami mengeksplorasi lebih lanjut hubungan antara penurunan nama-nama yang berkonotasi kelas rendah yang ditandai dengan dan munculnya nama-nama Arab. Berdasarkan data dari Askuri (2018), kami berpendapat bahwa meskipun penurunan nama yang berkonotasi kelas rendah mendahului kenaikan yang tajam dalam penggunaan nama-nama Arab, yang pertama tampaknya tidak menyebabkan yang terakhir dengan cara yang sederhana. Data kami menunjukkan bahwa pada abad ke-20, ada dua tahapan penting dalam Arabisasi nama-nama di Jawa; 1) tahap awal “sintesis” dari nama campuran Jawa-Arab dalam satu kata, yang populer dari sekitar 1930-1960; 2) tahap selanjutnya, dimulai pada tahun 1980, yang tersusun dari 2 atau 3 kata, dimana salah satunya ialah nama Arab yang dimurnikan (purified Arabic names). Kesimpulan ini memiliki implikasi dalam pemahaman tentang peran hibriditas dan pemurnian dalam modernitas Islam di Jawa.]\",\"PeriodicalId\":42231,\"journal\":{\"name\":\"Al-Jamiah-Journal of Islamic Studies\",\"volume\":\" \",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.3000,\"publicationDate\":\"2018-06-14\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"5\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Al-Jamiah-Journal of Islamic Studies\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.14421/AJIS.2018.561.%P\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"0\",\"JCRName\":\"RELIGION\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Al-Jamiah-Journal of Islamic Studies","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.14421/AJIS.2018.561.%P","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"0","JCRName":"RELIGION","Score":null,"Total":0}
引用次数: 5
摘要
阿拉伯名字是爪哇不断变化的伊斯兰话语的组成部分。如果爪哇的阿拉伯名字经历了变化和增长,那么这就意味着爪哇伊斯兰教的变化。这项研究证明了用名字作为爪哇文化窗口的方法的有效性。通过对100年间370万个名字进行历时分析的数据集,并使用人种学强化的定量方法,对名字的分析提供了一种新的方式来调查以前通常难以系统记录的趋势。在过去,爪哇人的名字通常反映社会分类:santri, abangan, priyayi,或下层和上层阶级。然而,在20世纪末,带有阶级内涵的名称越来越被抛弃(见Kuipers and Askuri 2017)。在本文中,我们进一步探讨了阶级标记名称的衰落与阿拉伯名称的兴起之间的联系。根据Askuri(2018)的数据,我们认为,尽管阶级标记名称的减少先于阿拉伯语名称的使用急剧增加,但前者似乎并没有以简单的方式导致后者。我们的数据显示,在20世纪,爪哇名字的阿拉伯化经历了两个重要阶段;1)大约在1930-1960年间流行的爪哇阿拉伯名字的“合成”阶段;后来,从1980年开始,出现了两个或三个单词的名字,其中一个是纯阿拉伯语名字。这些结论对理解爪哇伊斯兰现代性中混杂和净化的作用具有启示意义。[Nama-nama arabic merupakan salah satu komponen dari wacana Islam yang dinamis di java]。Jika nama-nama阿拉伯语迪爪哇语mengalami perubahan dan pertumbuhan, maka hal ini memiliki implikasi perubahan dalam masyarakat伊斯兰语迪爪哇语。Penelitian ini menunjukkan validitas pendekatan yang menggunakan nama sebagai jendela ke dalam budaya java。Berdasarkan数据集3,7 juta nama yang dianalysis secara diakronis sepanjang 100 tahun, dan menggunakan方法定量分析yang dipertaengan etnogrogogan,分析nama menawarkan cara baru untuk menyelidiki趋势yang sebelumnya serit sulit untuk didokumentasikan secara sistematis。Di masa lalu, nama-nama Jawa biasanya mencerminkan klasifikasi social: santri, abangan, priyayi, atau kelas bawah dan atas。Namun, menjelang akhir abad ke-20, nama-nama dengan konotasi kelas semakin ditinggalkan。Dalam makalah ini kami mengeksplorasi lebih lanjut hubungan antara penurunan nama-nama yang berkonotasi kelas rendah yang ditandai dengan dan munculnya nama-nama Arab。(2018),中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:中文:数据kami menunjukkan bahwa pada abad ke-20, ada dua tahapan penting dalam Arabisasi nama-nama di java;1) tahap awal " sintesis " dari nama campuran爪哇阿拉伯语dalam satu kata, yang populer dari sekitar 1930-1960;2) tahap selanjutnya, dimulai pada tahun 1980, yang tersusun dari 2 atau 3 kata, dimana salah satunya ialah nama Arab yang dimurnikan(纯化的阿拉伯名字)。[英语泛读材料][qh] [qh]
