{"title":"从法律反应的角度对无转让资产的剥夺","authors":"Irma Reisalinda Ayuningsih, F. M. Nelson","doi":"10.26623/jic.v7i2.5142","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"This research aims to analyze the implementation of asset forfeiture resulting from criminal acts in Indonesia and compare it with implementation in Australia from a responsive legal perspective. The results of this comparison are expected to provide solutions to the problem of implementing asset forfeiture in Indonesia. This research needs to be discussed more because the practice of asset forfeiture in Indonesia cannot recover state financial losses. The research method used in this study is a normative juridical research method using legal comparisons. The novelty of this study is to compare the implementation of non-conviction based asset forfeiture in Australia and add examples of criminal cases. This research concluded that the asset forfeiture with criminal forfeiture in Indonesia implemented based on existing laws and regulations have not been able to accommodate the social needs of the community in the return of state financial losses, as practiced in Australia. Therefore, Indonesia needs to establish a law on non-conviction based asset forfeiture whose regulatory material refers to the 36 (thirty-six) key concepts of non-conviction based asset forfeiture. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan perampasan aset hasil tindak pidana di Indonesia dan membandingkannya dengan pelaksanaan di Australia ditinjau dari perspektif hukum responsif. Hasil perbandingan ini diharapkan memberikan solusi atas permasalahan pelaksanaan perampasan aset di Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh praktik pelaksanaan perampasan aset hasil tindak pidana di Indonesia yang tidak dapat mengembalikan kerugian keuangan negara. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan perbandingan hukum. Kebaruan dari penelitian ini adalah dengan membandingkan pelaksanaan perampasan aset tanpa pemidanaan di Australia serta menambahkan contoh kasus tindak pidana. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perampasan aset dengan pemidanaan atau criminal forfeiture di Indonesia yang dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini belum dapat mengakomodir kebutuhan sosial masyarakat dalam pengembalian kerugian keuangan negara, sebagaimana dipraktikkan di Australia. Indonesia perlu membentuk suatu peraturan perundang-undangan perampasan aset tanpa pemidanaan yang materi pengaturannya mengacu pada 36 (tiga puluh enam) konsep kunci perampasan aset tanpa pemidanaan. ","PeriodicalId":31921,"journal":{"name":"Jurnal Ius Constituendum","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-10-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"1","resultStr":"{\"title\":\"Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan dalam Perspektif Hukum Responsif\",\"authors\":\"Irma Reisalinda Ayuningsih, F. M. Nelson\",\"doi\":\"10.26623/jic.v7i2.5142\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"This research aims to analyze the implementation of asset forfeiture resulting from criminal acts in Indonesia and compare it with implementation in Australia from a responsive legal perspective. The results of this comparison are expected to provide solutions to the problem of implementing asset forfeiture in Indonesia. This research needs to be discussed more because the practice of asset forfeiture in Indonesia cannot recover state financial losses. The research method used in this study is a normative juridical research method using legal comparisons. The novelty of this study is to compare the implementation of non-conviction based asset forfeiture in Australia and add examples of criminal cases. This research concluded that the asset forfeiture with criminal forfeiture in Indonesia implemented based on existing laws and regulations have not been able to accommodate the social needs of the community in the return of state financial losses, as practiced in Australia. Therefore, Indonesia needs to establish a law on non-conviction based asset forfeiture whose regulatory material refers to the 36 (thirty-six) key concepts of non-conviction based asset forfeiture. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan perampasan aset hasil tindak pidana di Indonesia dan membandingkannya dengan pelaksanaan di Australia ditinjau dari perspektif hukum responsif. Hasil perbandingan ini diharapkan memberikan solusi atas permasalahan pelaksanaan perampasan aset di Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh praktik pelaksanaan perampasan aset hasil tindak pidana di Indonesia yang tidak dapat mengembalikan kerugian keuangan negara. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan perbandingan hukum. Kebaruan dari penelitian ini adalah dengan membandingkan pelaksanaan perampasan aset tanpa pemidanaan di Australia serta menambahkan contoh kasus tindak pidana. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perampasan aset dengan pemidanaan atau criminal forfeiture di Indonesia yang dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini belum dapat mengakomodir kebutuhan sosial masyarakat dalam pengembalian kerugian keuangan negara, sebagaimana dipraktikkan di Australia. Indonesia perlu membentuk suatu peraturan perundang-undangan perampasan aset tanpa pemidanaan yang materi pengaturannya mengacu pada 36 (tiga puluh enam) konsep kunci perampasan aset tanpa pemidanaan. \",\"PeriodicalId\":31921,\"journal\":{\"name\":\"Jurnal Ius Constituendum\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2022-10-08\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"1\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Jurnal Ius Constituendum\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.26623/jic.v7i2.5142\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Jurnal Ius Constituendum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.26623/jic.v7i2.5142","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
摘要
本研究旨在从响应性法律的角度分析印度尼西亚对因犯罪行为而导致的资产没收的执行情况,并与澳大利亚的执行情况进行比较。预期这一比较的结果将为印度尼西亚执行没收资产的问题提供解决办法。这项研究需要更多的讨论,因为印尼的资产没收的做法不能弥补国家的财政损失。本研究采用的研究方法是运用法律比较的规范法学研究方法。本研究的新颖之处在于比较了澳大利亚基于非定罪的资产没收的实施情况,并增加了刑事案件的例子。本研究的结论是,印度尼西亚在现有法律法规基础上实施的资产没收与刑事没收,并不能像澳大利亚那样适应社会对国家财政损失返还的社会需求。因此,印度尼西亚需要建立一部关于非定罪性资产没收的法律,其监管材料涉及非定罪性资产没收的36(36)个关键概念。Penelitian ini bertujuan untuk menganalis pelaksanaan and perampasan asasil tindak pidana di印度尼西亚,并在肯尼亚,肯尼亚,pelaksanaan和澳大利亚,在印度尼西亚,peraksanaan perampasan响应。Hasil perbandingan和ini diharapkan成员,以及solusi在印度尼西亚的permasalahan pelaksanaan perampasan资产。Penelitian ini dilatarbelakangi oleh praktitik pelaksanaan perampasan asasil在印度尼西亚,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是我的意思。杨Metode penelitian digunakan dalam penelitian ini adalah Metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan perbandingan hukum。在澳大利亚,我们有一个很好的例子,那就是我们有一个很好的例子,那就是我们有一个很好的例子。Penelitian ini menypulkkan bahwa perampasan asset dengan pemidanan atau criminal forfeup di Indonesia(印度尼西亚),没收,没收,没收,没收印度尼西亚perlu membentuk suatu peraturan perundang-undangan perampasan asset tanpa pemidanan yang materi pengaturannya mengacu pada 36 (tiga puluh enam) konsep kunci perampasan asset tanpa pemidanan。
Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan dalam Perspektif Hukum Responsif
This research aims to analyze the implementation of asset forfeiture resulting from criminal acts in Indonesia and compare it with implementation in Australia from a responsive legal perspective. The results of this comparison are expected to provide solutions to the problem of implementing asset forfeiture in Indonesia. This research needs to be discussed more because the practice of asset forfeiture in Indonesia cannot recover state financial losses. The research method used in this study is a normative juridical research method using legal comparisons. The novelty of this study is to compare the implementation of non-conviction based asset forfeiture in Australia and add examples of criminal cases. This research concluded that the asset forfeiture with criminal forfeiture in Indonesia implemented based on existing laws and regulations have not been able to accommodate the social needs of the community in the return of state financial losses, as practiced in Australia. Therefore, Indonesia needs to establish a law on non-conviction based asset forfeiture whose regulatory material refers to the 36 (thirty-six) key concepts of non-conviction based asset forfeiture. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan perampasan aset hasil tindak pidana di Indonesia dan membandingkannya dengan pelaksanaan di Australia ditinjau dari perspektif hukum responsif. Hasil perbandingan ini diharapkan memberikan solusi atas permasalahan pelaksanaan perampasan aset di Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh praktik pelaksanaan perampasan aset hasil tindak pidana di Indonesia yang tidak dapat mengembalikan kerugian keuangan negara. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan perbandingan hukum. Kebaruan dari penelitian ini adalah dengan membandingkan pelaksanaan perampasan aset tanpa pemidanaan di Australia serta menambahkan contoh kasus tindak pidana. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perampasan aset dengan pemidanaan atau criminal forfeiture di Indonesia yang dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini belum dapat mengakomodir kebutuhan sosial masyarakat dalam pengembalian kerugian keuangan negara, sebagaimana dipraktikkan di Australia. Indonesia perlu membentuk suatu peraturan perundang-undangan perampasan aset tanpa pemidanaan yang materi pengaturannya mengacu pada 36 (tiga puluh enam) konsep kunci perampasan aset tanpa pemidanaan.