The Politics of Arabic Naming And Islamization In Java: Processes of Hybridization and Purification
Arabic names are a component of a changing Islamic discourse in Java. If Arabic names in Java undergo change and growth, then this has implications for changes in Javanese Islam. This research demonstrates the validity of an approach that uses names as a window into Javanese culture. Drawing on a dataset of 3.7 million names analyzed diachronically across 100 years, and using a quantitative method sharpened by ethnography, the analysis of names offers a new way to investigate trends that were previously often difficult to document systematically. In the past, Javanese names usually reflected social classification: santri, abangan, priyayi, or lower and upper class. However, towards the end of the twentieth century, names with class connotations were increasingly abandoned (see Kuipers and Askuri 2017). In this paper we explore further the connection between the decline of class marked names, and the rise of Arabic names. Drawing on data from Askuri (2018), we argue that although the decline of class marked names precedes the sharp rise in the use of Arabic names, the former does not seem to have caused the latter in a simple way. Our data show that in the 20th century, there were two important stages in the Arabisation of Javanese names; 1) an initial “synthetic” stage of one-word blended Javanese Arab names, popular from roughly 1930-1960; 2) a later stage, beginning in 1980, of 2 and 3 word names, one of which was a purified Arabic name . The conclusions have implications for an understanding of the role of hybridity and purification in Javanese Islamic modernity. [Nama-nama Arab merupakan salah satu komponen dari wacana Islam yang dinamis di Jawa. Jika nama-nama Arab di Jawa mengalami perubahan dan pertumbuhan, maka hal ini memiliki implikasi perubahan dalam masyarakat Islam di Jawa. Penelitian ini menunjukkan validitas pendekatan yang menggunakan nama sebagai jendela ke dalam budaya Jawa. Berdasarkan pada dataset 3,7 juta nama yang dianalisis secara diakronis sepanjang 100 tahun, dan menggunakan metode kuantitatif yang dipertajam dengan etnografi, analisis nama menawarkan cara baru untuk menyelidiki trend yang sebelumnya sering sulit untuk didokumentasikan secara sistematis.Di masa lalu, nama-nama Jawa biasanya mencerminkan klasifikasi sosial: santri, abangan, priyayi, atau kelas bawah dan atas. Namun, menjelang akhir abad ke-20, nama-nama dengan konotasi kelas semakin ditinggalkan. Dalam makalah ini kami mengeksplorasi lebih lanjut hubungan antara penurunan nama-nama yang berkonotasi kelas rendah yang ditandai dengan dan munculnya nama-nama Arab. Berdasarkan data dari Askuri (2018), kami berpendapat bahwa meskipun penurunan nama yang berkonotasi kelas rendah mendahului kenaikan yang tajam dalam penggunaan nama-nama Arab, yang pertama tampaknya tidak menyebabkan yang terakhir dengan cara yang sederhana. Data kami menunjukkan bahwa pada abad ke-20, ada dua tahapan penting dalam Arabisasi nama-nama di Jawa; 1) tahap awal “sintesis” dari nama campuran Jawa-Arab dalam satu kata, yang populer dari sekitar 1930-1960; 2) tahap selanjutnya, dimulai pada tahun 1980, yang tersusun dari 2 atau 3 kata, dimana salah satunya ialah nama Arab yang dimurnikan (purified Arabic names). Kesimpulan ini memiliki implikasi dalam pemahaman tentang peran hibriditas dan pemurnian dalam modernitas Islam di Jawa.]